Selasa, 27 Januari 2009

Warna Warni Dunia Bimo

LIke Father LIke Son



Aku bersamabuah hatiku, Soesatriyo Bimo Damarjati

Malam Imlek Berhias Pesta Kembang Api


PONTIANAK—Datangnya Tahun Baru Imlek 2560 menandakan suatu perubahan. Imlek 2560 yang diperlambangkan dengan Kerbau diartikan sebagai tahun bekerja keras. Meskipun dianjurkan pada tahun ini pelaksanaan Imlek dilaksanakan secara sederhana, tapi sebagai sebuah tradisi, tak sedikit yang menyambutnya dengan suka cita, semarak bahkan mewah.

Malam Imlek kemarin, Kota Pontianak seperti lautan kembang api. Disana sini letupan kembang api dan petasan terdengar. Terutama di beberapa ruas jalan utama Gajah Mada, Patimura, Diponegoro dan Tanjungpura. Jalan tersebut mengalami kemacetan hingga beberapa jam. Terutama di ruas Jalan Gajah Mada, yang begitu mecet dan membludak. Hampir setiap pemilik rumah dan ruko di kawasan tersebut memainkan kembang api.

Apalagi warga Kota Pontianak menjadikan tontonan kembang api seperti sebuah agenda rutin tahunan. Tak pelak, di jalan itu suasana begitu meriah dan semarak. Perang petasan dan kembang api mewarnai malam menyambut Imlek 2560.

Warga Tionghoa Kota Pontianak rela merogoh kocek puluhan hingga ratusan juta rupiah hanya untuk menyambut kedatangan hari istimewa tersebut. Bagi warga Tionghoa yang berada di level ekonomi rata-rata juga tak ketinggalan. Tradisi memainkan kembang api di kalangan warga Tionghoa sepertinya menjadi sebuah keharusan, meskipun sebenarnya tidak.

Letupan-letupan dilangit Kota Khatulistiwa yang pada malam itu terlihat begitu cerah sudah mulai terdengar sejak sore hingga malam hari. Puncaknya sekitar pukul 22.00 WIB. Hampir setiap rumah dan toko di ruas jalan-jalan utama hingga ke pelosok memainkan kembang api.

Di rumah kediaman Gubernur Kalbar pun turut demikian. Datangnya Tahun Imlek 2560 ditandai dengan suara letupan kembang api. Cukup menarik sebab selama ini, kegiatan seperti itu, jarang sekali bisa disaksikan di Pendopo Gubernur Kalbar.

Permainan kembang api, menurut tokoh masyarakat Tionghoa Adhie Rumbee menjadi sebuah tradisi masyarakat Tionghoa. Namun, kata dia, permainan tersebut bukanlah suatu kewajiban. Bagi yang mampu dan memiliki uang lebih, menurutnya sah-sah saja. ”Permainan kembang api atau petasan bukan kewajiban. Ini hanya sebagai tradisi yang menandakan datangnya tahun baru, datang pula rezeki baru. Rezeki tersebut bisa meledak seperti kembang api dan petasan di tahun ini,” katanya.

Memang sebuah tradisi yang cukup unik. Tapi masyarakat Tionghoa menganggapnya sebagai warisan dari nenek moyang mereka. Tradisi membakar petasan dan kembang api, telah terjadi sejak beberapa abad silam. Tradisi tersebut terus mengakar dan tetap dimainkan oleh warga Tionghoa di belahan bumi manapun.

Alin seorang warga Tionghoa yang tinggal di kawasan Jalan Putri Candra Midi mengatakan, tradisi membakar petasan dan kembang api tetap dilakoni keluarganya setiap tahun pada malam tahun baru Imlek. ”Imlek Tahun Ini lebih meriah. Saya menyisihkan sekitar lima juta buat untuk beli petasan dan kembang api. Semoga rezeki keluarga kami semakin baik di tahun ini,” harap owner Bengkel Mobil Tronik tersebut. (go)

Aura Panas Selimuti Tahun Imlek 2560


PONTIANAK---Sinse Aleng dari Vihara Mandala Cetya Puja mengatakan tahun imlek 2560 merupakan tahun yang panas. Elemen api yang dominan akan memberi pengaruh buruk bagi kehidupan makluk. Tanda ini terlihat jelas dengan munculnya fenomena gerhana matahari cincin yang datang di awal tahun baru Imlek.

Dari hasil penerawangan yang dilakukan beberapa pekan sebelumnya, Aleng mendapat wangsit tentang akan datangnya hawa panas yang berkepanjangan di tahun kerbau api. Mulanya dia kurang begitu yakin. Keraguan itu mendadak sirna manakala gerhana matahari cincin terjadi pada pukul 15.32’11”- 17.55’53” WIB.

Selain fenomena alam tersebut, tanda-tanda lain tentang merebaknya hawa panas di tahun Imlek 2560 adalah terjadinya kebakaran dasyat di Pasar Jungkat. Dimana dalam kebarakaran tersebut, belasan ruko hangus dilalap si jago merah. “Bagi sebagian masyarakat Tionghoa, dalam perayaan tahun baru Imlek pantang untuk bakar-bakar, menyapu lantai serta memecahkan piring atau gelas. Semua itu dipercaya akan membawa sial,” katanya kepada Pontianak Post, Senin (26/1) kemarin.

Di kehidupan bermasyarakat, Aleng memprediksi akan terjadi persaingan sengit antara kelompok kepentingan yang satu dengan yang lain. Tak jarang, demi memuluskan niatnya mereka kerap mempergunakan praktik-praktik kotor. Kondisi ini sangat tepat mengingat sebentar lagi pemilu akan di gelar.

Untuk menghindari prasangka buruk yang ada, Aleng menghimbau kepada seluruh umat beragama untuk kembali kepada ajaran-Nya. Pasrah serta minta perlindungan dari-Nya merupakan jalan keluar yang paling baik. Kepada semua pihak, dirinya mengingatkan untuk bisa mempertahankan keharmonisan hidup,baik antar etnis, suku, agama serta kepercayaan. “Mari kita tingkatkan persatuan dan kesatuan. Jangan biarkan issu mengoyak tatanan kehidupan yang telah lama terbina dengan baik ini,” ingatnya.(go)

Rumah Zakat Indonesia, Bersama Membangun Kemandirian Umat


Zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama. Zakat disalurkan kepada delapan golongan, yakni orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, mu'allaf, budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan mereka yung sedang dalam perjalanan (Al-Qur’an Surat At-Taubah, ayat 60). Seiring dengan perkembangan zaman, zakat ternyata bisa di berdayakan untuk kepentingan umat, seperti yang di usahakan oleh Rumah Zakat Indonesia (RZI). Seperti apa kegiatannya.

Catatan Pringgo—Pontianak


KEBERADAAN RZI di Kalimantan Barat, khususnya di Kota Pontianak terbilang masih baru. RZI Cabang Kalimantan Barat yang beralamat di Jalan Irian No 35, Pontianak ini berdiri 13 Oktober 2008. Meski usianya masih terbilang amat muda, namun RZI Cabang Kalimantan Barat telah menunjukkan eksistensinya dalam memberdayakan zakat.

Dari empat program program kerja yang ada di tingkat nasional, yakni educare, healthcare, youthcare, dan ecocare, RZI Cabang Kalimantan Barat untuk sementara waktu baru bisa melaksanakan tiga program saja, yakni healthcare, educare dan youthcare.

Seperti di ungkapkan Branch Manager RZI Cabang Kalimantan Barat, Iman Sulaeman, di program educare pihaknya telah memiliki 30 donatur untuk 30 penerima manfaat. Kesemuanya masih duduk di bangku SD. Di program educare, zakat di berikan dalam bentuk beasiswa. Besaran donasi untuk program educare tingkat SD Rp75 ribu per bulan, tingkat SMP Rp100 ribu per bulan, dan tingkat SMA Rp 150. ribu per bulan. “Program educare ini hampir sama dengan orangtua asuh. Kedudukan RIZ disini adalah sebagai fasilitator saja,” terangnya.

Di program healthcare, RIZ Cabang Kalimantan Barat telah menggelar Layanan Bersalin Gratis atau LBG. Berdasarkan data yang di keluarkan World Health Organization, dalam dua jam dua orang ibu meninggal dunia karena melahirkan. Pada waktu kesehatan di dekatkan kepada masyarakat, belumtentu masyarakat memanfaatkannya karena berbagai alasan. Salah satu factor utamanya adalah hambatan ekonomi. Berangkat dari dasar pemikiran tersebut, RIZ Cabang Kalimantan Barat sepakat mengadakan LBG.

Dalam LBG, setiap penerima manfaat akan memperoleh semua layanan yang tersedia di tempat bidan praktik secara gratis. Layanan itu meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pemeriksaan kesehatan ibu nifas, pemberian vitamin dan suplemen bagi ibu, pemberian makanan bergizi bagi ibu dan KB. Dari catatan yang ada, jumlah donatur untuk program LBG ini baru 8 orang. Sementara jumlah peneriman manfaat untuk sementara baru ada 3 orang. “Untuk bisa menjadi donator program LBG ini, nilai donasinya Rp800 ribu,” ujar Imam.

Untuk mendukung jalannya program healthcare ini, RIZ Cabang Kalimantan Barat telah menyediakan sebuah mobil layanan kesehatan. Dalam mobil kesehatan keliling ini, peralatan mediknya terbilang sangat lengkap. Bahkan, dalam keadaan darurat tim medis dapat melakukan operasi minor di dalam mobil. Sarana medik keliling ini juga di lengkapi dengan tenda pengobatan. Ketika banjir rop melanda Kota Singkawang dan sekitarnya, mobil kesehatan keliling RIZ juga turut di di terjunkan.

Selain menggelar program healthcare dan educare, RZI Cabang Kalimantan Barat juga melaksanakan program youthcare. Program ini di laksanakan di tiga desa binaan, yakni Sungai Selamat, Sungai Beliung, dan Banjar Serasan. Program desa binaan ini difokuskan pada pembinaan rohani, pemberdayaan ekonomi masyarakat, penyaluran beasiswa yatim dan dhuafa. Program Bina Desa ini dilakukan secara integral untuk membangun kemandirian desa tertinggal bidang ekonomi pemberdayaan ekonomi umat. “Kita berharap, kedepannya RIZ akan mampu mendatangkan kemaslahatan bagi umat di seluruh kabupaten/kota se-Kalimantan Barat,” harap Iman.

Kawasan Perbatasan Bisa Tampil Menarik


PONTIANAK---Bila di tata dengan serius, kawasan perbatasan Entikong-Tebedu tentu bisa tampil menarik. Untuk bisa menjadi beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah waktunya pemerintah kabupaten Sanggau melakukan percepatan pembangunan di kawasan tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan penataan ulang bangunan.

Sebagai daerah lintasan, bangunan yang berada di sekitar kawasan Entikong perlu kiranya mengedepankan keanekaragaman potensi budaya local. Melalui sentuhan seni arsitektur tradisional yang modern, di harapkan keberadaan bangunan bernuansa etnis tersebut dapat memberi kesan tersendiri bagi para pelancong.

Teronbosan seperti ini menurut H Ishaq Saleh, mantan anggota DPR-RI asal Kalbar, sangat tepat untuk dilakukan. Terlebih kabupaten Sanggau baru saja memasuki babak baru, setelah sukses menggelar pilkada. “Membangun kawasan perbatasan tidak mesti menunggu instruksi pusat,”katanya kepada Pontianak Post.

Selain membenahi tata wajah dari bangunan yang sudah ada, pemda hendaknya bisa menghadirkan sarana dan prasana pendukung pembangunan lainnya. Misalnya mengajak investor untuk mendirikan hotel atau membangun tempat rekreasi keluarga. Dengan adanya aktivitas positif di kawasan Entikong, maka secara otomatis multiplayer effect akan tumbuh, termasuk keberadaan sarana transportasi, telekomunikasi, pendidikan dan kesehatan.

Untuk bisa mewujudkan impian besar ini, kepala daerah terpilih hendaknya bisa mengembangkan jiwa enterprenaurship. Melalui semangat kewirausahaa yang tinggi, Ishaq yakin potensi keunggulan Entikong yang selama ini terpendam dapat terangkat. Dan yang lebih penting lagi, aktivitas yang tercipta di kawasan perbatasan tentunya bisa meminimalisir terjadinya illegal treading dan trafficking. Kedua masalah social ini hanya bisa di atasi jika kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi antara warga di perbatasan Entikong dan Tebedu dapat di minimalisir.(go)

Rotiku Hidup ke Istana Istana Merdeka

Siapa yang menyangka jika lidah buaya atau Aloevera mampu mengubah jalan hidup Yuliana. Lewat ide kreatifnya, Ibu dari empat orang anak ini berhasil mendapat penghargaan Upakarti dari Presiden RI, DR Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan tertinggi Negara ini di terimanya Rabu (7/1) lalu, di Istana Merdeka, Jakarta. Seperti apa kisah keberhasilannya?

Catatan Pringgo—Pontianak

PERASAAN Yuliana terasa tidak karuan saat kakinya melangkah memasuki ruang pertemuan di Istana Negara. Dari kejauhan, dirinya melihat puluhan pejabat tinggi Negara antre untuk bersalaman dengan kepala Negara. Setelah beberapa saat menanti, tiba gilirannya untuk bersalaman dengan Presiden RI.

“Oh ini rupanya pengusaha asal Kalimantan Barat yang sukses mengolah lidah buaya,” kata presiden sambil menjabat tangan Yuliana. Dengan mantap, Yuliana pun langsung menjawab “benar Pak Presiden, sayalah orangnya”. Setelah melewati sesi seremoni, Yuliana pun di di perkenankan untuk mengikuti acara ramah tamah dengan para pengusaha mikro, kecil dan menengah yang berprestasi.

Saat pembawa acara mempersilahkan Yuliana untuk memperkenalkan diri, mendadak lidah Yuliana terasa keluh. Dirinya merasa bingung harus memulai dari mana. Perasaan di hatinya mulai terasa sedikit nyaman ketika dirinya mulai ingat bahwa keberadaannya di Istana Negara adalah untuk menerima anugerah Upakarti. “Momen itu menjadi saat yang tak terlupakan bagi saya. Tak di sangka tak di nyana, saya yang rakyat biasa ini bisa hadir ke Istana Negara untuk menerima penghargaan dari presiden. Ini merupakan anugerah tak ternilai dari Tuhan Yang Maha Esa,” tuturnya kepada Pontianak Post.

Saat di temui di tempat usahanya di Jalan Tanjung Sari, Pontianak, secara terbuka Yuliana alias Liau Moi Cin ini berkenan mencerita kisah kesuksesannya dalam merintis usaha. Di kisahkan olehnya, jauh sebelum kreatifitas mengolah panganan dari lidah buaya muncul Yuliana sebenarnya telah memiliki usaha makanan yang lain. Usaha itu adalah penjualan donat kentang dan pisang goreng Pontianak. Kedua usaha bisnisnya ini telah berkembang dengan pesat. Bahkan, untuk usaha donat kentangnya saja Yuliana telah berhasil membuka delapan outlet di delapan mall besar yang ada di Jakarta.

Sukses di bisnis donat kentang dan pisang goreng Pontianak ini ternyata tidak membuat ibu dari empat anak ini cepat berpuas hati. Lewat pegalaman yang dimilikinya, Yuliana terus melakukan pengembangan usaha. Adapun jenis usaha yang ia pilih adalah membuat aneka produk makanan dari bahan lidah buaya.

Pilihan Jatuh Pada Lidah Buaya

Jawaban dari pertanyaan ini menurut Yuliana sangatlah panjang. Tiga tahun yang lalu, secara tidak sengaja Kien Chung, putra kedua Yuliana, sibuk mengolah lidah buaya untuk dijadikan dodol. Sarjana lulusan salah satu perguruan tinggi swasta di Malaysia ini mencoba berbisnis dodol lidah buaya. Melihat aktivitas putra tercintanya itu, tak terasa bulir-bulir air mata menetes di pipi Yuliana. Kepada putranya Yuliana sempat mengatakan “nak, kalau hanya menjadi pembuat dodol, mengapa harus buang uang kuliah di luar negeri”.

Setelah di nasehati, Kien Chung pun merasa terharu. Pemuda itu pun akhirnya meninggalkan bisnis dodol lidah buayanya. Atas saran sang bunda, dia pun mencoba mengadu keberuntungan di Jakarta. Di sana, dia tinggal bersama sang kakak. Hari berganti hari, pekan berganti pekan. Kepergian Kien Chung ke Jakarta ternyata membawa hikmah tersendiri bagi Yuliana.

Dalam sebuah kesendiriannya, Yuliana berfikir bahwa seorang sarjana membuat dodol lidah buaya tentu ada sebab akibatnya. Setelah sekian lama merenung, akhirnya Yuliana memutuskan untuk mengulang jejak usaha putranya. Berbagai literatur yang berhubungan dengan teknis pengolahan aneka pangana dari lidah buaya kemudian di kumpulkan. Dari kumpulan buku yang dibelinya, Yuliana baru menyadari bahwa lidah buaya ternyata menyimpan sejuta manfaat bagi kesehatan. Wawasannya juga bertambah luas saat mengetahui kalau lidah buaya tidak hanya bisa di konsumsi sebagai minuman saja, tetapi juga bisa di olah menjadi aneka jenis panganan yang lezat. Sadar akan besarnya peluang ekonomi tersebut, Yuliana pun mencoba untuk mengolah lidah buaya. Produk pertama yang di buatnya kala itu adalah dodol lidah buaya. Panganan ringan ini kemudian di kemas sedemikian rupa dan di jajakan di sejumlah toko. Hasilnya ternyata sangat menjanjikan.

Tawaran Bantuan Mengalir

Meski hasil penjualannya terhitung lumayan, namun Yuliana masih mengalami kesulitan di bidang pengembangan usaha. Kesulitan itu terletak pada persoalan permodalan dan pemasaran. Beruntung pada saat sulit seperti itu dirinya mendapat tawaran dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Provinsi Kalimantan Barat.

Pemerintah daerah melalui Disperindag mengajak Yuliana untuk mengikuti program on company level. Setelah sepekan lebih mengikuti program tersebut, wawasan serta pengetahuan tentang menejerial Yulianti semakin bertambah luas. Tak hanya itu saja, Deperindag memberikan bantuan modal kerja berupa peralatan produksi, senilai Rp 5 juta. Dengan modal kerja yang ada, Yuliana mencoba untuk melakukan kreasi baru. Ide-ide baru untuk menciptakan aneka makanan dari lidah buaya terus bermuncul setelah dirinya mengikuti sejumlah pameran.

Hasil dari pembelajaran tersebut ternyata sangat luar biasa. Dalam waktu singkat, aneka produk makanan olahan dari bahan baku lidah buaya pun tercipta, seperti minuman segar, teh, kerupuk, dan puding. Untuk bisa memproduksi beragam jenis makanan itu, rata-rata per bulan Yuliana menghabiskan 1-2 ton lidah buaya segar.bahan baku utama ini di peroleh dari beberapa petani lidah buaya yang ada di kota Pontianak. “Saya merasa bersyukur, usaha kecil ini bisa menghidupi banyak orang, termasuk para petani lidah buaya,” ungkapnya.

Selain memperoleh pembinaan dari Disperindag, usaha pengolahan lidah buaya Yuliana juga mendapat perhatian dari PT Pupuk Kaltim. Perusahaan besar itu tertarik untuk menjadikan Yuliana sebagai mitra binaan. Untuk meningkatkan mutu serta kualitas produk, usaha kecil ini di beri bantuan permodalan sebesar Rp 20 juta. Oleh Yuliana, modal tersebut di gunakan untuk memperluas tempat usaha serta menambah alat produksi. Dari hasil pengembangan usaha ini, kini Yuliana telah berhasil mendirikan usaha pengolahan makanan dari lidah buaya yang dinamani Rotiku Hidup.

Usaha produksi aneka panganan dari lidah buaya kian lama kian berkembang pesat. Produknya semakin dikenal saat Rotiku HIdup mengikuti berbagai pameran produk-produk usaha mikro, kecil dan menengah, baik yang di di gelar di Pontianak, Jakarta, Bandung dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia.

Berkat kerajinannya mengikuti berbagai kegiatan ekspos produk, kini Rotiku HIdup kebanjiran order. Pesanan tidak hanya datang dari pasar regional, tetapi juga datang dari pasar internasional. Jika di hitung-hitung, rata-rata setiap bulannya Yuliana meraup omzet puluhan juta rupiah. Meski keberhasilan demi keberhasilan telah berhasil di raihnya, namun Yuliana tetap berupaya rendah diri. Sebagai ummat, dirinya tetap bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. “Dalam doa saya selalu berujar kepada Tuhan agar selalu memurahkan rezeki-Nya kepada kami sekeluarga. Terimakasih Tuhan, terimakasih Kien,” ungkapnya dengan nada lirih.

Filosofi Tebu di Perayaan Imlek

Hampir di setiap prosesi sembahyang Cap Go Meh, tebu selalu di hadir. Bagi sebagian masyarakat Tionghoa, tanaman bernama latin Saccharum officinarum ini di yakini membawa keberuntungan. Tak mengherankan apabila dalam setiap acara lelang, harga tebu yang di pajang di altar menjadi sangat mahal.

Catatan Pringgo—Pontianak

KEPERCAYAAN terhadap tebu di kalangan warga masyarakat Tionghoa telah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang silam. Mereka percaya bahwa tebu merupakan salah satu tanaman yang di mampu mendatangkan hoki. Tebu yang dimaksud disini tentunya bukan tebu sembarang tebu.

Tebu yang di percaya membawa keberuntungan adalah tebu yang memiliki panjang lebih dari dua meter dan berwarna hijau. Biasanya, oleh petani tebu yang dipersiapkan untuk keperluan sembahyang Cap Go Meh mendapat perawatan khusus dari petani. Semakin panjang tebu, maka akan semakin tinggi nilai ekonomisnya.

Biasanya, dalam setiap acara lelang sembahyang Cap Go Meh, tebu bisa laku terjual hingga ratusan bahkan jutaan rupiah. Oleh mereka yang membeli, biasanya tebu di pajang di tempat usaha. Mereka sangat percaya kalau tebu yang di beli dari acara lelang sembahyang akan membawa hoki tersendiri. Selain itu, tebu di yakini mampu mengusir hawa jahat.

Menurut budayawan Tionghoa Kalimantan Barat, FX Asali, tebu merupakan tanaman yang melambangkan umur panjang. Semakin panjang dan banyak ruas yang ada pada tebu, maka semakin banyak hoki yang di bawanya. Dalam bahasa Mandarin, filosofi tersebut di kenal dengan sebutan ciek-ciek shiang-shiang. Artinya, setiap ruas yang ada pada tebu melambangkan tahapan hidup manusia.

Coba lihat dan perhatikan proses tumbuhnya tebu. Ketika di tanam, mata tunas yang menempel pada ruas tebu secara perlahan namun pasti menjelma sebagai tanaman tebu baru. Tebu muda ini terus tumbuh menjulang tinggi ke angkasa. Pada waktunya, tebu akan merunduk ke bumi.

Proses tumbuhnya tebu baru ini sama persis dengan alur kehidupan manusia. Di saat masih muda belia, manusia akan berlomba-lomba menggapai cita-citanya. Seiring dengan bertambahnya usia, manusia akan mengalami masa kematangan emosiaonal. “Sebagai mahluk yang sempurna, manusia sebaiknya harus bisa mawas diri. Melihat ke bawah jauh lebih bijaksana dalam menjalani hidup dan kehidupan. Itulah makna yang tersimpan dalam tebu,” ungkap Asali.

Di lihat dari segi rasanya, tebu adalah salah satu tanaman yang banyak disukai mahluk hidup karena rasanya yang manis. Dari rasa tebu yang manis ini, keberadaan manusia di muka bumi ini hendaknya bisa mendatangkan manfaat bagi sesama mahluk hidup. Makna hidup yang terkandung dalam tebu ini sama persis dengan bambu. Bentuknya yang beruas-ruas serta panjang melambangkan panjang umur. Sementara warnanya yang hijau bermakna kemurahan rejeki.

Jangan Lupakan Hakikat Imlek

PONTIANAK---Tahun baru Imlek 2560 sebentar lagi menjelang. Di tahun kerbau api nanti, segala sesuatunya tentu akan terasa sedikit lebih sulit. Untuk bisa bertahan di tengah rapatnya himpinan hidup yang ada, seluruh warga masyarakat Tionghoa di himbau untuk tidak berlebih-lebihan dalam merayakan datangnya tahun baru Imlek.

Ajakan ini disampaikan Drs Hendry Jurnawan SE MM, seorang pecinta dunia pendidikan di Kalbar. Dikatakan olehnya, saat ini kondisi perekonomian di dalam negeri, khususnya di Kalbar, tengah di rundung keprihatinan. Lesunya kondisi perekonomian ini tentunya tidak lepas dari pengaru krisis finansial global yang terjadi di Amerika.

Selain sektor perekonomian, dampak dari krisis dunia ini juga dirasakan di sektor pendidikan. Disadari atau tidak, harga buku, alat tulis serta pakaian seragam sekolah kini telah mengalami kenaikan. Meski kenaikannya tidak begitu mencolok, namun sedikit banyak hal itu menjadi beban tersendiri bagi orangtua.

“Di momen tahun baru Imlek ini, tidak ada salahnya jika kita berbagi kebahagiaan dengan mereka yang kurang beruntung. Tak perlu menyumbang banyak, sedikit saja sudah sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan,” terangnya kepada Pontianak Post, Selasa (7/1) kemarin.

Berbagi kebahagiaan dalam tahun baru Imlek merupakan tindakan yang amat bijaksana. Perbuatan luhur ini sudah barang tentu selaras dengan hakikat dari perayaan Imlek, yakni membangun solidaritas sosial antar sesama umat manusia. Jika semangat kesetiakawan sosial ini bisa tumbuh dan berkembang, maka keseimbangan kehidupan tentu akan tercapai. Setidaknya, kesenjangan sosial di masyarakat dapat di minimalisir.

Terkait dengan hampir bersamaannya tiga tahun baru yang telah dan akan di rayakan, tahun baru Islam 1429 H, tahun baru Masehi 2009 dan tahun baru Imlek 2560, Hendry melihatnya sebagai nilai-nilai positif. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain hilangnya pengkotak-kotakan di kalangan masyarakat yang selama ini tersekat oleh unsur primoldial, baik suku, etnis, agama, budaya, kepentingan politik dan sebagainya. “Apa pun tahun barunya, baik itu Hijriah, Masehi maupun Imlek, semuanya merupakan bagian dari cerminan bineka tunggal ika. Semangat persatuan dan kesatuan bangsa seperti ini harus bisa dilestarikan,”ungkapnya.(go/*)