Kamis, 27 Desember 2007

Pendidikan Non Formal

Tantangan dan Peluang Pembangunan SDM

Sejarah telah mencatat bahwa pendidikan dan belajar merupakan bagian dari kegiatan yang dilakukan manusia dimanapun dan kapanpun. Dalam konteks perubahan, belajar bukan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan melakukan sesuatu atau mengoperasikan peralatan tertentu. Belajar lebih diartikan sebagai suatu upaya untuk mempertahankan hidup dan hidup bersama orang lain. Oleh karenanya, perubahan kebudayaan dan peradaban manusia menuntut satu hal, yakni terus menerus belajar.

Catatan Pringgo—Pontianak


Dalam laporan yang dikeluarkan UNESCO PROPAP pada sidangnya di Bangkok, 1996, disebutkan bahwa permasalahan pendidikan di negara dunia ketiga adalah lebih mengedepankan kebijakan program pendidikan sekolah yang lebih memberikan perhatian lebih kepada mereka yang pandai. Sementara yang kurang pandai dan kurang beruntung—karena factor ekonomi, geografis dan social bidaya—terabaikan.

Salah satu butir rekomendasi dalam laporan UNIESCO tersebut menyebutkan bagi negara-negara anggota perlu lebih menggalakkan program Pendidikan Non Formal (PNF), seperti menuntaskan buta aksara (illiteracy) dan kesempatan untuk belajar sepanjang hayat bagi mereka yang kurang pandai dan kurang beruntung, juga bagi mereka yang putus sekolah serta yang ingin mengembangkan pendidikan lanjutan selepas dari bangku sekolah.

Menurut DR. M. Syukri, MPd, pakar PNF dari FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak, penekanan kebijakan pada PNF sesungguhnya dilandasi oleh dua alasan pokok. Pertama, mengatasi kelemahan pendidikan sekolah (pendidikan formal), dimana pendidikan formal dinilai tidak cukup memenuhi pemenuhan peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan serta keterampilan. Dan yang kedua, terjadinya kecendrungan global yang menuntut dilakukannya peningkatan SDM yang dilakukan secara cepat dan efektif. “Upaya ini hanya mungkin dilakukan apabila masyarakat yang masih buta huruf dituntaskan programnya dan pendidikan berkelanjutan terus diupayakan,” terangnya.

Terkait upaya peningkatan kualitas SDM melalui PNF, Syukri memiliki beberapa konsep penyelenggaraan PNF yang memiliki keterkaitan dengan ruang lingkup, karakteristik, fungsi, asas, jenis serta kedudukan dari PNF itu sendiri.


Pengertian, Tujuan dan Sasaran PNF
Konsep awal dari PNF ini muncul sekitar akhir tahun 60-an hingga awal tahun 70-an. Philip Coombs dan Manzoor A., P.H. (1985) dalam bukunya The World Crisis In Education mengungkapkan pendidikan itu pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis, yakni Pendidikan Formal (PF), Pendidikan Non Formal (PNF) dan Pendidikan In Formal (PIF). Khusus untuk PNF, Coombs mengartikannya sebagai sebuah kegiatan yang diorganisasikan diluar system persekolahan yang mapan, apakah dilakukan secara terpisahatau bagian terpenting dari kegiatan yang lebih luas dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.

Penjelasan yang sama terdapat pula di UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang System Pendidikan Nasional (SPN), dimana disana dijelaskan bahwa pendidikan diselenggaran di dua jalur, yakni jalur sekolah (pendidikan formal) dan jalur luar sekolah (PNF dan PIF). Dalam perubahan UU tentang SPN yang diperbaharui menjadi UU Nomor 20 Tahun 2003, istilah jalur pendidikan sekolah dan pendidilan luar sekolah berubah menjadi system PF, PNF dan PIF. “Dalam UU ini dijelaskan bahwa PNF adalah jalur pendidikan diluar PF yang dapat dilaksanakan secata terstruktur dan berjenjang. Sedangkan PIF merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan,” terang Syukri.

DalamUU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 dijelaskan bahwa PNF diselenggaran bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap PF dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan PNF berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (warga belajar) dengan penekanan pada pengusasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.

Sementara di ayat 3, disana disebutkan bahwa PNF meliputi pendidikan kecakapan hidup(life skills); pendidikan anak usia dini; pendidikan kepemudaan; pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan keaksaraan; pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; pendidikan kesetaraan; serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Ditilik dari satuan pendidikannya, pelaksanaan PNF terdiri dari kursus; lembaga pelatihan; kelompok belajar; Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); majelis taklim; serta satuan pendidikan yang sejenis (pasal 26 ayat 4). Disamping itu, dalam pasal 26 ayat 5, disana dijelaskan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan keaksaraan dapat dihargai setara dengan hasil program PF setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemda dengan mengacu pada SPN (pasal 26 ayat 6).

Sasaran dan Karakteristik PNF
Sasaran PNF dapat ditinjau dari beberapa segi, yakni pelayanan, sasaran khusus, pranata system pengajaran dan pelembagaan program. Titilik dari segi pelayanan, sasaran PNF adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun), anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), anak usia pendidikan menengah (13-18 tahun), anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari segi sasaran khusus, PNF mendidik anak terlantar, anak yatim piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat mentau maupun cacat tubuh.

Dari segi pranata, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dilakukan dilingkungan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan keterampilan.

Di segi layanan masyarakat, sasaran PNF antara lain membantu masyarakat melalui program PKK, KB, perawatan bayi, peningkatan gizi keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan lingkungan sehat. Dilihat dari segi pengajaran, sasaran PNF sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok, organisasi dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional ataupun kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan turut serta dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di majelis taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat kursus.sedangakn sasaran PNF ditinjau dari segi pelembagaan, yakni kemitraan arau bermitra dengan berbagai pihak penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi dengan desa atau pelaksana program pembangunan.

Bagaimana dengan karakteristik PNF? Secara khusus PNF memiliki spesifikasi yang ‘unik’ dibanding pendidikan sekolah, terutama dari berbagai aspek yang dicakupinya. Ini terlihat dari tujuan PNF, yakni memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan masa kini dan masa depan, dimana dalam pelaksanananya tidak terlalu menekankan pada ijazah. Dalam waktu pelaksanannya, PNF terbilang relative singkat, menekankan pada kebutuhan di masa sekarang dan masa yang akan dating serta tidak penuh dalam menggunakan waktu alias tidak terus menerus.

Isi dari program PNF ini berpedolam pada kurikulum pusat pada kepentingan peserta didik (warga belajar), mengutamakan aplikasi dimana menekanannya terletak pada keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik dan lingkungannya. Soal persyaratan masuk PNF, hal itu ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara sesama peserta didik. Proses belajar mengajar dalam PNF pun relative lebih fleksibel, artinya diselenggarakan di lingkungan masyarakat dan keluarga. “Karena semuanya telah jelas, maka tinggal bagaimana kita saja menyikapi keberadaan PNF ini,” ungkapnya.

Tidak ada komentar: