Minggu, 11 Oktober 2009

Perkembangan Dunia Islam di Sanggau


Di Mimbar Ada Bendera Lambang 4 Sahabat Rasulullah

Perkembangan dunia Islam sepertinya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan mesjid. Bangunan yang satu itu seolah menjadi penyaksi sejarah yang setia dalam usaha mensyiarkan Islam di nusantara. Di kabupaten Sanggau, ternyata persebaran Islam turut diwarnai pula oleh keberadaan Mesjid Jami Sultan Ayub. Seperti apa wujud dari bangunan bersejarah ini?

Catatan Pringgo—Sanggau

SEPERTI mesjid-mesjid bersejarah lainnya di Kalimantan Barat, keberadaan Mesjid Jami Sultan Ayub ini letaknya tidak jauh dari tepian Sungai Kapuas dan berdekatan dengan keraton. Sekilas, bangunan Mesjid Jami Sultan Ayub ini mirip dengan Mesjid Jami yang ada di lingkungan Keraton Alwatzikubillah Sambas. Bentuk panggung dengan ornament keislaman didalamnya sepertinya menjadi ciri khas yang tak dapat dipisahkan.

Pada halaman depan mesjid, terdapat sebuah tiang bendera yang bentuknya mirip dengan tiang layar kapal. Meski bentuknya sudah tidak lagi sempurna, namun tiang bendera tersebut tetap berdiri kokoh hingga kini. Pada bagian eksterior, nuansa Islam terasa sangat kental. Sebelum melangkahkan kaki memasuki bagian dalam mesjid, pada bagian atas pintu masuk terpampang sebuah ukiran huruf Arab yang dilengkapi angka-angka.

Menurut salah seorang kerabat Keraton Soerja Negara Sanggau, H Ade Umar Saleh B.Sc, mesjid Jami ini berdiri antara rentang waktu 1825-1828M, oleh Sultan Ayub. Dalam perkembangannya, mesjid bersejarah ini dipenuhi dengan aneka barang-barang antik. Beberapa diantaranya adalah mimbar khatib yang dibuat dimasa awal pembangunan mesjid Jami, lampu minyak yang konon berasal dari Negeri Cina serta sebuah bedug kuno.

Dahulu, kata Ade, ketika dirinya masih kecil, lampu minyak antik merupakan satu-satunya sarana penerangan yang efektif. Ketika itu, jumlahnya terbilang banyak. Namun sayang, entah mengapa saat ini jumlahnya hanya tinggal lima buah. “Jika dulu lampu itu diisi dengan minyak jarak dan sebuah sumbu, maka sekarang didalamnya ditempatkan lampu neon,” terangnya menjelaskan.

Dibagian mimbar, ditempatkan tempat duduk khatib yang posisinya terbilang tinggi. Di atas mimbar, ada empat buah bendera kuning. Bendera itu merupakan perlambang bagi empat sahabat setia Rasulullah SAW, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. “Keempat nama sahabat tersebut tertulis dengan indah di masing-masing bendera. Konon, keempat bendera ini umurnya seusia dengan mimbar,” paparnya.

Menyoal kegiatan di bulan suci Ramadhan, para pengurus mesjid kerap menggelar sejumlah kegiatan bernuansa Islami, seperti buka puasa bersama, tarawehan serta tadarusan. Ada suatu hal yang menarik dari setiap kegiatan buka puasa serta tadarusan. Di setiap kegiatan tersebut, warga selalu menyuguhkan aneka makanan dan minuman yang lezat-lezat. Salah satu makanan yang kerap disajikan adalah ‘Kote’.

Makanan khas masyarakat Sanggau ini bentuknya seperti kroket yang tidak digoreng. Isinya terbilang cukup beragam, ada bengkoang, kelapa, gula merah, kacang hijau dan lain sebagainya. Ketika dihidangkan, kote disajikann bersama saus santan kelapa muda yang gurih. Kalau sudah begini, Ramadhan terasa lebih bermakna. (**)

Tidak ada komentar: