Minggu, 28 Juni 2009

Virus Denguea Ada di Telur Nyamuk Aides aegypti

PONTIANAK— Hasil penelitian di laboratorium Parasitologi FK UGM menyebutkan, dari 100 ekor nyamuk Aedes aegypti yang di teliti, dengan metode imunositokimia SBPC, 55 ekor nyamuk dinyatakan positif mengandung virus dengue. Artinya, tingkat Indeks Transmisi Transovarial (ITT) virus dengue berkisar antara 30 - 76,6 persen, dengan rata-rata 54,5 persen. “Sample nyamuk yang kita teliti diambil di daerah dengan insiden rate DBD yang ada di sepuluh kelurahan se-Kota Pontianak,” kata Cecep Dani Sucipto, SKM, MSc.

Lebih lanjut anggota Asosiasi Pengendali Nyamuk Indonesia (APNI) dan Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan di Poltekkes Pontianak ini menjelaskan keadaan seperti ini mengindikasikan bahwa transmisi transovarial berpotensi sebagai pendukung pemeliharaan endemisitas DBD, dengan nyamuk Aedes aegypti sebagai reservoir virus dengue sepanjang waktu. Ini terbukti di kelurahan endemis yang terdapat kasus DBD dalam setiap tahunnya.

Hasil yang sama juga ditemui pada penelitian yang dilakukan Leake et.al, dimana nyamuk Aedes aegypti betina mengalami infeksi virus jaringan ovariumnya dan terpelihara sampai generasi berikutnya secara genetik. Adanya korelasi nilai ITT dengan kejadian DBD di Kota Pontianak diperkirakan berhubungan dengan beberapa factor, seperti letak geografis berada di titik nol garis khatulistiwa yang beriklim tropis, dimana temperature dan kelambabannya amat ideal; kepadatan penduduk tinggi; mobilitas tinggi; serta tingkat kepeduliaan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) masih rendah.

“Kepadatan penduduk berperan dalam transmisi virus dengue. Jumlah penduduk yang padat mendukung frekuensi kontak dengan nyamuk vektor, karena sifat antropfilik dan menggigit berulang/multiple bitters. Mobilitas yang tinggi di daerah perkotaan memainkan peranan penting dalam penularan virus dengue dari pada mobilitas nyamuk Aedes aegypti sendiri,” jelasnya kepada Pontianak Post, Selasa (23/6) kemarin.

Menurut pendapat sejumlah ahli kesehatan lingkungan, faktor lingkungan fisik turut mempengaruhi eksistensi virus dengue dan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor DBD. Seperti pernah diberitakan oleh Intergovermental Panel on Climat Change (IPCC), kecenderungan aktivitas ekonomi, kerusakan hutan tropis termasuk dampak emisi gas dari industri dan kendaraan bermotor mengakibatkan terjadinya pergeseran curah hujan dan kenaikan suhu bumi rata-rata sekitar 1 – 3,5 derajat Celcius.

Perubahan komponen lingkungan tersebut dapat mempengaruhi kepadatan vektor, kebiasaan reproduksi, usia hidup dan perkembangan serta ketangguhan dari patogen. Suhu udara dan kelembaban nisbi udara berpengaruh pada viabilitas nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus maupun virus dengue. “Suhu yang relatif rendah maupun tinggi serta kelembaban nisbi udara yang rendah dapat mengurangi viabilitas virus Dengue yang hidup dalam tubuh nyamuk maupun viabilitas nyamuk itu sendiri, sehingga menambah population at risk,” paparnya.

Bagaimana cara mencegah persebaran DBD? Hasil penelitian yang dilakukan Cecep merekomendasi untukmelakukan fogging focus yang dilakukan minimal 2 siklus setiap titik kasus DBD. Siklus pertama untuk memberantas nyamuk dewasa yang infektif virus dengue. Sedangkan siklus kedua untuk memberantas nyamuk yang baru muncul yang mengandung virus dengue melalui transmisi transovarial. Caranya adalah dengan melakukan fogging yang dikombinasikan dengan pemberian serbuk abate. Melalui cara ini, jentik dan telur nyamuk Aedes aegypti akan mati.(go)

Tidak ada komentar: