Rabu, 28 Maret 2012
Wisanggeni
Wisanggeni adalah cucu Bathara Brahma. Wisanggeni terlahir premature karena ketika masih dalam kandungan ibunya disiksa oleh Batari Durga. Batari Durga tidak menginginkan kelahiran anak Dresnala dari Arjuna. Batari Durga menginginkan Dresnala menikah dengan Dewa Srani.
Wisanggeni adalah seorang pemuda yang tampan, cerdas, jenius, sakti dan berani. Kesaktiannya tidak mempan segala senjata. Wisanggeni selalu ngoko (tidak berbicara halus) kepada siapa pun, termasuk kepada Sanghyang Wenang.
Arti nama Wisanggeni berasal dari kata “Wisa” dan “Geni”. Wisa berarti bisa yang beracun, dan Geni berarti api. Nama yang luar biasa, sanggup membakar angkara murka tidak memandang orang tua, teman, apalagi musuh. Melihat kharakter Wisanggeni sebenarnya adalah melihat sebuah proses bangkitnya semangat yang berapi-api dan siap membakar. Ketika pada masa kelahirannya sudah ditempa dengan berbagai ujian di Kawah Candradimuka.
Seperti ketika Ibrahim/Abraham dibakar dalam api karena mempertahankan keyakinannya. Kawah Candradimuka sifat dasarnya adalah menghancurkan apa saja yang dimasukkan, tetapi ketika yang dimasukkan adalah seorang calon ksatria yang tangguh maka sifat menghancurkan ini menjadi luruh menjadi sifat menempa. Seperti besi ketika disepuh, dipanaskan hingga menjadi bara, kemudian dimasukkan ke dalam air. Proses perubahan suhu yang cepat ini malah manjadikan besi lebih kuat.
Bayi dalam tempaan Kawah Candradimuka kemudian diberi nama Wisanggeni. Wisa dan Geni. Pemuda harus “diracuni”, dalam arti diberikan pemahaman dasar tentang sikap keutamaan, kebaikan dan kebenaran. Sifat-sifat itu harus terpatri dalam hati, dan mengalir dalam darah seperti racun yang menyebar dengan cepat. Racun-racun inilah yang kemudian melekat pada tubuh yang kuat, akhirnya akan menjadi kebal terhadap segala racun-racun lainnya. Sehingga dalam zaman apa pun, dalam kondisi apa pun, mampu menahan segala racun kebobrokan, kebathilan dan katamakan.
Selanjutnya ketika kekuatan sudah terpatri dalam segala gerak, timbullah pergerakan yang masif, pergesekan, memanas dan membakar, jadilah “geni”.
Geni dalam arti semangat dalam pergerakan adalah api yang membakar segala angkara murka, menahan segala gerak kemunafikan. Geni dalam artian menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Disinilah muncul sifat Kawah Candradimuka yang akan mempreteli segala bentuk kebobrokan pemikiran yang merasuk dalam jiwa-jiwa pemuda. Dalam puncak-puncak pergerakan inilah, maka pemuda Wisanggeni digambarkan bisa terbang, bisa berjalan secepat angin, dan bisa masuk ke dalam bumi.
Begitulah Wisanggeni dibentuk.
Di sisi lain, memang harus ditumbuhkan kesadaran, sifat Wisa dan Geni sering dalam semangat yang melebihi zamannya, sehingga juga dianggap tidak sesuai dengan keadaaan. Sifat ini digambarkan dalam cara bicara wisanggeni yang “nungkak kromo”. Seperti dalam beberapa lakon carangan dikisahkan, Wisanggeni berangkat sendiri ke Astina untuk meminta Kurawa mengembalikan tahta kepada pepunden Pandawa. Tanpa pasukan, tanpa Kresna, tanpa Pandawa, sendiri.
“Wa Duryudana, aku njaluk baline negeri Astina saiki Wa, Siwa tetep manggon neng kene, nanging punjering paprentahan bali menyang tangane Pandawa. Dadi baline Astina tanpa dredah perang (Paman Duryudana, aku minta kembali Negara Astina. Paman tetap disini, tetapi pemerintahan dikembalikan kepada Pandawa. Jadi kembalinya Astina tanpa peperangan) , ” begitulah Wisanggeni dengan lugas menyatakan kebenaran kepada Duryudana atas hak kembalinya Astina kepada Pandawa.
Begitulah pemuda, begitu mengatahui dasar kebenaran, selalu “to the point”.
Hanya satu kata, harap maklum bahwa ini yang bicara adalah “Wisa” dan “Geni” yang bersatu untuk kebangkitan dalam keyakinan kebenaran hakiki.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar