Berkurban merupakan perintah yang sangat dianjurkan bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan menunaikannya. Ia merupakan salah satu bentuk ibadah maaliyah ijtimaiyah, memiliki efek ganda, yaitu ketauhidan dan manfaat sosial. Bagaimana sebaiknya umat Islam menyikapi semangat berkurban ini?
Catatan Pringgo—Pontianak
SEORANG muslim akan mampu menghilangkan rasa memiliki yang berlebihan terhadap harta hanya lewat pengembangan sikap ikhlas kepada Allah SWT. Ditilik dari sisi manfaat sosial, bentuk kongkrit dari ikhlas hati ini dapat terlihat dengan adanya kegiatan kurban. Bagi umat muslim, berkurban merupakan jembatan penghubung antara kaum papa dan yang berada.
Melalui ibadah berkurban, ikatan tali persaudaraan antara satu dengan yang lain pasti akan semakin kokoh terjalin.Ibadah kurban selayaknya membuat jalinan silaturrahmi aghniyaa-dhuafa menjadi semakin erat. Kaum dhuafa sama-sama dapat merasakan kebahagiaan dalam menyambut salah satu hari besar bagi umat Islam ini.
Perintah berkurban telah Allah turunkan dalam Al-Quran Surat 22 ayat 34: “Dan bagi tiap-tiap ummat, Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk kepada-Nya.”
Berangkat dari semangat berkurban tersebut, Lembaga Pendidikan Kesantrian Darul Ihya Pontianak melalui Lembaga Amil Zakat Nasionalnya bersedia menjadi fasilitator bagi muqorib dan mustahik. Bagi mereka yang tidak memiliki cukup waktu, relatif terbatas relasi pendistribusiannya, dan ingin mendapatkan pelayanan plus dalam melaksanakannya. Untuk itu Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid menyelenggarakan program tebar kurban dengan tema “Kurban Peduli Negeri”.
Penceramah kondang KH Abdullah Gimnasiar atau yang lebih akrab disapa AA Gym pernah mengatakan sehebat apapun suatu amal bila tidak ikhlas, tidak ada apa-apanya dihadapan Allah SWT, sedang amal yang sederhana saja akan menjadi luar biasa dihadapan Allah SWT bila disertai dengan ikhlas. Tidaklah heran seandainya shalat yang kita kerjakan belum terasa khusyu, atau hati selalu resah dan gelisah dan hidup tidak merasa nyaman dan bahagia, karena kunci dari itu semua belum kita dapatkan, yaitu sebuah keikhlasan.
Syaikh Ahmad Ibnu Athaillah berkata dalam kitab Al Hikam, “Amal perbuatan itu sebagai kerangka yang tegak, sedang ruh (jiwa) nya adalah tempat terdapatnya rahasia ikhlas (ketulusan) dalam amal perbuatan”. Ciri-ciri dari orang yang memiliki keikhlasan antara lain hidupnya jarang sekali merasa kecewa. Orang yang ikhlas dia tidak akan pernah berubah sikapnya seandainya disaat dia berbuat sesuatu kebaikan ada yang memujinya, atau tidak ada yang memuji/menilainya bahkan dicacipun hatinya tetap tenang, karena ia yakin bahwa amalnya bukanlah untuk mendapatkan penilaian sesama yang selalu berubah tetapi dia bulatkan seutuhnya hanya ingin mendapatkan penilaian yang sempurna dari Allah SWT.
Kedua, tidak tergantung / berharap pada makhluk. Sayyidina ’Ali pun pernah berkata, orang yang ikhlas itu jangankan untuk mendapatkan pujian, diberikan ucapan terima kasih pun dia sama sekali tidak akan pernah mengharapkannya, karena setiap kita beramal hakikatnya kita itu sedang berinteraksi dengan Allah, oleh karenanya harapan yang ada akan senantiasa tertuju kepada keridhaan Allah semata.
Ketiga, tidak pernah membedakan antara amal besar dan amal kecil. Diriwayatkan bahwa Imam Ghazali pernah bermimpi, dan dalam mimpinya beliau mendapatkan kabar bahwa amalan yang besar yang pernah beliau lakukan diantaranya adalah disaat beliau melihat ada seekor lalat yang masuk kedalam tempat tintanya, lalu beliau angkat lalat tersebut dengan hati-hati lalu dibersihkannya dan sampai akhirnya lalat itupun bisa kembali terbang dengan sehat. Maka sekecil apapun sebuah amal apabila kita kerjakan dengan sempurna dan benar-benar tiada harapan yang muncul pada selain Allah, maka akan menjadi amal yang sangat besar dihadapan Allah SWT.
Keempat, banyak amal kebaikan yang rahasia. Mungkin ketika kita mengaji dilingkungan orang banyak maka kita akan mengaji dengan enaknya, lama dan penuh khidmat, ketika kita shalat berjamaah apalagi sebagai imam kita akan berusaha khusyu dan lama, tapi apakah hal tersebut akan kita lakukan dengan kadar yang sama disaat kita beramal sendirian ? apabila amal kita tetap sama bahkan cenderung lebih baik, lebih lama, lebih enak dan lebih khusyuk maka itu bisa diharapkan sebagai amalan yang ikhlas. Namun bila yang terjadi sebaliknya, ada kemungkinan amal kita belumlah ikhlas.
Kelima, tidak membedakan antara bendera, golongan, ras, atau organisasi. Fitrah manusia adalah ingin mendapatkan pengakuan dan penilaian dari keberadaannya dan segala aktivitasnya, namun pengakuan dan penilaian makhluk, baik perorangan, organisasi atau instansi tempat kerja itu relatif dan akan senantiasa berubah, banyak orang yang pernah dianggap sebagai pahlawan namun seiring waktu berjalan adakalanya berubah menjadi sosok penjahat yang patut diwaspadai. Maka tiada penilaian dan pengakuan yang paling baik dan yang harus senantiasa kita usahakan adalah penilaian dan pengakuan dari Allah SWT.
Begitu besar pengaruh orang yang ikhlas itu, sehingga dengan kekuatan niat ikhlasnya mampu menembus ruang dan waktu. Seperti halnya apapun yang dilakukan, diucapkan, dan diisyaratkan Rasulullah, mampu mempengaruhi kita semua walau beliau telah wafat ribuan tahun yang lalu namun kita senantiasa patuh dan taat terhadap apa yang beliau sampaikan.
Bahkan orang yang ikhlas bisa membuat iblis (syaitan) tidak bisa banyak berbuat dalam usahanya untuk menggoda orang ikhlas tersebut. Ingatlah, apapun masalah kita kita janganlah hati kita sampai pada masalah itu, cukuplah hanya ikhtiar dan pikiran saja yang sampai pada masalah tersebut, tapi hati hanya tertambat pada Allah SWt yang Maha Mengetahui akan masalah yang kita hadapi tersebut. Semoga Allah SWT membimbing kita pada jalan-Nya sehingga kita bisa menjadi hamba-Nya yang ikhlas. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar