Kondisi psikologis seperti ini menurut Romi Arif Rianto, s.Psi, pimpinan Biro Konsultasi Psikologi Persona Kalbar, merupakan sebuah tindak kekerasan yang sellau di lakukan dengan mengatas namakan “cinta”. Bentuk KDP digolongkan menjadi dua, yakni fisik dan non fisik. Secara fisik, pelaku KDP biasanya akan menyakiti tubuh pasangannya dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memukul atau menampar.
Berbeda dengan kekerasan fisik, bentuk dari KDP non fisik sepintas lalu nyaris tidak terlihat. Kendati secara fisik tidak tampak, namun secara psikologis korban KDP akan mengalami penurunan aktivitas. “Jika dulunya korban selalu tampil ceria, setelah diperlakukan dengan tidak adil dia akan menjadi sosok yang pemurung,” ungkapnya kepada Pontianak Post, Sabtu (20/6) kemarin.
Menyelesaikan persoalan KDP memang susah susah mudah. Disebut demikian karena orang pacaran pasti didasari perasaan cinta, simpati, sayang, dan perasaan-perasaan positif lainnya. Jika pasangan sedang marah, kemudian membentak atau menampar, maka besar kemungkinan kondisi kejiwaannya sedang labil. Penyebabnya tentu banyak, bisa karena merasa kesal, bad mood atau mungkin karena kesalahan yang dilakukan oleh pasangannya sendiri.
Ironisnya, persoalan klasik yang sering muncul dalam KDP adalah perasaan menyalahkan diri sendiri dan merasa "pantas" untuk diperlakukan seperti itu. Bisa sudah begini, korban KDP akan merasa tertekan dan tidak nyaman. Korban KDP sebenarnya tidak mutlak harus perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada. Biasanya, remaja putra yang menjadi korban KDP merasa dirinya telah tertipu oleh pasangannya sendiri. Bentuknya beragam, ada yang di duakan cintanya, atau ada yang merasa di manfaatkan. “Korban biasanya cenderung lemah, kurang percaya diri, dan amat mencintai pasangannya,” terang Romi.
Mengapa perempuan atau remaja putri banyak menjadi KDP? Secara umum hal itu terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Ketidak adilan dalam jender, misalnya. Dari dulu masyarakat cendrung menilai kaum perempuan sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, senang mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya.
Ketika sang pacar (remaja putra) usai melakukan KDP, mereka biasanya akan menunjukkan sikap menyesal, minta maaf, berjanji tidak akan mengulanginya lagi, dan bersikap manis kepada pasangannya. Pada saat inilah, sesungguhnya remaja putri di rugikan. “Kembali atas nama cinta, remaja putri yang kebetulan sangat mencintai pasangannya pasti akan berharap sang pacar akan benar-benar sadar dan tidak akan lagi bermuat kesalahan yang sama. Hubungan pun kemudian dilanjutkan seperti biasa, seolah tidak pernah ada KDP,” terang pria berkaca mata minus ini.
Bagaimana menghadapi remaja putra yang gemar melakukan KDP? Untuk menyiasati prilaku menyimpang tersebut, Romi menyarankan kepada remaja putri untuk bisa mengenal dengan baik prilaku atau temperamen dari pasangannya masing-masing. Jika memiliki pasangan yang temperamen, ada baiknya untuk mengkaji ulang hubungan yang telah terbina. Sikap ini penting agar tidak menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Khusus bagi korban KDP, disarankan untuk membuka diri kepada sahabat serta orangtua. Dengan bersikap terbuka, maka sedikit banyak beban mental yang diderita dapat berkurang.(go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar