Selasa, 27 Oktober 2009

Tugu Degul di Bundaran Untan Bukti Kegigihan 10 Pejuang


Mungkin tak banyak orang yang tahu kalau Tugu Degul di Bundaran Untan merupakan monument bersejarah bagi kebangkitan perjuangan pemuda di Kalimantan Barat. Sepuluh pejuang Kalimantan Barat di abadikan dalam kokohnya bangunan bambu runcing yang menjulang ke angkasa. Siapa saja kesepuluh pejuang Kalimantan Barat tersebut?


Catatan Pringgo—Pontianak

PENELUSURAN jejak sepuluh pejuang Kalimantan Barat dalam mengobarkan semangat anti colonial Belanda tidaklah mudah. Butuh kecermatan serta ketelian untuk menggali informasi. Beruntung Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak memiliki catatan yang cukup lengkap yang mengkisahkan semangat heroic dari kesepuluh pejuang Kalimantan Barat tersebut.

Seperti di ungkapkan Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Drs Lisyawati Nurcahyani MSi, pergerakan pemuda di Kalimantan Barat ini dimulai dari terbentuknya Serikan Islam (SI) di Ngabang pada tahun 1914. Pada masanya, organisasi berbasis keagamaan ini berhasil menuai simpati dari masyarakat.

Saat sedang jaya-jayanya, tiba-tiba saja pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah untuk membekukan seluruh kegiatan SI. Kebijakan ini diambil sebagai tindak lanjut dari maraknya pemberontakan anggota SI di Jawa Barat dan Sumatera. “Karana ruang geraknya terbatasi, sepulangnya dari Batavia, Gusti Sulung Lelanang langsung membentuk Partai Serikan Islam (PSI) pada tahun 1923,” ujarnya.

Kehadiran PSI di tanah Borneo ternyata mendapat sambutan positif dari masyarakat. Banyak dari pengurus SI yang tertarik untuk meleburkan diri ke PSI. Beberapa tokoh SI tersebut adalah Muhammad Hambal, Achmad Marzuki, Muhammad Noor, Muhammad Sood, Gusti Situt Mahmud, Gusti Hamzah, H Rais bin H Abdurrahman, Jeranding Abdurrahman dan Gusti Johan Idrus.

Bersama Gusti Sulung Lelanang, kesembilan tokoh SI Kalimantan Barat itu berjuang mengobarkan semangat kemerdekaan. Alhasil, dalam waktu yang tidak terlalu lama, jumlah pendukung setia PSI di Kalimantan Barat bertambah banyak. Sayang, semangat mereka yang menggelora itu ternyata tidak di dukung oleh visi dan misi PSI yang kala itu berhaluan kiri. “Khawatir akan terjadinya pemberontakan, penguasa tanah Borneo lantas menginformasikan sepak terjang PSI ke Gubernur Jenderal Belanda, di Batavia,” papar Lisyawati.

Atas saran serta masukan yang diterima, akhirnya Gubernur Jenderal Belanda, di Batavia memerintahkan pemerintah Hindia Belanda yang ada di tanah Borneo untuk membubarkan PSI. Tidak hanya itu saja, dengan kuasa yang dimiliki pemerintah Hindia Belanda kemudian mengasingkan sepuluh tokoh pergerakan Kalimantan Barat tersebut ke “Tanah Merah” di Boven Digoel, Irian Barat.

Pada masa penjajahan Belanda, Boven Digul dahulunya dikenal sebagai tempat pembuangan pejuang kemerdekaan. Boven Digul terbagi atas beberapa bagian, yakni Digul Atas, Tanah Merah, Gunung Arang (tempat penyimpanan batu bara), zone militer yang juga menjadi tempat petugas pemerintah), dan Tanah Tinggi.

Digul Atas, terletak di tepi Sungai Digul Hilir, Tanah Papua bagian selatan. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4, disebutkan Boven Digoel dipersiapkan dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menampung tawanan “pemberontakan November 1926″. Boven Digul kemudian digunakan pula sebagai tempat pembuangan pemimpin-pemimpin pergerakan nasional. Jumlah tawanannya tercatat 1.308 orang.

Beberapa tokoh pergerakan nasional yang pernah dibuang ke sana antara lain Sayuti Melik (1927-1938), Mohammad Hatta (1935-1936), Muchtar Lutffi, Ilyas Yacub (tokoh Permi dan PSII Minangkabau). Luas Boven Digul sekitar 10.000 hektare. Daerah itu berawa-rawa, berhutan lebat, dan sama sekali terasing. Hubungan ke daerah lain sulit, kecuali melalui laut. Berbagai suku Irian (Papua) yang masih primitif berdiam di sepanjang tepian sungai. Karena belum tersedia sarana kesehatan, penyakit menular sering berjangkit. “Disana, kesepuluh tokoh perjuangan Kalimantan Barat bertemu dengan sejumlah tokoh perjuangan dari daerah lain. Dari mereka, akhirnya para tokoh perjuangan Kalimantan Barat menyadari bahwa PSI menang tidak sejalan dengan arah perjuangan bangsa,” paparnya.

Untuk mengenang perjuangan kesepuluh pejuang Kalimantan Barat yang diasingkan di Boven Digul, pemerintah Kalimantan Barat membuat monument perjuangan. Bangunan berbentuk bambu runcing itu terletak persis di tengah Jalan A Yani Pontianak. Kebanyakn orang mengenalnya dengan sebutan Bundaran Untan.

Senin, 26 Oktober 2009

Pesan Buat Putra Bangsa

Anakku, simpan segala yang kau tahu.Jangan ceritakan deritaku dan sakitku kepada rakyat, biarkan aku menjadi korban asal Indonesia tetap bersatu. Ini aku lakukan demi kesatuan, persatuan, keutuhan dan kejayaan bangsa. Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. (Amanat akhir hayat Bung Karno)


MY CHILD,
KEEP ALL THESE THINGS IN YOUR HEART.
DON'T SPEAK OF MY SUFFERING AND ILLNESS TO THE PEOPLE.
LET ME BE SACRIFICED, IF UNITY IN INDONESIA IS ACHIEVED.
LET MY LIFE INSPIRE UNITY, HARMONY, ONENESS,
AND THE NOBLE SPIRIT OF OUR PEOPLE.
LET MY SUFFERING BECOME A WITNESS THAT
EVEN THE POWER OF THE PRESIDENT HAS ITS LIMITS.
LASTING POWER MUST BE HELD BY THE PEOPLE
AND ONLY GOD ALMIGHTY IS OMNIPOTENT. (Soekarno say)

Minggu, 25 Oktober 2009

Pemkot Peduli Olahraga Tradisional

PONTIANAK—Partisipasi aktif pemerintahan kota Pontianak dalam pelestarian olahraga tradisional patut di ajungi jempol. Lewat gelaran lomba sampan dalam rangka hari jadi kota Pontianak ke-238, pemerintah kota Pontianak berhasil mengangkat khawasan budaya daerah. “Kami salut dengan apresiasi yang diberikan pemkot terhadap pelestarian budaya,” kata dato Petinggi Abdi Nurkamil Mawardi, Sekretaris Eksekutif LAMS.

Dalam pelaksanaan lomba sampan yang di gelar di water front city Taman Alun Kapuas, Minggu (25/10) kemarin, sejumlah tim dayung dari berbagai kabupaten/kota berlomba secara sportif. Acara semakin bertambah meriah dengan persembahan aneka kesenian tradisonal.

Selain dari pihak pemerintah kota Pontianak, dukungan terhadap pelaksanaan acara lomba sampan itu juga datang dari masyarakat kota Pontianak. Ini terbukti dari ramainya warga yang datang untuk menyaksikan laga dari tim-tim dayung kebanggan daerah. “Saya berharap di Lomba Sampan Nusantara, 5-6 Desember 2009 di Sambas, LAMS bersama pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten Sambas bisa bahu membahu dalam melaksanakan agenda besar bertaraf internasional tersebut,” ujar Abdi.

Berdasarkan informasi yang berhasil di himpun, gelar juara pertama lomba sampan HUT Kota Pontianak ke-238 akhirnya di sandang oleh Tim Dayung Kiber, Sambas; juara kedua di rebut Elang Hitam, Pontianak; dan juara ketiga di tempati Satu Hati, Pontianak.(go)

Terlambat Sedikit, Karimunting Terancam Hilang

PONTIANAK---Jika beberapa tahun kedepan daerah pesisir pantai di Desa Karimunting tidak di konservasi, maka dapat dipastikan kawasan tersebut akan hilang tergerus gelombang. Untuk bisa menyelamatkannya, penanaman mangrove merupakan solusi yang paling tepat. “Mangrove tidak hanya menyelamatkan kawasan pesisir pantai, tetapi juga bisa menumbuhkan daratan yang hilang,” kata Dwi Suprapti, aktivis dari World Wild Fund (WWF) Kalimantan Barat.

Berdasarkan hasil pengamatannya di lapangan, tingkat abrasi di sepanjang kawasan pesisir Pantai Utara Kalimantan Barat umumnya sudah sangat memprihatinkan. Di beberapa titik tertentu, beberapa meter daratan telah habis terkikis deburan ombak. Kondisi ini bisa di maklumi karena posisi Pantai Utara Kalimantan Barat memang menghadap ke Laut Cina Selatan.

Dijelaskan Dwi, kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem itu memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Untuk menciptakan keseimbangan kualitas lingkungan, keberadaan hutan mangrove sangatlah memegang peranan penting.

Salah satu sifat fisik dari tanaman mangrove adalah membantu terjadinya proses pengendapan lumpur. Jika mangrove di tanam di kawasan pesisir pantai, maka besar kemungkinan pengendapan lumpur di tepi pantai akan cepat tercipta. “Dalam jumlah tertentu, kumpulan mangrove dewasa dapat membentengi kawasan pesisir pantai dari serbuan gelombang laut,” terang Dwi.

Manfaat dari keberadaan hutan mangrove sebenarnya telah lama di nikmati oleh masyarakat di Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya. Catatan yang ada menyebutkan bahwa luas hutan mangrove disana mencapai 65 ribu hektar. Bagi masyarakat setempat, hutan mangrove merupakan tempat mencari rejeki yang tidak pernah habis.

Hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis-jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya. Hutan mangrove juga memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Karena kaya akan sumber makanan bagi organisme air, tidak mengherankan apabila di hutan mangrove banyak di temukan kepiting, udang, kerang, serta ikan-ikan berukuran besar.

“Beberapa hari yang lalu saya sempat melihat-lihat hutan mangrove di kecamatan Batu Ampar. Hutan mangrove disana masih sangat asri. Buah vivipar mangrove jatuh dan terbawa air nantinya dapat tumbuh dan berkembang di dasar yang dangkal. Setelah besar, tanaman mangrove akan tumbuh membentuk kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam jangka panjang, habitat baru itu akan terus meluas sehingga membentuk sebuag daratan baru,” ungkap Dwi.

Disinggung soal adanya wacana kegiatan penanaman mangrove di kecamatan Batu Ampar, Dwi mengaku kurang sependapat. Pasalnya, proses tumbuh kembang mangrove di sana telah berjalan secara alami. Jadi, tanpa upaya penanaman pun, mangrove disana dapat tumbuh secara alami. “Adalah kurang tepat kiranya jika pelaksanaan penanaman mangrove di lakukan di sana. Idealnya, disana digelar kegiatan sosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya tanaman mangrove bagi ekosistem hayati. Aksi lain yang tidak kalah penting adalah melakukan pelarangan terhadap aktivitas penebangan mangrove secara illegal,” saran Dwi.(go)

Sabtu, 24 Oktober 2009

“SAMA”, Tarian Darwis yang Berputar

Suatu saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian “Sama” ketika itu seorang sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan, “Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud musik cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.

Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama, dimana musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron yang mengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya.

Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama dan perasaan harmonis alami yang muncul dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika gendang ditabuh seketika itu perasaan extase merasuk bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.

Tarian Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau Tariqah Mawlawiyah ini masih dilakukan saat ini di Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh Nazim dan mawlana Syaikh Hisyam juga merambah keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak
kota-kota di Amerika, Eropa dan Asia di bawah bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.

Tarian Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet. Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke tujuh belas. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang
menyenangkan.

Para Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian putih yang sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan batu nisan.

Akhirnya seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwish lainnya. Mereka kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan langit senja sewaktu Rumi wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik, gendang, marawis dan seruling ney.

Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”, kelahiran kedua.

Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.

Rombongan Penari Darwis, secara teratur menampilkan Sama di auditorium umum di Eropa dan Amerika Serikat. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk tangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual bukan sebuah pertunjukan seni.

Pada abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah dikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar kebebasannya ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja menungkinkan Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi anggota Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia menciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi.

Selama abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar Sembilan belas aliran sufi di Turtki dan sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu dikerajaan Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengaruh diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan Amerika pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian public. Selama abad 19, sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak kelompok wisatawan Eropa yang datang ke Turki.

Pada tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan diri ditanah kelahiran mereka Turki, setelah Kemal Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua kelompok darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum Negara.

Motivasi utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat. Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki. Pada saat itulah Syaikh Nazim Ù‚ mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di Siprus, Turki.

Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpeliharadan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempatwisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukanwisatawan. Melalui sebuah kesepakatan pemerintahTurki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian“Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat culturaluntuk para wisatawan.

Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara Internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak Ataturk melarang agama mereka.

Kerja Bersama Berantas Narkoba

PONTIANAK--Narkoba merupakan musuh terbesar bagi masyarakat. Untuk bisa meminimalisir bahaya yang di timbulkannya, kerja bersama dalam pemberantasan narkoba sangatlah di perlukan, baik oleh aparat penegak hukum, pemerintah, ormas maupun masyarakat itu sendiri. “Narkoba hanya bisa di berantas lewat kerja bersama yang solid,” tegas Anwar Tedy, Ketua GEPAN (Gerakan Anti Narkoba) Kalbar.

Ditemui usai mengikuti pelatihan pemberantasan narkoba yang diadakan BNN, beberapa waktu lalu, kepada Pontianak Post lebih lanjut dia mengatakan sejak beberapa tahun yang lalu GEPAN gencar menggelar sejumlah aksi kongkret dalam memerangi penyalahgunaan narkoba. Beberapa diantaranya adalah aktif melaksanakan sosialisasi tentang bahaya narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa, menggelar kampanye damai di Hari Anti Narkoba Internasional (HANI), melakukan pendampingan terhadap sejumlah korban pengguna narkoba yang ada di Kota Pontianak dan lain sebagainya.

Khusus untuk program pendampingan, kata Anwar, kegiatan tersebut dimulai dengan menghilangkan zat aditif berbahaya yang ada di dalalam tubuh korban. Jika di biarkan, lambat laun zat adiktif berbahaya yang ada dalam narkoba dapat menimbulkan berbagai efek samping, seperti halusinasi, ketagihan, dan efek psikologi lainnya. “Zat inilah yang membuat korban mengalami kecanduan dan sulit untuk bisa lepas dari barang haram itu,” ujarnya.

Upaya yang dilakukan GEPAN tidak hanya berhenti sampai disini saja. Setelah sembuh dari ketergantungan narkoba, GEPAN juga memberikan pendampingan kepada para mantan pecandu narkoba dengan memberikan sejumlah keterampilan. Perhatian ini diberikan sebagai upaya penciptaan idividu yang mandiri. “Melalui pembekalan keterampilan hidup yang di berikan, kami berharap mereka nantinya dapat hidup layak di tengah lingkungan masyarakat,” imbuh Anwar.(go)

Abrasi Tinggi, Pesisir Pantura Terancam Hilang

PONTIANAK---Daratan di tepi pesisir Pantai Utara (Pantura) Kalimantan Barat terancam hilang. Tingginya tingkat abrasi laut mengakibatkan tergerusnya daerah tepian pantai. Upaya pemerintah dalam memasang blok beton hanya bersifat sementara. Keberadaannya tidak bisa “mengembalikan” daerah daratan yang hilang.

Untuk bisa mengatasi persoalan pelik ini, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kawasan pesisir Pantura adalah dengan melakukan penanaman mangrove atau bakau. Tanaman ini direkomendasikan karena memiliki sistem perakaran yang kompleks, rapat, dan lebat. Akarnya mampu memerangkap sisa-sisa bahan organik dan endapan yang terbawa air laut ke daratan.

Pola penjaringan yang dilakukan mangrove seperti itu menurut Yeni Januarti sangat cocok untuk di kembangkan di daerah pesisir pantura Kalbar. Kepada Pontianak Post, aktivis lingkungan hidup di Mangrove Centre Foundation (MCF) Kalbar ini menerangkan

Dalam kurun waktu tertentu, pola penjaringan oleh mangrove tersebut dapat pembentuk daratan. Disebut demikian karena endapan dan tanah yang ditahan oleh akar mangrove mampu menumbuhkan kembali perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu.

Jika mangrove dapat tubuh dan berkembang dengan baik, maka keberadaannya akan memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial untuk tetap hidup. “Bila kondisi ini bisa terus di pertahankan, bisa dipastikan daratan akan kembali tumbuh,” katanya.

Kekhawatiran tentang hilangnya daratan di pesisir Pantura sebenarnya cerita lama. Dia masih ingat benar peristiwa abrasi hebat yang terjadi delapan tahun yang silam. Kala itu, sepanjang kawasan pesisir Desa Kelapa IV dan Desa Sungai Duri di perbatasan kabupaten Pontianak dan Bengkayang, mengalami abrasi yang amat hebat. Akibat tingginya tingkat abrasi pantai yang ada, jalan utama yang menghubungkan kota Pontianak dengan Singkawang, sepanjang kurang lebih lima kilometer terancam putus.

Untuk mengatasi persoalan abrasi pantai yang ada, pemerintah kemudian memasang blok beton disepanjang kawasan pesisir pantai Desa Kelapa IV hingga Desa Sungai Duri. Blok beton itu disusun sesdemikian rupa hingga menyerupai benteng pemecah gelombang. “Untuk sementara waktu, tindakan itu memang tepat untuk dilakukan. Tapi, untuk kedepannya keberadaan blok beton pemecah gelombang itu tidak bisa mengembalikan eksositem pantai yang hilang,” terang Yeni.

Guna mengatasi persoalan yang ada, upaya penanaman mangrove secara massal adalah jawabannya. Khussus untuk wilayah Pantura Kalbar, jenis mangrove yang cocok untuk di tanam adalah Bakau Rhizopora. Adapun jarak tanam yang dianjurkan dalam konservasi mangrove di wilayah pesisir Pantura Kalbar bisa 1x1 meter atau 1x2 meter. Jika kepentingannya untuk penataan wilayah, ada baiknya jika mangrove di tanam dalam jarak 3x4 meter atau 4x4 meter. “Upaya konservasi mangrove di wilayah Pantura Kalbar telah berulang kali kami lakukan. Pada 2006 lalu, MCF bersama kelompok pecinta alam Sakawana telah melakukan kegiatan penanaman mangrove di Desa Karimunting,” paparnya.

Yeni berkeyakinan, jika upaya penanaman mangrove di lakukan secara terus menerus dengan melibatkan masyarakat setempat, maka lambat laut kawasan konservasi mangrove akan terbentuk. Akar pohon mangrove dapat menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang, habitat baru ini dapat tumbuh meluas sehingga menjadi daratan baru.(go)

:

Kerusakan di persisir utara, kuat, kondisi alam. Men ghadap laut laut cina selatan.

Pemberdayaan masyarakat di sungai mas dak tak turun. Tambak terselamatkan.

Pesisir sei duri:

Bisa di rehibilatisai, tanah berpasir. Segera di tanami mangrove, 2006 karimunting, pertumbuhannya lamban. Harus kontinyu. Blok penahan ombak, tingkat keefektipan, untuk bertahan mangrove bisa membantu. Tapi tidak bisa kekal.

Khussus karimunting, mangrove yang cocok bakau rhizopora. Jarak penanaman 1x1 tatu 1x2 untuk konsercasi. Untuk 3x4 atau 4x4 kepentingan penataan. Agar tetap hidu, prlihara dan lakukan penyulaman.

Pemberdayaan masyarakat. Mereka harus tahu fungsi mangrove.

Sang Penyair Sufi

JALALUDDIN RUMI:

“Bagai roti dari Mesir sajakku. (Malam berlalu dan roti itu tak sempat termakan lagi olehmu)”.

Maulana Jalaluddin Muhammad Ibn Husain Balkhi Khurasani, dikenal dengan nama Rumi. Penyair Persia terbesar yang telah menghasilkan lebih dari tiga ribu kasidah dan lirik. Pada mulanya adalah seorang ulama dan penyiar agama.

Jalaluddin Rumi (1207-1273) lahir di Balkh (Afghanisthan). Dimasa kanak-kanak keluarganya pindah ke Baghdad, kemudian ke Konya (Turki). Rumi dibesarkan dalam keluarga dan masyarakat yang memberikan semangat keagamaan padanya. Rumi juga menyelesaikan pendidikan formal selama bertahun-tahun di Aleppo dan Damsyik, menjadi pengajar dan khatib di Konya.

Pada tahun 1244 Rumi mulai hidup sebagai mullah, seorang darwis pengembara bernama Syams Din At-Tabriz tiba-tiba datang dari ibukota Saljuq dan menarik perhatiannya karena tingkah lakunya yang ‘aneh’. Dalam diri darwis pengembara itu Rumi mendapatkan imaji yang sempurna tentang Yang Tercinta, yang selama ini dicarinya. Selama kurang lebih dua tahun keduanya tinggal tak terpisahkan, dan dimana Rumi belajar banyak darinya, seperti Musa yang bertemu Khidir.

Keharuan yang dalam karena pengalaman-pengalamannya dalam bergaul dengan sang darwis pengembara itu mengubah Rumi dari seorang alimyang tenang menjadi seorang penyair yang penuh haru gembira, yang sama sekali tak dapat menahan arus puisi yang berlimpah mengalir darinya.

Konon, Rumi menciptakan suatu tarian suci—sekarang lebih dikenal dengan tarian sufi—dengan berpusar-pusar melingkar, yang dilakukan oleh para darwis, diiringi bunyi seruling yang meratap dan suara genderang. Sementara Jalaluddin Rumi, di bawah pengaruh suasana yang penuh gairah dan mistik dari saat ke saat, tak hentinya mengucapkan sajak-sajak secara spontan tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Sebagai pengakuan terhadap orang yang telah mengilhaminya, seringkali Rumi menyebut nama Syams al-Din diakhir pengucapan sajak-sajaknya dalam kegandrungan spiritualnya. Tarian sufi Rumi diciptakan sebagai perlambang pencarian akan Kekasih yang hilang.

Rumi bukan penyair pertama yang menulis puisi mistis dalam sastra persia. Latar belakang keagamaannya yang kuat membukakan baginya kepustakaan yang luas diluar sastra dan puisi. Ia adalah ulama yang menguasai Al-Quran dan tafsirnya, hadist-hadist, dan hukum-hukum agama. Rumi juga akrab dengan ilmu-ilmu asing seperti filsafat dan sejarah, seperti yang terbias dalam kebanyakan puisinya.

Puisi karya Rumi tersimpan dalam Diwan Syams Tabrizi yang terdiri dari 35.000 sajak, Kitab sajak Matsnawi yang sekarang terdiri dari 6 jilid berisi hampir 26.000 sajak. Melalui karya-karyanya, sosok Rumi mendapat tempat khusus bagi pecinta puisi terutama dikalangan umat Islam.

Rumi, Dunia Mengakuinya

Maulana Jalaluddin Rumi dikenal tidak saja sebagai penyair-mistik, tapi juga sebagai tokoh humanis terbesar sepanjang masa. Ia lahir pada tahun 604 Hijriah (30 September 1207) di Kota Balkhan, salah satu kota kecil yang dulu merupakan bagian dari Provinsi Khurasan di Iran, dan kini telah menjadi bagian dari Afganistan.

Seorang ulama terkenal di Nishafur, Fariruddin Attar, penulis buku Mantiq at-Thair yang bercerita tentang sekelompok burung yang mencari tuhannya, pernah meramalkan bahwa pada suatu saat nanti Maulana Rumi akan menjadi orang terkenal. Ramalan ini menjadi kenyataan, kini siapa yang tidak pernah mengenal Rumi. Ia adalah tokoh humanis-toleran yang selalu menebarkan cinta kasih dan perdamaian untuk manusia.

UNESCO menetapkan tahun ini sebagai tahun Maulana Rumi. 6 September 2007 lalu, badan PBB itu merayakan kelahiran Rumi yang dihadiri oleh Dirjen UNESCO, Koichiro Matsura, dan tiga orang menteri yang mewakili Afghanistan, Iran, dan Turki.

Disusul kemudian Negeri para Mullah, Iran menggelar Konferensi Internasional peringatan Maulana Rumi pada 28-30 Oktober 2007. Dan pada 25 Oktober 2007 lalu, beberapa kedutaan untuk Indonesia seperti Iran dan Turki juga menggelar acara yang sama di Taman Ismail Marzuki.

Selama hidupnya, Rumi memiliki banyak guru yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan pengetahuan tahapan kenabian dan ketuhanan. Syamsi Tabriz adalah salah satu guru Rumi yang paling memberikan kesan dalam hatinya.

Syam adalah orang yang mengenalkan kepada Rumi tarian sufi, Sama’. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para darwis, orang-orang yang mempelajari ajaran sufi. Bagi Rumi, Tabriz adalah pembakar api, sedangkan Rumi sendiri sang penangkap api.

Pertemuan keduanya telah mengubah Rumi menjadi seorang tokoh mistik terbesar sepanjang sejarah. Maka untuk berterima kasih kepadanya (Syam), Rumi membuat bait-bait syair cinta yang dikumpulkannya dalam sebuah buku tebal berjudul Diwan-Syamsi-Tabriz.

Rabu, 21 Oktober 2009

Banjir di Jalan A YAni

Ikon Kota Pontianak "Kapal Bandong"

BKSNT Telusuri Dokumen Batas Malindo di Kalbar

Lisyawati: Versi Belanda dan Inggris Beda

PONTIANAK---Beberapa waktu lalu issu pergeseran patok batas di daerah perbatasan antara Malaysia-Indonesia (Malindo), di wilayah Kalimantan Barat sempat terdengar begitu santer. Masing-masing pihak mengklaim telah meletakkan batas negaranya secara benar. Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti otentik tentang perjanjian tapal batas, versi Pemerintahan Hindia Belanda dan Kerajaan Inggris.

Untuk menelusuri kebenaran dari dokumen penting yang ada, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKSNT) Pontianak melakukan penelitian khusus. Tidak tanggung-tanggung, penelusuran terhadap dokumen kuno ini dilakukan hingga ke Belanda. Di Negara Kincir Angin ini, tim BKSNT Pontianak berhasil memperoleh salinan naskah perjanjian lama tentang batas wilayah Malindo, versi Pemerintahan Hindia Belanda.

“Alhamdulillah, setelah meyakinkan pihak pemerintah Belanda, akhirnya kami diperkenankan membawa pulang salinan dari dokumen kuno yang berisikan perjanjian tentang batas wilayah antara Malaysia dan Indonesia,” kata Kepala Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak, Dra Lisyawati Nurcahyani MSi kepada Pontianak Post, Rabu (14/10) kemarin.

Mengapa harus ke Belanda? Berdasarkan catatan dan bukti-bukti yang ada, dulunya Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling lama di jajah oleh Belanda. Sebagai jajahan, kala itu banyak arsip-arsip penting milik Indonesia yang di bawa pulang oleh Pemerintah Hindia Belanda. Oleh pemerintah Belanda yang sekarang, arsip-arsip bernilai sejarah tinggi itu masih tersimpan dan terawat dengan baik di Tropen Museum, Arsip Nasional Belanda, KITLV dan lain sebagainya.

Dilihat dari aspek manfaatnya, penelitian yang dilakukan BKSNT Pontianak ke Belanda ini memiliki sangat berguna dalam mengetahui perkembangan politik, social, ekonomi dan budaya di Kalimantan Barat semasa jaman penjajahan Pemerintah Hindia Belanda. Runutan perkembangan sejarah Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat, terlihat jelas dalam sejumlah arsip tulisan penting antara pemerintah kerajaan dengan Belanda, karya tulis dari para penulis Belanda, peta wilayah Kalimantan versi Belanda serta pemberitaan di surat kabar, bulletin, majalah tentang sejarah tanah Kalimantan. “Mengingat begitu banyak data yang berhasil kami himpun dari pemerintah Belanda, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh kesimpulan tentang batas wilayah antara Malaysia dan Indonesia, versi Belanda,” ungkapnya.(go)

Bambu dan Tiang Beton Alternatif Pengganti Cerucuk

PONTIANAK—Hampir semua kegiatan pembangunan fisik di Kalimantan Barat menggunakan kayu cerucuk. Penggunaan kayu cerucuk terbanyak biasanya terdapat dalam pembangunan pondasi jalan dan rumah bertingkat. Tingginya permintaan akan kayu cerucuk ini berdampak buruk terhadap ketersediaan stok di alam. Jika hal ini terus di biarkan, maka keseimbangan ekosistem hutan pun akan menjadi terganggu karenanya.

Ditilik dari aspek teknis, pilihan penggunaan kayu cerucuk dalam penguatan pondasi jalan serta bangunan bertingkat lebih di karenakan sifat alaminya, yakni tahan lama dan tidak mudah melapuk. Selain itu, kayu cerucuk juga memiliki tinggat rekatan yang tinggi saat dibenamkan di dalam tanah.

Berdasarkan teori yang ada, semakin besar diameter kayu cerucuk yang di gunakan untuk pondasi jalan atau bangunan bertingkat, maka akan semakin besar kemampuan tahanan yang di dapat. Teori sederhana ini telah lama di terapkan dalam pembangunan pondasi Jalan A Yani II. Hal ini dibenarkan oleh Dekan Fakultas Teknik Untan, Ir H Syafaruddin, AS, MM.

Menurut dia, samapi saat ini sepertinya belum ada aturan khusus tentang penggunaan kayu cerucuk di Kalimantan Barat. Akibatnya, kayu cerucuk yang diambil dari dalam hutan tidak memiliki standar diameter khusus. Tindakan pengambilan katu cerucuk tersebut mungkin dipicu oleh adanya pemikiran singkat tentang masih cukup banyaknya stok cerucuk di hutan Kalimantan Barat. Cara pandang yang demikian harus segera di luruskan. “Untuk menguragi tingginya pemakaian cerucu, ada baiknya para pelaksana pekerjaan menggunakan bambu atau tiang beton,” sarannya.

Penggunaan bambu sebagai pondasi bangunan memang sedikit rentan. Pasalnya, bambu kurang memiliki daya rekat dengan tanah. Bagian liar bambu yang licin adalah penyebabnya. Untuk menyiasatinya, bagian luar bambu yang licin harus di buat tatahan yang mengarah ke bagian atas. Selain itu, bambu yang di gunakan untuk pondasi banguna hendaknya berdiameter besar.

Alternatif pengganti lain adalah dengan menggunakan tiang beton. Secara ekonomis, penggunaan tiang beton memang mahal. Harga itu tentu sebanding dengan kekuatan tahanan yang di tawarkan. Penggunaan tiang beton telah lama di terapkan dalam proyek-proyek pembangunan berskala besar. Dalam pembangunan landas pacu di Air Port Cengkareng, Jakarta, misalnya.

Cara kerja dari pondasi cakar ayam ini adalah menahan bobot beban bangunan dari satu titik, kemudian disebarkan merata keseluruh permukaan tapak bawah, dengan menghitung daya dukung tanah, berbanding beban yang ditanggung secara tepat dan efisien. Dengan tehnik ini, banyak sekali menghemat bahan bangunan, dan terutama waktu pengerjaannya menjadi sangat cepat.

Penggunaan pondasi cakar ayam dalam pembangunan juga mendatangkan multiplier fffect bagi sejumlah pihak. Dengan meningkatnya penggunaan tiang beton, maka akan peluang usaha pembuatan tiang beton pun akan semakin terbuka. Hal ini secara tidak langsung akan menyerap banyak tenaga kerja. “Agar hasilnya tidak mengecewakan, produk tiang beton harus memenuhi standar produksi yang berlaku,” imbuhnya.(go)

Hentikan Penebangan Cerucuk Secara Liar

PONTIANAK---Aksi penebangan kayu cerucuk secara liar harus di hentikan. Jika di biarkan, kegiatan itu akan merusak keseimbangan eksositem hutan. Fakta juga membuktikan bahwa penebangan cerucuk yang tidak terkendali berdampak pada terjadinya banjir, tanah longsor, hilangnya kesuburan tanah dan terputusnya mata rantai regenerasi hutan.

Demikian di ungkapkan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Prof Dr Ir H Abdurrani Muin MS. Menurutnya, cerucuk merupakan cikal bakal dari tumbuhnya pohon besar. Untuk bisa tumbuh besar, cerucuk memerlukan waktu puluhan tahun. Jika penebangan cerucuk terus dilakukan dengan tanpa perhitungan, maka dapat dipastikan pepohonan di hutan akan musnah. Dan ini tentu sangat tidak baik bagi keseimbangan alam.

Kayu cerucuk sebenarnya aman untuk di gunakan asalkan ditebang sesuai dengan aturan. Kayu cerucuk yang boleh di tebang adalah kayu cerucuk yang hidup di bawah rindangan pohon indukan. Sangat tidak disarankan untuk menebang kayu cerucuk yang hidup tanpa ada pohon indukan. “Pohon indukan itu berfungsi sebagai produsen bibit cerucuk. Buahnya yang jatuh ketanah merupakan cikal bakal dari tumbuhnya tanaman baru. Bila pohon indukan di tebang, maka putuslah daur hidup tanaman di hutan,” ujar Abdurrani.

Di wilayah Kalimantan, umumnya jenis kayu cerucuk yang sering di manfaatkan bagi pembangunan jenisnya adalah Bintangor. Tanaman ini banyak di temukan di hutan rawa bergambut. Jika di klasifikasikan, umumnya kayu cerucuk yang di tebang berdiameter 10-20 sentimeter (Pole) dan 5-10 sentimeter (Sapling).

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, cerucuk yang banyak di gunakan masuk dalam katagori Pole. Tapi itu tidak murni Pole. Sebab, dilapangan masih banyak ditemukan penggunaan kayu cerucuk berukuran kurang dari 10 sentimeter.

Bagaimana dengan penggunaan bambu sebagai pengganti kayu cerucuk dalam kegiatan pembangunan? Pilihan itu, kata Abdurrani, sangatlah tepat. Selain harganya murah, bambu juga mudah di dapat. Lagi pula, di lihat dari siklus tumbuhnya, bambu terbilang tanaman yang mudah untuk tumbuh dan berkembang. Bambu itu tumbuhnya dengan cara bertunas. “Utuk mengetahu sejauh mana tingkat kekuatan tahanan yang dimiliki bambu dan jenis bambu seperti apa yang baik untuk kepentingan pondasi, jawabannya hanya bisa di peroleh melalui penelitian khusus,” terangnya.(go)

Selasa, 20 Oktober 2009

Kreatifitas Fajarrudin, Si Polisi Bersepeda

Tanpa terasa telah setahun Bribka Fajarrudin menjalankan tugasnya dengan bersepeda. sebagai Tidak seperti pengguna sepeda kebanyakan, anggota Polsek Pontianak Barat ini ternyata mengemban tugas khusus, yakni mensosialisasikan himbauan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Hal apa yang mendasari dia untuk bersepeda ria?

Catatan Pringgo--Pontianak


SUASANA jalan di kawasan Komyos Sudarso pagi itu terlihat ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor. Disela deru mesin kendaraan yang melintasi jalan raya, seorang anggota polisi terlihat asyik mengayuh sepeda. Penampilan polisi yang satu ini sedikit nyentrik.

Selain mengenakan perlengkapan shefty riding khusus untuk pengendara sepeda, dia juga memasang papan kecil di belakang sadel sepedanya. Papan kecil tersebut bertuliskan sejumlah himbauan kamtibmas. Adalah Fajaruddin, polisi bersepeda anggota Polsek Pontianak Barat. Polisi bertubuh kecil ini mengaku senang bersepeda karena memiliki beberapa alasan khusus.

Menurut lelaki yang akrab disapa Fajar ini, dengan bersepeda tiap hari maka nafas akan bertambah lebih panjang di bandingkan mereka yang tidak bersepeda. Bersepeda secara rutin dapat pula mengurangi resiko serangan jantung, menyehatkan paru-paru, meminimalisir terjadinya tekanan darah tinggi, serta diabetes.

Bagi mereka yang ingin memiliki berat badan yang ideal, bersepeda dapat dijadikan salah satu program untuk mengurangi berat badan. Dengan bersepeda, tubuh akan membakar energy yang dihasilkan dari makanan berlemak yang di konsumsi sehari-hari. “Hanya dengan 15 menit bersepeda dari rumah ke kantor kita selama 5 – 6 kali dalam seminggu, maka kita telah berhasil mengurangi berat badan,” ujarnya.

Disamping menyehatkan bagi diri sendiri, aktifitas bersepeda yang dilakukan Fajar ternyata sarat akan pesan moral. Bagaimana tidak, sejumlah himbauan kantibmas yang di sampaikannya melalui tulisan di papan kecil ternyata mampu mencuri perhatian warga. Lihat saja himbauan kantibmas yang berbunyi “saat anda meninggalkan rumah, periksalah kompor dan listrik, kunci pintu dan jendela rumah walau hanya sebentar demi keamanan dan kenyamanan kita bersama”. Isi pesan sederhana ini terasa begitu mengena. Penyampaiannya yang dilakukan melalui cara bersepeda terbilang sangat efektif dan efesien.

Dalam menjalani tugasnya sebagai anggota polisi bersepeda, mulanya Fajar banyak mendapat kritikan pedas dari rekan-rekannya. Mereka beranggapan bahwa aksi Fajar yang gemar bersepeda itu hanya mencari sensasi belaka. “Jujur, awalnya saya sempat merasa sedih. Namun seiring berjalannya waktu, rasa sedih itu pun sirna dan berganti kebahagiaan,” terangnnya.

Disebut kebahagiaan karena seluruh anggota keluarganya mendukung penuh aktivitasnya sebagai polisi bersepeda. Atas kreatifitas serta dedikasinya yang tinggi dalam menjalankan tugas, Fajar beberapa kali mendapat penghargaan dari sejumlah pejabat tinggi daerah. Kapoltabes Pontianak berkenan memberikan penghargaan serta sebuah sepeda. Hadiah yang sama juga disampaikan Wakil Walikota Pontianak.

Ketika di tanya soal harapan dari kerja yang dilakukan, dengan penuh semangat Fajar berkeinginan Polda Kalbar bisa membentuk satuan khusus bersepeda. Satuan ini nantinya bertugas menjaga kantibmas di lingkungan perumahan penduduk yang letaknya sulit untuk di jangkau dengan kendaraan roda empat atau dua. “Dengan bersepeda, anggaran pembelian BBM untuk kendaran patroli tentu bisa di hemat. Selain itu, kesehatan para anggota polisi juga terjaga dengan baik,” jelasnya.


Keuntungan Berhenti Merokok Bagi Penderita TB:

  1. Nafas akan terasa lebih lega.
  2. Kadar oksigen dalam darah akan meningkat.
  3. Terasa lebih bergairah dan segar.
  4. Setelah beberapa hari, daya penciuman akan meningkat dari sebelumnya.
  5. Setelah beberapa bulan, batuk dan kelelahan yang sebelumnya dirasakan perokok akan berkurang.
  6. Setelah 5-10 tahun, risiko terserang stroke berkurang.
  7. Anak dan isteri tidak akan terkena dampak buruk dari asap rokok.
  8. Anda akan menjadi teladan yang baik bagi anak-anak jika berhenti merokok.


Cara Mengendalikan Hasrat Merokok:
  1. Singkirkan asbak, korek api, dan bersihkan rumah dari bau rokok.
  2. Hindari situasi, waktu, dan tempat-tempat yang dapat menimbulkan keinginan untuk merokok.
  3. Bergaul dengan orang-orang yang tidak merokok.
  4. Sibukkan diri anda dengan aktifitas pekerjaan atau mengembangkan hobi.
  5. Mintalah orang terdekat untuk selalu mengingatkan bahwa anda sedang berusaha untuk berhenti merokok.
  6. Tariklah napas dalam-dalam dan keluarkan secara perlahan untuk mengurangi keinginan tersebut.
  7. Bila gangguan untuk berhenti merokok muncul dari orang lain, katakan saja, “dokter telah menganjurkan saya untuk berhenti merokok, karena rokok telah mengganggu kesehatan saya, atau saya sedang berusaha untuk berhenti merokok.”

Pola Hidup Tidak Sehat Memicu Munculnya TB

Catur Dasawarsa UP4 (1969-2009)

PONTIANAK---Kepala UP4 Kalbar, dr Hj Atiek Sumardianti Soemastro, MPH mengatakan salah satu pemicu munculnya Tuberculosa (TB) adalah dijalaninya pola hidup tidak sehat. Penderita TB bisa datang dari golongan ekonomi lemah atau yang sudah mapan.Selain menyerang orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah, TB juga bisa menyerang anak-anak.

TB umumnya disebabkan oleh bakteri bernama mycobacterium tuberculosis. Gejala-gejala penderita TB diantaranya batuk-batuk, sakit dada, nafas pendek, hilang nafsu makan, berat badan turun, demam, kedinginan, dan kelelahan. Transmisi bakteri tuberculosis biasanya melalui inhalasi, misalnya penularan dengan dahak penderita TB, dan lewat kulit.

Beberapa diagnosa kasus TB diantaranya tes tuberculin di kulit, identifikasi bakteria di sputum (dahak), dan rontgen paru-paru. Tujuan pengobatan bagi penderita TB diantarnya menyembuhkan, mencegah kematian, mencegah relapse (kambuh lagi), dan mencegah penyebaran penyakit. Pada tahun 2005 dikatakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk dunia terinfeksi bakteri TB.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan semua negara, khususnya di Afrika dan Asia, mengadopsi program bernama “Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS)”. DOTS menganjurkan orang sehat untuk memonitor pasien, meyakinkan pasien mrngikuti proses pengobatan secara lengkap. Di Indonesia, program ini dinamakan Pengawas Menelan Obat ( PMO).

Berdasarkan laporan tahunan kegiatan UP4 Kalbar, bulan Januari sampai dengan Desember 2007 dan 2008, jumlah penderita TB baru di tahun 2007 mencapai 1.318 orang. Angka ini naik beberapa kali lipat menjadi 6.747 orang pada tahun 2008. Untuk penderita TB lama, di tahun 2007 jumlahnya mencapai 3.360 orang. Di tahun 2008, angka ini naik menjadi 4.663 orang. Total kasus TB di tahun 2007 adalah 4.678. Jumlah ini melonjak menjadi 11.410 orang pada 2008.

Tingginya kasus TB di UP4 Kalbar dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya karena UP4 Kalbar memiliki jangkauan pelayanan yang meliputi seluruh kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. UP4 menerima rujukan dari sekitar 65% kabupaten/kota, meskipun terbanyak masih berasal dari kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak. “Rujukan tersebut berasal dari puskesmas, dokter praktek swasta dan rumah sakit pemerintah dan swasta untuk berbagai kasus paru paru,” terang Atiek.

Kasus terbanyak yang ditangani UP4 adalah TB, Asma Bronkhiale, ISPA, Pneumonia dan penyakit paru paru lain, seperti tumor/CA dan COPD dan lain sebagainya. Khusus untuk TB, dengan BTA positif, menyumbangkan sekitar 37%-40% dari total BTA positif kota Pontianak.

UP4 Kalbar pertama kali di operasikan pada tahun 1963 dengan nama Balai Penyakit Paru-Paru Provinsi (BP4) Kalbar. UP4 Kalbar ini berdiri atas gagasan dari dr Muherman Harun, yang kini dikenal sebagai salah seorang pakar penyakit paru-paru Indonesia. Saat ini, UP4 Kalbar didukung oleh 3 dokter umum, 1 dokter spesialis PTT, 11 perawat, 2 analis, 1 petugas gizi, 2 orang penata rontgen (1 orang magang ), dan 1 elektromedik. Pelayanan yang dapat diberikan adalah pelayanan paru paru dasar dan spesialistik terbatas kepada pasien umum, Askes, Askeskin, Jamkesmas, Pemeriksaan kesehatan bagi calon Polisi, PNS, Calon Haji, serta Tenaga Kerja Indonesia yang akan keluar negeri terutama untuk radiologi dan laboratorium. “Pelayanan yang kami diberikan mungkin belum maksimal. Ini semua karena keterbatasan tenaga terutama kualifikasinya, serta keterbatasan sarana dan dana. Sebagai Balai Kesehatan Masyarakat, maka UP4 seharusnya melaksanakan kegiatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Tetapi karena masih terbatasnya tenaga dan sarana maka kegiatan utama masih bersifat kuratif, dan promotif, terutama untuk TB dan Asma,” papar Atiek.

Dalam menjalankan fungsinya, UP4 Kalbar selalu bermitra dengan berbagai pihak, seperti PPTI untuk kegiatan yang bersifat promotif, dengan Polda Kalbar, PJTKU Universitas Tanjungpura Fakultas Kedokteran, dan lain sebagainya. Untuk menjalin hubungan kemitraan yang lebih erat lagi, UP4 Kalbar berencana membuka pusat studi paru.

Pembukaan layanan pusat studi paru ini sangatlah penting mengingat masih tingginya angka penderita Tuberculosa (TB) di Kalbar. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2008 jumlah penderita TB baru mencapai 6.747 orang. Angka ini belum termasuk jumlah penderita TB lama yang jumlahnya mencapai 4.663 orang. “Dengan di jadikannya UP4 Kalbar sebagai pusat studi paru, kami yakin pengetahuan masyarakat, khususnya para calon dokter di Fakultas Kedokteran Untan, bertambah luas,” kata Kepala TU UP4 Kalbar, Hamdi S. Bafiroes SH.Mkes menambahkan.

Untuk menuju terwujudnya cita-cita tersebut, saat ini UP4 Kalbar tengah berupaya melakukan perbaikan sarana dan prasarana. Langkah strategik ini dilakukan demi memperlancar kegiatan transfer ilmu pengetahun. Sumber dana UP4 sampai saat ini berasal dari APBD Kalbar dengan jumlah yang masih sangat terbatas. Untuk operasional, termasuk obat dan penunjang medis, pada tahun 2008 UP4 Kalbar mendapat bantuan Rp 860.000.000. Sumber dana lain yang diperoleh UP4 Kalbar adalah dari ASKES, dan bantuan dari GF ATM. Bantuan dana itu digunakan untuk kegiatan laboratorium.(go)

Tembakau Tewaskan Sepertiga Hingga Separuh Perokok

PONTIANAK-- World Lung Foundation and American Cancer Society dalam Tobacco Atlas menyebutkan tembakau bertanggung jawab atas satu dari 10 kematian di seluruh dunia. Rata-rata perokok meninggal 15 tahun lebih dini dibandingkan mereka yang tidak merokok. Pada 2010, diperkirakan enam juta orang akan meninggal karena rokok.

Beberaa penyebab utama dari meninggalnya para perokok antara lain menderita penyakit kanker, jantung, bengkak pada paru-paru karena pembuluh darahnya kemasukan udara dan penyakit lain. Tembakau menewaskan sepertiga sampai separuh orang yang merokok.

Seperti di ungkapkan Dr Muherman Harun, seorang pakar ahli paru-paru Indonesia, di acara Simposium Bunga Rampai Penyakit Paru-Paru, Sabtu (17/10) kemarin, risiko kematian akibat kanker paru-paru lebih dari 23 kali lebih besar pada pria yang merokok dibandingkan dengan yang tidak merokok dan 13 kali lebih tinggi pada perempuan yang merokok.

Saat ini, kata Muherman, hampir seperempat pemuda mengaku telah mencicipi rokok untuk pertama kalinya saat mereka sebelum usia 10 tahun. Sebanyak 50 juta anak di China, kebanyakan anak laki, di perkirakan meninggal dalam usia muda akibat penyakit yang berkaitan dengan tembakau. “Generasi muda adalah pangsa pasar produktif bagi para produsen rokok,” terang Muherman ketika mengupas buku berjudul Tembakau Ancaman Global.

Buku karya John Crofton dan David Simpson ini di luncurkan di Indonesia pada peringatan Hari Tembakau Sedunia, 31 Mei 2009. Buku tersebut di bagikan gratis kepada 50 peserta pertama Simposium Bunga Rampai Penyakit Paru-Paru.yang membawa undangan. Dijelaskan oleh Muherman, rokok itu tidak ubahnya narkoba. Keduanya sama-sama mampu menimbulkan efek ketergantungan yang tinggi.

Muherman juga mengatakan kebiasaan merokok bisa memperburuk gejala Tuberculosa (TB). Demikian juga dengan perokok pasif yang mengisap asap rokok, akan lebih mudah terinfeksi kuman TB karena asap rokok berdampak buruk pada daya tahan paru terhadap bakteri.

Terkait mengenai fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan rokok, secara pribadi Muherman mendukung penuh. Sikap tegas MUI tersebut sangat tepat karena dampak negative dari merokok sangatlah besar. Selain merusak kesehatan tubuh, rokok juga mendorong orang untuk berpola hidup boros dan konsumtif. Dan ini tentu saja tidak sesuai dengan ajaran agama manapun.(go)

UP4 Berdiri Atas Rasa Kepeduilian Sosial

PONTIANAK—Kiprah Unit Pengobatan Paru-Paru (UP4) Kalimantan Barat kini telah semakin maju. Jika dulunya UP4 mendapat julukan sebagai tempat pemberantasan penyakit Tubercolusa (TB), kini sebutannya telah berlaih menjadi rumah menyembuhan bagi para penderita TB. “TB itu dapat di sembuhkan,” kata dr Muherman Harun, pendiri UP4 Kalbar.

Keyakinan akan kesembuhan dari penyakit TB ini disampaikannya kepada para unsur pimpinan serta para medis di UP4 Kalbar, Kamis (15/10) kemarin. Kunjungannya ke UP4 ini terkait dengan nostalgia pendirian UP4, 48 tahun yang silam. Disana, Muherman bertemu kangen dengan empat sahabat dan rekan kerja lamanya. Mereka itu adalah Tamrin, mantan Kepala TU di UP4 Kalbar; M Yusuf, staf administrasi di UP4; Hj Hasyiah selaku perawat dan MTh Kilar selaku perawat.

Dijelaskan, penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Seiring dengan kemajuan teknologi pengobatan, TB bisa disembuhkan. Caranya adalah dengan berobat secara teratur minimal enam bulan, di Puskesmas atau di UP4 Kalbar.

“Untuk memastikan seseorang menderita TB atau tidak, diperlukan tindakan diagnosis khusus, seperti anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya; pemeriksaan fisik; pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak); pemeriksaan patologi anatomi (PA); rontgen dada (thorax photo) serta uji tuberculin,” terang pria yang lahir di Bogor, 78 tahun yang lalu ini.

Muherman ingat benar ketika UP4 Kalbar pertama kali berdiri. Ketika itu, peralatannya masih sangat sederhana. Di kisahkan, awalnya UP4 dibangun atas sumbangan dari para donatur yang di kumpulkan Komando Daerah Perbatasan (KOPEDASAN). Besaran sumbangan yang diterima kala itu mencapai Rp 61 juta. Oleh Muherman, dana tersebut di gunakan untuk membangun gedung UP4 dan membeli alat kelengkapkan kesehatan. “UP4 dulu didirikan diatas lahan satu hektar di Gang Budiman yang kini dikenal sebagai Jalan K.S. Tubun,” terangnya penuh semangat.

Penjelasan Muherman itu di benarkan oleh Kepala UP4 Kalbar, dr Hj Atiek Sumardianti Soemastro, MPH. Dikatakan olehnya, kondisi bangunan UIP4 Kalbar saat ini terbilang cukup baik, meski di sejumlah ruangan atap dan langit-langitnya bocor. Berdasarkan hasil analisa dari ahli bangunan, beberapa bagian atap banguna sudah banyak yang termakan rayap. “Meski kondisi fisiknya sudah sangat memerlukan pemugaran, namun kami tetap memberikan layanan terbaik kepada pasien,” jelas Atiek.

Berdasarkan laporan tahunan kegiatan UP4 Kalbar, bulan januari samapi dengan Desember 2007 dan 2008, jumlah penderita TB baru di tahun 2007 mencapai 1.318 orang. Angka ini naik beberapa kali lipat menjadi 6.747 orang pada tahun 2008. Untuk penderita TB lama, di tahun 2007 jumlahnya mencapai 3.360 orang. Di tahun 2008, angka ini naik menjadi 4.663 orang. “Total kasus TB yang kami tangani di tahun 2007 adalah 4.678. Jumlah ini melonjak menjadi 11.410 orang pada 2008,” paparnya.(go)

Harga LPG Naik Bertahap

PONTIANAK--- Sales Area Manager PT Pertamina (Persero) Unit Pemasaran VI Pontianak, Ibnu Chouldum, memastikan kenaikan harga LPG (Liquified Petroleum Gas) akan dilakukan secara bertahap. Tindakan ini ditembuh guna menghindari keterkejutan pasar. “Kebijakan ini efektif berlaku sejak 10 Oktober lalu,” katanya.

Untuk LPG kemasan 12 kg, harga barunya kini Rp 7.701 per kilogram atau Rp 92.412 per tabung. Kenaikan harga yang sama juga berlaku untuk LPG kemasan 50 kg, dimana harga barunya kini adalah Rp 9.214 per kilogram atau Rp 460.700 per tabung. Adanya kenaikan harga Rp100 per kilogram ini merupakan dampak dari penyesuaian terhadap kenaikan harga pasar bahan baku LPG.

Dengan diberlakukannya harga baru ini Pertamina berharap dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi konsumen. Khusus LPG kemasan 3 kg, untuk sementara waktu Pertamina belum melakukan perubahan harga. Kebijakan ini ditempuh karena LPG kemasan 3 kilogram memang di peruntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu. “Kami juga ingin menyampaikan seruan moral kepada para konsumen LPG kemasan 12 kilogram untuk tidak beralih ke LPG kemasan 3 kilogram. LPG kemasan 3 kilogram khusus diperuntukkan pemerintah untuk masyarakat miskin,” terangnya.

Meski harga LPG kini naik Rp100 per kilogram, namun sejumlah warga yang di temui Pontianak Post di lapangan mengaku tidak mengetahuinya. Mereka merasa kenaikan harga LPG tersebut tidak berdampak besar terhadap pengeluaran rutinnya. “Jujur saya malah baru tahu sekarang jika harga LPG naik. Kenaikan itu bagi saya tidak terasa sama sekali,” kata Sundari Nilasari, salah seorang ibu rumahtangga.

Tanggapan serupa juga di sampaikan oleh Reni Kusumawati. Perempuan yang kesehariannya berprofesi sebagai guru ini mengaku tidak ada yang berubah saat membeli LPG kemasan 12 kilogram. “Saya hanya bisa berharap agar pemerintah dapat terus mempertahankan strategi positif ini demi menghindari terjadinya gejolak pasar. Dan satu lagi, Pertamina harus menjamin stok LPG di pasaran selalu cukup,” imbuhnya.(go)

Harga Emas Dunia Tidak Berpengaruh Pasar Lokal

Kenaikan harga emas dunia ternyata tidak menunjukkan pergerakan positif terhadap harga emas di pasar local. Idealnya, apabila harga emas di pasar dunia kini diatas 1.050 dolar AS per troy once (1 troy once sama dengan 33,1 gram) maka idealnya harga emas di pasar dalam negeri harus diatas Rp 316.000. “Untuk pasar lokal, harga emas sekarang hanya Rp 313.000 per gram,” terang Pimpinan Perum Pegadaian Cabang Pasar Mawar, Andi Ibrahim.

Masih rendahnya penghargaan emas di level local itu juga di pengaruhi oleh naik-turunnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Berdasarkan pengalaman yang ada, setiap kali nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika bergeser 100 poin, maka harga emas juga ikut bergeser 3000 per gram. Fluktuasinya harga emas di pasar local tentu saja menjadi perhatian serius dari Pegadaian.

Dikatakan Andi, jika harga emas naik maka secara otomatis nilai taksiran emas di Pegadaian pun akan ikut naik pula. Kondisi yang demikian tentu saja berdampak pada naiknya omset Pegadaian. Selain di hadapkan dengan perubahan nilai tukar rupiah yang berimbas pula pada perubahan harga emas di pasar dunia dan local, Pegadaian juga mendapat tantangan dari munculnya produk-produk perbankan dan lembaga-lembaga penyalur kredit lain.

Persaingan dalam penyaluran kredit untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sekarang ini terasa begitu kompleks. Selain memberi kemudahan dalam pengurusan kredit, sejumlah perusahaan kredit juga menawarkan bunga angsuran yang kompetitif. “Tantangan bisnis seperti ini mau tidak mau harus kami hadapi. Munculnya pesaing bisnis merupakan cambung bagi kami dalam meningkatkan mutu pelayanan,” terangnya.(go)

Sepenggal Kisah Dibalik Serangan Demam Berdarah Dengue

Demam Itu Mengiringi Kepulangan Cahaya Mataku

Satu persatu korban dari gigitan maut nyamuk Aedes Agepty mulai berjatuhan. Puluhan bahkan mungkin ratusan korbannya kini terbaring lemas tak berdaya di sejumlah rumah sakit. Yang lebih memilukan lagi, beberapa dari mereka meninggal dunia akibat tak kuasa menahan keganasan virus Dengue. Seperti apa kisah dibalik serangan DBD ini, berikut ceritanya.


Catatan Pringgo—Pontianak


SEJAK beberapa hari terakhir ini Anwar Teddy terlihat murung. Pikirannya menerawang jauh ketika mendengar kabar bahwa Demam Berdarah Dengue kini mulai merebak di kota Pontianak. Ingatannya seolah kembali ke peristiwa pilu yang terjadi di pecan pertama, November 2008 silam. Ketika itu almarhum Eka Indriani Putri (10), putri sulungnya, terbaring lemas karena mengalami demam yang cukup tinggi.

Masih segar dalam ingatan Anwar saat pertama kali cahaya matanya mengeluh sakit. Kepada dirinya, almarhum mengatakan bahwa bagian ulu hatinya terasa sakit bukan kepalang. Kepala terasa pusing dan sulit buang air kecil. Selang beberapa jam kemudian, demam tinggi pun menyerang. Mendengar keluhan yang demikian, Anwar bersama istrinya, Lusiyana, berupaya untuk memberi pertolongan pertama dengan membawanya ke dokter.

Setelah menjalani pemeriksaan, dokter pun mengatakan bahwa Eka hanya mengalami demam biasa. Sebelum pulang berobat, dokter berpesan agar segera membawa kembali Eka jika dalam dua atau tiga hari demamnya tidak turun. “Ucapan dokter waktu itu sem-pat membuat hati kami sekeluarga lega. Resep obat yang diberikan dokter pun kami tebus dengan satu harapan, Eka bisa segera sembuh,” tuturnya haru.

Selang dua hari kemudian, kesehatan Eka berangsur pulih. Demam tingginya mulai mereda. Pada satu malam, mendadak Eka mengalami kejang. Khawatir akan keselamatan si buah hati, Anwar pun bergegas membawa Eka untuk berobat. Sayang, usahanya itu tidak berhasil. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Eka menghembuskan nafas terakhirnya. Tak ayal lagi, tangis pilu pun langsung membahana. “Kami sekeluarga hanya bisa menangisi kepergian Eka,” ungkap Anwar dengan mata berkaca-kaca.

Sepeninggal putri tercintanya, Anwar sekeluarga merasa sangat kehilangan. Masih terngiang di telinganya tawa canda Eka saat asyik bermain dengan Mahendra dan Riho, dua putranya yang lain. “Saya tak habis pikir, dimana kira-kira Eka terkena gigitan nyamuk demam berdarah. Kalau di rumah, rasanya hampir tidak mungkin. Pasalnya, saya sering menaburkan serbuk abate di tempat penampungan air dan selalu menyalakan racun nyamuk bakar di pagi dan malam hari,” paparnya.

Dilihat dari sifat hidup nyamuk Aedes aegypti yang senang berkembang biak di tempat penampungan air yang bersih, Anwar menduga Eka terkena gigitan nyamuk mematikan itu saat sedang bermain di luar rumah. Di alam terbuka, serangan nyamuk hitam putih itu tentu saja dapat terjadi sewaktu-waktu.

Kuat dugaan, nyamuk elit tersebut berkembang biak secara bebas di tempat penampungan air yang ada di rumah-rumah walet. Maklum, sejak beberapa tahun terakhir pertambahan rumah walet di kota Pontianak terasa sangat pesat. Rumah walet menjadi surganya nyamuk Aedes aegypti karena suhu udara disana lembab, gelap dan terdapat genangan air bersih. “Terlepas dugaan ini benar atau tidak, sepertinya sudah saatnya pemerintah kota Pontianak melakukan penertiban rumah walet,” sarannya.

Selain memberantas jentik dan nyamuk Aedes aegypti yang disinyalir kuat bersarang di rumah walet, Anwar juga menyarankan kepada masyarakat luas untuk aktif melakukan gerakan 3M Plus, yakni menutup wadah penampungan air, mengubur atau membakar barangbarang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di penampungan air. Agar lebih sempurna, gunakan racun anti nyamuk oles setiap kali akan beraktivitas di ruangan terbuka. “Jangan lupa, taburkan bubuk abate di setiap tempat penampungan air bersih,” sarannya.(*)

Resettlement Pengungsian Kalimas 1969-2009 (habis)

Berhasil di Kalimas, Liu Liang Kit Enggan Pulang ke Monterado

Liu Liang Kit kini sudah tidak lagi muda. Di usia senjanya, dia telah hidup dengan tenteram di Kalimas. Baginya, Kalimas merupakan surga. Hutan belantara yang dulunya terasa begitu menyeramkan, kini telah berubah menjadi sebuah perkampungan yang amat menyenangkan. Seperti apa perjuangan hidupnya di Resettlement Pengungsian Kalimas?


Catatan Pringgo—Kalimas


MULANYA Liu merasa sedikit enggan untuk berbagi cerita tentang pengalaman hidupnya di kompleks Kasih Kalimas. Dia beranggapan hal itu tidaklah penting untuk di ketahui. Menurutnya, cukup istri dan anak-anak saja yang tahu kisah perjalanan hidupnya di tanah rantau, Kalimas.

Namun semua menjadi lain manakala Dr Muherman Harun dan istri tercintanya datang menemui Lui di Kalimas, Jumat (16/10) lalu. Dengan penuh rasa haru, Liu menyalami tokoh pendiri sekaligus pengagas proyek Kasih Kalimas tersebut. Saat diminta menceritakan kisah hidupnya selama di Kalimas oleh Muherman, Liu pun dengan senang hati mau bercerita.

Dikisahkan, sebelum mengikuti program Kasih Kalimas, Liu muda sempat tinggal selama dua tahun di barak pengungsian di Singkawang. Oleh orangtuanya, Liu diminta untuk melanjutkan sekolah ke Pontianak. Anjuran dari kedua orangtuanya itu ternyata hanya bisa di jalani selama tiga bulan saja. Selebihnya, Liu memilih untuk mengadu nasib di Kalimas. Keputusan yang berani ini dia ambil pada tahun 1970.

Seperti kebanyakan pengungsi Tionghoa lainnya, Liu yang pada saat itu masih hidup membujang berhasil menemukan tambatan hati di Kalimas. Kepada istri tercintanya, Liu berjanji akan memberikan kebahagiaan di tanah penuh harapan, Kalimas. Jalan menuju terwujudnya janji itu ternyata sangat panjang dan berliku. Perjalanan hidup Liu yang semula terasa ringan, kian lama terasa cukup berat. Beban hidup terasa begitu sulit ketika satu persatu cahaya matanya lahir.

“Hati ini terasa sedih jika mengingat masa-masa sulit itu. Ketika anak sakit, saya harus pergi membawanya ke rumah mantri kesehatan yang kala itu jaraknya cukup jauh. Untuk sampai ke sana butuh perjuangan berat. Maklum, akses transportasi yang ada kala itu hanya sampan kayuh,” tutur lelaki asal Monterado ini.

Cobaan yang di hadapi Liu tidak berhenti sampai disitu saja. Ketika musim tanam tiba, ladang pertaniannya sempat terendam air pasang. Bila sudah begini, jadwal tanam pun menjadi tertunda. Bagi kaum tani, kondisi yang demikian jelas merupakan sebuah kerugian yang cukup besar. Agenda tanam yang harusnya bisa dua atau tiga kali tanam dalam setahun, semua berubah. Dalam setahun, terkadang Liu hanya bisa bercocok tanam satu atau dua kali saja.

Belajar dari pengalaman yang ada, Liu pun berupaya mengatur pola tanam dengan lebih memperhatikan factor iklim serta perubahan cuaca. Hasilnya ternyata sangat menggembirakan. Secara bertahap hasil panen padi serta sayur mayur menjadi bertambah banyak. “Kegagalan dalam bercocok tanam di musim lalu ternyata menjadi guru bagi saya. Melalui pola tanam yang terencana, akhirnya saya bisa berhasil,” ungkapnya bahagia.

Kini kehidupan ekonomi Liu telah berubah. Liu yang dulu hidup susah sekarang bisa tersenyum gembira. Anak-anak sekarang telah bisa hidup mandiri. Rumah pemberian pemerintah yang dulunya beratap dan berdinding daun nipah sekarang telah lebih permanent. Jalan aspal yang dulu pernah di impi-impikan sekarang telah terbentang mulus di depan mata. Kebahagiaan hati terasa lebih lengkap manakala layanan listri dari PLN bisa di nikmati oleh warga Kalimas. “Dulu, apabila hendak pergi ke Sungai Jawi, kami harus berkayuh sampai sampai setengah hari lamanya. Keadaan terasa semakin sulit manakala air sungai surut. Bila sudah demikian, kami pun tidak bisa mudik ke kampung,” kenang Liu.

Ketika Dr Muherman Harun menawarkan kepada Liu untuk pulang ke Monterado, kampung halamannya, dengan berat hati Liu pun menolak. Alasannya sangat sederhana, yakni Liu telah jatuh hati dengan Kalimas. Kalau pun Liu berkunjung ke Monterado, disana dia tentu banyak menemui wajah-wajah baru yang tidak di kenalinya. “Lebih baik disini, di Kalimas,” imbuhnya sembari tersenyum.

Resettlement Pengungsian Kalimas 1969-2009 (bagian 2)

Jodoh dan Rejeki Lim Tiam Luk Ada di Kalimas

Siapa yang mengangka jika kompleks proyek Kasih Kalimas sekarang berjalan dengan sukses. Berkat kesabaran serta keuletan dari warganya, Kalimas telah di ubah menjadi kali atau sungai emas. Salah seorang warga yang berhasil mewujudkan impian hidupnya di proyek Kasih Kalimas itu adalah Lim Tiam Luk (60). Lelaki paruh baya ini mengaku menemukan jodoh dan rejekinya di Kalimas. Seperti apa kisah hidupnya?


Catatan Pringgo—Kalimas.


USIA boleh bertambah tua. Rambut pun bisa saja memutih. Tapi yang namanya semangat juang, sampai kapan pun tidak pernah surut. Tekad baja ini menjadi penyemangat hidup bagi Lim Tiam Luk. Lekaki yang kesehariannya bekerja sebagai petani ini dulunya merupakan warga Roban, Singkawang.

Lim ingat betul, saat orangtuanya memilih untuk ikut program resettlement ke Kalimas. Kala itu Lim masih berusia 18 tahun. Bersama 7 saudaranya, Lim terpaksa meninggalkan kampung halaman demi satu alasan, yakni ingin tetap hidup selamat. “Bagi saya awal era tahun 70-an merupakan masa-masa sulit. Saya beserta seluruh anggota keluarga lainnya pergi meninggalkan Roban dengan hanya berbekal baju di badan,” terangnya.

Setibanya di Kalimas, Lim muda sempat merasa ciut nyalinya. Kalimas yang dibayangkan ternyata tidak sesuai harapan. Sepanjang mata memandang, yang terlihat kala itu hanya hamparan hutan belantara. Suasana di sepanjang sungai, menuju Kalimas waktu itu terasa begitu menakutkan. Warna airnya hitam kecoklatan.

Setelah beberapa hari beradap tasi, akhirnya keluarga Lim mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengolah lahan pertanian seluas satu hektar. Sebagai anak seorang petani, Lim tentu saja tidak tinggal diam melihat orangtuanya membanting tulang dalam mengolah lahan. Dengan tenaga yang di miliki, Lim mencoba mengadu peruntungan dengan alam.

Kerja keras Lim dalam mengolah lahan pertanian ini ternyata mengundang kekaguman tersendiri dari Sui Ngo. Dalam berbagai kesempatan, gadis belia itu kerap menemui Lim. Kehadiran dara manis itu tentu saja menjadi penyemangat bagi Lim. Seiring berjalannya waktu, Lim pun membranikan diri untuk melamar Sui. Lamaran Lim ternyata di sambut baik oleh orangtua Sui. Selang beberapa hari kemudian, pesta pernikahan antara Lim dan Sui pun di gelar. “Hati ini terasa sangat bahagia sekali. Rasanya seperti mimpi bisa menemukan jodoh di Kalimas,” ungkap Lim tersenyum.

Layaknya pasangan pengantin baru, Lim dan Sui pun menikmati masa-masa manis. Tapi sayang, hal itu tidak berlangsung lama. Mau tidak mau pasangan muda ini harus menghadapi tantangan hidup yang keras di Kalimas. Berbekal jatah beras dan bulgur yang diperoleh selama setahun, perlengkapan pertanian dan bibit padi dan sayur mayur, Lim berupaya keras mengubah belantara hutan menjadi ladang berlian.

Upaya L:im dalam mewujudkan impian itu ternyata tidaklah mudah. Menjelang masa panen sayur mayur tiba, ladang pertaniannya sempat di serang oleh segerombol kera hutan. Tnpa rasa takut, kera-kera liar itu memakan hasil pertanian milik Lim. Untuk mengusir kera-kera tersebut, Lim dan Sui mencoba untuk memukul-mukulkan kayu ke tanah. “Sampai sekarang kayu bekas mengusir kera itu masih kami simpan di rumah. Kayu itu sengaja kami simpan untuk kenang-kenangan,” imbuh Lim.

Tahun-tahun sulit kini telah berhasil dilalui Lim dengan penuh suka dan duka. Secara perlahan namun pasti kehidupan ekonomi keluarga Lim mulai membaik. Anak-anak tercinta kini telah berhasil menjadi orang yang mapan. Setiap bulan, anak-anak selalu memberi bantuan kepadanya. “Kini saya merasa amat bahagia. Dihari tua ini, saya tinggal menikmati buah dari hasil kerja keras di masa muda. Terimakasih kami ucapkan kepada dr Muherman Harun yang telah membuka program resettlement pengungsian Kalimas, 40 tahun yang silam,” ungkapnya penuh haru.

Resettlement Pengungsian Kalimas 1969-2009 (bagian 1)

Menggapai Asa di Rerimbunan Hutan Nipah

Kondisi resettlement pengungsian di Desa Kalimas, Kecamatan Seungai Kakap kini telah maju pesat. Berbeda dengan kedaan 40 tahun yang silam. Kala itu kawasan tersebut merupakan hutan nipah yang amat lebat. Lokasinya amat terpencil, jauh dari hangar bingar kota. Seperti apa kisah penghuni kawasan Kasih Kalimas ini?


Catatan Pringgo—Kalimas


SETELAH setengah jam menyusuri jalan raya Pontianak-Sungai Kakap, akhirnya mobil dinas milik Unit Pengobatan Paru-Paru (UP4) Kalimantan Barat yang kami tumpangi tiba di Pasar Desa Kalimas. Turut serta dalam rombongan kecil ini, pendiri UP4 Kalbar, dr Muherman Harun berserta istri; mantan Direktur RSUD Soedarso Pontianak, dr JK Sinyor MQIH beserta istri, Kepala TU UP4 Kalbar, Hamdi S. Bafiroes SH.MKes serta saya sendiri, wartawan Pontianak Post.

Saat tiba di Pasar Kalimas, rombongan kami sempat ragu akan kebenaran tempat yang akan di tuju. Maklum, Desa Kalimas yang sekarang terlihat jauh lebih maju. Kepada salah seorang warga, Muherman bertanya tentang alamat kediaman dari salah seorang sahabatnya yang bernama Ahui. Ahui merupakan warga pengungsian resettlement di Kalimas. “Bapak belok kanan saja. Jalan saja lurus. Begitu ketemu jembatan kayu, langsung belok kiri. Rumahnya persis ujung sebelah kiri dari jembatan tersebut,” jelas wanita paruh baya itu dengan nada ramah.

Karena merasa belum paham penar dengan informasi yang di peroleh, dr Sinyor pun mencoba menghubungi Ahui, lewat telpon selularnya. Kepada Ahui, dia menginformasikan bahwa rombongan telah tiba di Pasar Kalimas. Mendapat kabar yang demikian, Ahui yang berada di ujung telpon sana menjawab “baik, sebentar saya datang menyusul”.

Tidak seberapa lama yang tinanti pun tiba. Ahui datang dengan mengendarai Vario biru yang terlihat masih baru. Setelah sejenak berbincang, rombongan kami pun membuntuti laju sepeda motor Ahui. Tak sampai lima belas menin kemudian, kami pun tiba di kediaman Ahui. Disana, beberapa warga Tionghoa yang usinya sudah tidak lagi muda terlihat menanti kedatangan kami. “Perkenalkan, ini dr Muherman Harun, pendiri dan penggagas proyek Kasih Kalimas,” terang Ahui memperkenalkan.

Dengan penuh rasa hormat, rombongan pun di persilahkan masuk. Kepada seluruh tamu dan undangan, Ahui menjelaskan bahwa keberadaan para pengungsian di Kalimas telah memasuki tahun ke-40. Berdasarkan catatan yang ada, penempatan tahap pertama warga Tionghoa ke kawasan Kalimas ini berlangsung pada tahun 1969-1970.

Kala itu, penempatan pengungsian gelombang pertama di sebut proyek A, dengan jumlah 68 kepala keluarga. Pada tahun 1972, proyek B kembali digelar dengan menempatkan 52 kepala keluarga. Khusus untuk pelaksanaan proyek C, jumlah pengungsi warga Tionghoa mulai di kurangi hingga tinggal 25 persen, selebihnya adalah warga suku Bali, Jawa, Bungis, Melayu, Dayak serta Batak. Jumlah mereka yang ditempatkan di Kalimas kala itu mencapai 152 kepala keluarga. Pola yang sama juga di terapkan dalam pelaksanaan proyek D, di tahun 1979, dengan jumlah warga 65 kepala keluarga.

“Karena kawasan Kasih Kalimas telah padat dengan warga pengungsian, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, yakni menempatkan pengungsi ke Sungai Punggur. Kegiatan ini terkenal dengan sebutan proyek Kasih 2,” jelas Ahui.

Di Sungai Punggur, sekarang bernama Desa Punggur, pada tahun 1981 jumlah pengungsi yang di tempatkan disana mencapai 820 kepala keluarga. Angka ini perlahan di kurangi menjadi 400 kepala keluarga pada penempatan tahun 1982-1987. Seiring dengan perjalananan waktu, kawasan Kasih Kalimas menjelma menjadi sebuah desa yang padat akan penduduk. Sebagaimana diungkapkan Sekdes Kalimas, Sudirman, saat ini jumlah dusun di Desa Kalimas ada lima, yakni Dusun Beringin, Dusun Cempaka, Dusun Mawar, Dusun Melati dan Dusun Anggrek. “Nah, lokasi pengungsian warga Tionghoa berpusat di Dusun Beringin,” terangnya.

Berdasarkan data statistik kependudukan yang ada di Desa Kalimas, kata Sudirman, mayoritas penduduk di desanya bermata pencaharian sebagai petani. Tak mengherankan apabila desa Kalimas terkenal sebagai salah satu sentra padi dan sayur mayur di Kecamatan Sungai Kakap.

Untuk bisa hidup layak seperti saat ini, semua warga Desa Kalimas, khususnya warga pengungsi Tionghoa harus bekerja keras dalam membuka dan mengolah lahan pertanian. seperti di kisahkan Ahui, ketika pertama kali datang ke kawasan Kasih Kalimas, yang pertama kali dilihatnya adalah rerimbunan hutan nipah. Lokasi tempat mereka tinggal di kelilingi oleh sungai yang lebar dan panjang berliku. “Saya ingat benar, kala itu sampan adalah satu-satunya alat transportasi yang paling efektif. Waktu itu jalan darat sangat sulit dilalui. Tidak seperti sekarang,” kenangnya.

Untuk memulai hidup baru, Ahui sekeluarga harus rela mendiami rumah berukuran 4x6 meter. Rumah sangat sederhana itu dinding dan atapnya terbuat dari daun nipah yang dianyam. Hanya dinding depan rumah saja yang terbuat dari papan semperan. Sebagai modal awal, dia dan seluruh keluarga di pengungsian Kalimas di beri jatah hidup oleh pemerintah selama satu tahun penuh. Tidak hanya itu saja, setiap kepala keluarga menerima perabotan masak memasak, peralatan berkebun, serta sejumlah bibit padi dan sayuran mayur. “Kalau ingat masa-masa sulit seperti itu, hati kami menjadi sedih. Dalam keterbatasan yang ada, kesabaran kami benar-benar di uji oleh Tuhan Yang Maha Esa,” ungkapnya penuh rasa haru.(bersambung)