Senin, 30 Maret 2009

Diabetes Milutus, Perlahan Namun Mematikan

Tubuh Aminah alias Lai Sui Hiong terlihat tergolek lamas. Perempuan tua menderita Diabetes Militus (DM) itu hanya bisa diam sembari menunggu mesin Hemodialisa (HD) selesai bekerja menyaring darahnya. Oleh orang awam, proses Hemodialisa ini lebih familiar dengan sebutan cuci darah. Kegiatan tersebut hanya di lakukan kepada mereka yang memiliki masalah serius dengan ginjal. Seperti apa perjuangannya untuk bisa sembuh?

Catatan Pringgo--Pontianak

GURATAN kesedihan terlihat amat jelas di wajah Aminah. Di usia 67 tahun ini, ibu dari 9 anak itu harus berjuang sendiri melawan penyakit DM yang sudah menggerogoti tubuhnya selama 17 lebih. Serangan penyakit DM ternyata tidak main-main. Tubuh Aminah yang dulunya berisi kini telah kurus kering. Dan yang lebih menyedihkan lagi, 8 tahun lalu dirinya harus merelakan kaki kanannya di amputasi hingga sebatas lutut.

Pilihan untuk mengamputasi kaki kanannya itu sepertinya tidak bisa di tawar-tawar. Pasalnya, kaki kanan Aminah telah mengalami pembusukan yang serius akibat luka tertusuk duri saat sedang berladang. Penderitaan Aminah kian bertambah setelah dokter memvonis dirinya mengalami gagal ginjal. Sekarang dirinya hanya bisa mengaku pasrah. Setiap dua kali dalam sepekan, dengan di temani Lai Siu Ha (43), putri kesayangannya, Aminah harus menjalani aktivitas cuci darah.

Disela menjalani Hemodialisa (HD) di RSU Dokter Sudarso Pontianak, Lai Sui Ha berkenan berbagi kisah penderitaan ibundanya. Di ceritakan olehnya, sebelum mengidap DM ibundanya adalah seorang perempuan yang pekerja keras. Dia bahkan memiliki sepetak sawah dan usaha penggilingan padi yang cukup maju di kawasan Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya.

Ketika masih sehat, Aminah ternyata memiliki gaya hidup yang kurang sehat. Setiap kali haus datang menyerang, Aminah lebih senang minum minuman yang manis. Kebiasaan tersebut ternyata berdampak buruk pada kesehatannya. Berat badannya kian hari kian bertambah. Tak hanya itu saja, Aminah juga gampang mengantuk. “Lama kelamaan kondisi tubuh ibu saya menjadi melemah. Saat di periksakan ke dokter, ternyata ibu saya positif mengidap kencing manis atau Diabetes Militus (DM),” tutur Lai Sau Ha dengan suara sendu.

Mendengar kabar buruk tersebut, Aminah dan keluarga sontak menjadi panik. Atas saran anggota keluarga, Aminah di anjurkan untuk berobat ke Shin Se. Setelah sekian lama menjalani pengobatan alternative, kesehatan Aminah ternyata tidak kunjung mengalami kemajuan. Kepada anak-anaknya, Aminah mengeluhkan rasa sakit yang terasa amat sangat di bagian pinggang. Selain itu, Aminah juga merasa sakit di tempat luka pada kaki kanannya. Luka itu ada akibat tergores duri saat pergi berladang. “Oleh kami, ibu lantas kita bawa berobat di salah satu rumah sakit swasta di Kota Pontianak. Di sana, ibu di rawat cukup lama. Demi membiayaai kesembuhan ibu, seluruh harta benda kami telah ludes terjual,” ungkapnya sedih.

Meski sudah habis puluhan juta rupiah, kesehatan Aminah tidak kunjung membaik. Bahkan, penyakit DM yang telah lama di sandangnya telah merusak fungsi ginjal. Oleh dokter, Aminah di sarankan untuk menjalani cuci darah atau Hemodialisa (HD) dua kali dalam seminggu. Mendengar permintaan dokter tersebut, Lia Sau Ha merasa dunia akan kiamat. Bagaimana tidak, biaya untuk satu kali kegiatan HD bisa mencapai Rp700 ribu. Jumlah tersebut belum termasuk obat-obatan yang mau tidak mau harus di tebus.

Mendapat cobaan yang demikian, keluarga besar Aminah terus berusaha tabah. Melalui layanan Jamkesmas, akhirnya Aminah dapat menjalani kegiatan HD secara cuma-Cuma. “Meski untuk HD kita mendapat perlakukan istimewa dari pemerintah, namun tetap saja kami peserta Jamkesmas harus merogoh kocek dalam-dalam untuk menebus obat yang tidak menjadi tanggungan program Jamkesmas. Tidak tanggung-tanggung, obat paten yang harus kami tebus bernilai Rp400 ribu,” ungkapnya berkeluh kesah.

Apa yang dialami Aminah itu ternyata di rasakan pula oleh Rudianto, salah seorang PNS yang juga mengalami gagal ginjal. Bedanya, gangguan ginjal yang di alaminya tersebut di sebabkan oleh factor hipertensi alias tekanan darah tinggi. Sebagai abdi Negara yang masih aktif, secara pribadi dirinya banyak mengucapkan terimakasih kepada pemerintah. Jika pasien umum harus membayar Rp700 ribu untuk satu kali proses HD, maka dengan layanan Askes hal itu menjadi gratis untuknya. Tapi, persoalan lain muncul ketika dirinya harus mengganti biaya transfusi darah dari PMI. “Untuk kalangan PNS, kami hanya di kenakan biaya Rp110 ribu per kantong darah. Biasanya, dalam sekali proses HD saya memerlukan 2 kantong darah. Menurut saya, alangkah lebih baiknya jika biaya tersebut di tiadakan saja,” terang Rudianto yang dalam sebulan harus menjalani HD sebnayak dua kali ini.

Dengan menghapuskan ongkos penggantian biaya transfusi darah, maka sedikit banyak PNS yang harus menjalani program HD menjadi sedikit terbantu. Selain mengeluhkan penggantian biaya transfusi darah, dirinya juga menysrankan kepada pihak RSU Dokter Sudarso untuk bisa memindahkan Ruang HD ke bagian depan rumah sakit. Posisi Ruang HD yang ada saat ini masih terbilang jauh, karena terletak di tengah rumah sakit. Bagi pasien HD, posisi Ruang HD yang ada saat ini masih terasa jauh. Idelanya, Ruang HD berada di dekat dengan Ruang UGD. “Penempatan yang demikian jelas sangat membantu kami, pasien HD yang kemampuan untuk berjalannya sudah sangat terbatas,” imbuhnya.

Apa sebenarnya Diabetes Militus itu?

Ditilik dari asal katanya, Diabetes Milutus berasal dari dua suku kata yang berbeda. Kata Diabetes berasal dari kata ‘diabere’ yang berarti tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Disebut demikian karena dulu tubuh penderita dianggap dihancurkan dari dalam dan di buang melalui air seni. Sedangkan kata ‘Militus’ berarti madu. Jadi, Diabetes Militus (DM) atau kencing manis atau penyakit gula adalah kumpulan gejala atau kelainan yang di tandai oleh adanya kenaikan kadar glukosa darah yang menahun (kronik).

Secara umum, faktor risiko DM terbagi menjadi dua, yakni factor risiko yang tidak dapat di rubah dan factor risiko yang dapat di perbaiki. Untuk risiko yang tidak dapat di rubah ini meliputi ras, etnik, riwayat keluarga dengan DM, usia lebih dari 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kilogram, riwayat pernah menderita DM gastasional, riwayat berat badan lahir lebih rendah atau kurang dari 2,5 kilogram. Sementara untuk factor yang dapat diperbaiki meliputi kelebihan berat badan (Indek Masa Tubuh lebih dari 23 kilogram per meter2), kurang beraktifitas fisik (olahraga), hipertensi (tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg), dislipidemia (HDL kurang dari 35 mg/dL dan atau trigliserida lebih dari 250 mg/dL), diet tinggi gula rendah serat.

Bagi mereka yang terkena DM, biasanya akan menunjukkan gejala seperti sering berkemih (kencing) terutama saat malam hari, sering merasa haus, sering merasa lapar, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, badan terasa lemas, sering kesemutan, gatal, penglihatan kabur, gangguan ereksi pada pria, keputihan, gatal di daerah kewanitaan, infeksi atau luka yang lama sembuh.

Meski penyebab DM terbilang cukup beragam, namun Widiana dari Poli Gizi di RSU Dokter Sudarso Pontianak, lebih cendrung mengartikan DM sebagai penyakit yang disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur. Adanya pola makan yang tidak teratur ini tentu erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. “Biasanya DM lebih gampang dipicu oleh mimum minuman bersoda yang rasanya amat manis, jarang berolahraga, serta gemar makan makanan yang mengandung lemak dan tinggi kandungan karbohidratnya,” jelas dia.

Untuk bisa terhindar dari DM, kata Widiana, seseorang harus bisa menjalankan pola hidup sehat secara teratur. Caranya mudah, yakni cukup makan makanan dengan gizi seimbang, mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi namun rendah lemak dan rajin berolahraga secara teratur, minimal 10 menit dalam sehari. Bagi mereka yang sudah terlanjur mengidap DM, disarankan untuk menjalani program diet sehat sesuai dengan petunjuk ahli gizi. Khusus bagi mereka yang berpotensi mengalami kelebihan berat badan, ada baiknya jika menghitung Indek Massa Tubuh (IMT ). Rumusnya sederhana, yakni berat badan di bagi kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. IMT normal berkisar antara 18,5-25. IMT terbilang over wight jika 25-27. Seseorang dikatagorikan obesitas jika IMT-nya melebihi 27. Nah, bagaimana dengan anda. Sudahkan anda mengetahui IMT anda sendiri?

Tidak ada komentar: