Rabu, 28 Maret 2012

Srikandi Panglima Perang di Kurusetra

(Zzzz!)
MARKAS RANDUGUMBALA, AMARTA.–Pasukan Multinasional Wirata tumpas-kandas di neraka Kurusetra. Matswapati, Presiden Wirata, geram-dendam! Tapi apa daya, ia jago tua. Demi jaga wibawa, ia gegas-bablas menuju markas. Pandawa sedang mengadakan rapat-kilat. DARMAKUSUMA: Para Pembesar Pandawa–kita perlu menyusun strategi dan mengangkat panglima baru demi menandingi pasukan Multimodern Kurawa yang dipimpin Jendral Bisma. Begitu kan, Jendral Kresna? KRESNA: Benar! Kiranya tiada yang mampu menggempur-hancur Jendral Bisma kecuali Kolonel Srikandi. Kelemahan panglima itu ada di tangan wanita. Nah, apakah Jendral Arjuna tak keberatan? ARJUNA: Tidak! Tapi apa tak salah-angkat? Amarta masih banyak memiliki perwira tinggi. Kenapa memilih wanita untuk menjabat panglima? KRESNA: Memang, Jendral Arjuna–tapi kita perlu cara lain. Amarta kalah karena terlalu mengandalkan strategi dan teknologi tempur. Padahal strategi dan teknologi tempur Jendral Bisma jauh lebih tangguh-ampuh tanpa kelemahan sama sekali. Satu-satunya cara untuk menemukan kelemahan Jendral Bisma hanyalah dengan meneliti biografinya, teristimewa dalam “Kisah Dewi Amba”. Di situlah terletak tragic aspect manusia Bisma. Dan wanita lebih mampu menguasai kekuatan makna-batin kisah itu. BIMA: Waaah, gak nalar! Mana bisa sastra dijadikan tandingan teori-strategi perang! NAKULA: Kenapa tidak? Jika diambil secara tepat dan jitu, inspirasi bisa lebih hebat-dahsyat daripada teori maupun strategi. SADEWA: Mungkin! Lagipula negeri ini anti diskriminasi. Divisi Sawojajar setuju terhadap pengangkatan panglima wanita. BIMA: Baik! Divisi Jodipati juga setuju! DARMAKUSUMA: Saya harap permusyawaratan mencapai mufakat-bulat. Sebab tanpa kemufakatan, mana bisa terlaksana kesatuan tindakan. Dan bagaimana menurut Ki Lurah Semar? “Sip, Mo. Usulkan aku jadi panglima.” “Huh, sok aje lu, Kang!” “Demi bela-bakti lho, Truk.” “Bela-bakti atau pangkat?” “Jadi hansip aja gak becus!” “Sok pahlawan!” “Sssh, usah ribut, Le!” “Ya, Mo!” SEMAR: Matur nuwun, saya percaya pada kebijakan-kebajikan para pemimpin. Ya, monggo kerso sajalah. “Payah! Gak nyuaraken nurani rakyat.” “Sst! Loyalitas, Kang!” “Eh, suara apa, Truk?” “Bagong ngorok–” “Dwasar!” “Diam, Le!” DARMAKUSUMA: Terima kasih, Ki Lurah. Baiklah, tampaknya kita sepakat untuk mengangkat Kolonel Srikandi menjabat panglima. Dan rapat selesai. (Tok! Tok! Tok!) “Excuse me, Sir. Can you tell me about–” “No! Scat!” “Op de rekord, Mistuh!” “Siapa sih, Gong?” “Isuis-luar, nyasar!” “He-he, yo-ah ke garis depan!” (Kriiing… klek!)–”Hello, siapa?… O, Mas Gatot… Di sini Sri! Ada berita penting?… Oke, Brigade Jane d’Ark Madukara siap menuju Kurusetra!… Ya, Merdeka!”–(Klek!) Mabuk, usah sibuk Mabuk, usah sibuk Mabuk, usah sibuk MARKAS BULUPITU, ASTINA.–Kurawa berpestaria merayakan kemenangannya. Minum-minum sampai ambruk-mabuk! Anak muda bilang: “Teller!” Melihat anak-buahnya jatuh-disiplin begitu rupa, Jendral Bisma kecewa-berat. Memang, kemenangan bisa memabukkan! “O ciu kehidupan!” (Gluk! Gluk!)–”Aahh….” “Vodka. O dansa Mazurka!” (Pluf!)–”Minum, Dur! Selamat–” (Ting!) “O Mbodrooo-mBodro, sini, Yang… esok Arjuna kan kupanggang! K-kau k-kan k-kuberi s-suaka… hooeekh!” CITRAYUDA: Huh! Mabuk-kampungan! DURSASANA: Lempar aja ke got, biar minum comberan! DURMAGATI: Eh, zangan–kazihan! Kazih racun aza zekaliguz biar mampuz! “Oh, Rukma, k-kau m-mati? B-biarlah, k-kau pahlawan yang ter–” “Konyol!” Jendral Bisma keluar dari markas. Ia tak tahan melihat kondisi pasukan! Apa artinya kemutakhiran strategi dan teknologi perang jika para serdadu jatuh-lumpuh mati-disiplin? Sia-sia! “Ada apa, Pral?” “Lapor! Pandawa memberi upeti wanita!” “Lho! Aziiik!” “Cihuy, yuk ah ke Kurusetra!” (Prok! Prok! Prok!)–”Hey Dur, Cit, Karta! Ayo ke front!” BISMA: Hai pasukan! Buang botol-botol setan itu! Pandawa menyerbu! “S-siaaap!” BISMA: Apa boleh buat! Pasukan-mabuk ini terpaksa kugiring ke medan tempur. Mabuk-tempur! Babak-belur! Do not weep War is kind “Gue mau liat perang, Tante.” “Jangan, Sanjaya! Entar kena rudal nyasar!” “Enggak, Tante Kunti–ada kelir Anti Nuklir.” “Ngaco! Papi marah lho!” “Biarin, yo-ah, Tante.” “Widura! Widura! Anakmu nekat minggat ke Kurusetra!” “Biar, Mbakyu. Siapa tau jadi wartawan perang?” KURUSETRA.–Pinggiran! “Nonton di sini aja.” “Iya deh!” Tam-tratamtam-tam-tam! Bass drum berdentam! “Hidup Bisma! Hidup Kurawa!” “Hinup Ngurawa! Ngemarin angu mengang naruhan nerong– hinup Muna Nerong!” “Gong, kepruk-remuk aja tuh botoh Kurawa!” “Plintheng ae, Truk!” “Ini batunya.” (Cpret!)–”Hinup–(Plethak!)–anuh! Menyut ngunulngu!” “He-he-he…!” “Rokok-rokok, premen Menthos, tisu Getsby! Tisu, Oom–anti-hamil?” “Gak gah!” “Ese es! Es berasap!” “Koran-koran! Berita panas–KURUSERTA MEMBARA. Tempur konyol di Kurusetra, ya, koran-koran!” “Teloor, telor manis!” (Jreng!)–”Ya, Sodara-sodara, met jumpa dan izinkanlah menghibur Anda!”–(Jreng!) “Maaas, paring kula nyuwun, eMaaas!”–(Klotrak!) (Cplek!)–”Sip! Gue jagoin Pandawa! Apa taruhannya?” “Bojoku!” “Ngapain! Tuwek-jelek!” “Ngece-kere!” (Tet-treteeet!) “Ngentut, Oom?” “Terompet bego!” “Brengsek! Pindah ah!” “Jeile itu barisan cewek–mau perang apa renang?” “Sst! Tempur di kasur!” “Hush! Ngawur!” Dalam pada itu Brigade Jane d’Ark Madukara menjebol-ambrol pasukan Kurawa. Dan konyolnya, serdadu Kurawa menyambut serangan itu persis seperti sama istri. “O, come, Darling!” “Darling-darling nje–(Dor!)–gundulmu!” “Eladalah! Teja-teja sulaksana, tejanira wong anyar katon, ing wingking pundi pinoko, ing ngajeng–” (Dor!)–”Kesuwen!” “Habisin aja, Non! Perang kok pake basa-basi kuno!” SRIKANDI: Bisma, terimalah saat-tepat buat tamat riwayat! “Awal, Jendral!”–(Dor!) BISMA: Aaakkkhhh! “Hooorrreee! Bisma gugur!” “Hidup Panglima Wanita!” Ki Harsono Siswocarito

Tidak ada komentar: