Sabtu, 28 Maret 2009

Pemilih Harus Bisa Jadi Saksi dan Pengawas Pemilu

PONTIANAK—Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalimantan Barat menghimbau kepada seluruh pemilih untuk bisa menjadi saksi dan pengawas pelaksanaan Pemilu, 9 April 2009. Bila jalannya pesta demokrasi terbesar di Indonesia itu di awasi secara langsung oleh rakyat, yang notebene adalah pemilik suara terbesar, maka kemungkinan terjadinya praktik kotor dapat terhindarkan.

Demikian di ungkapkan Ketua Umum ICMI Kalbar, Drs H Ilham Sanusi, menyikapi maraknya issu manipulasi data menjelang, saat dan pasca pemungutan suara. Katanya, pemilu baru bisa di katakan sukses jika semua pihak bisa menerima hasil perhitungan suara dengan penuh ikhlas hati.

Untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas tersebut, Ilham menilai sudah saatnya pemilih turut dilibatkan dalam pelaksanaan pemilu. Melalui system pengawasan melekat yang di lakukan oleh pemilih, dirinya yakin hasil yang diperoleh akan jauh lebih baik. “Selama ini pemilih selalu diperlakukan sebagai ‘undangan’ saat pesta demokrasi di gelar. Belajar dari pengalaman yang ada, sudah waktunya paradigma itu di rubah. Pemilih harus bisa mengambil peran penting dalam pelaksanaan pemilu,” katanya.

Guna memperdayakan pemilih sebagaI saksi dan pengawas pelaksanaan pemilu, Ilham menyarankan kepada pihak penyelenggara pemilu serta parpol untuk dapat semaksimal mungkin memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.

Dalam alam demokrasi, parpol diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai Instrumen Of Political Education dengan baik dan benar. Hal ini tentunya selaras dengan pesan yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2 tahun 2008, tentang Partai Politik, yang menyebutkan bahwa Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan pendidikan politik itu? Menurut Ilham, pendidikan politik merupakan pemberian latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia, melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin, sehingga para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.

Pengertian pendidikan politik ini mengandung tiga unsur penting. Pertama, adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Kedua, perbuatan di maksud harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin. Ketiga, perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara. “Jadi, terlapas mau tidak mau atau suka tidak suka, penyelenggara pemilu beserta parpol memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat,” ungkap Ilham.(go)

Tidak ada komentar: