Malam Imlek kemarin, Kota Pontianak seperti lautan kembang api. Disana sini letupan kembang api dan petasan terdengar. Terutama di beberapa ruas jalan utama Gajah Mada, Patimura, Diponegoro dan Tanjungpura. Jalan tersebut mengalami kemacetan hingga beberapa jam. Terutama di ruas Jalan Gajah Mada, yang begitu mecet dan membludak. Hampir setiap pemilik rumah dan ruko di kawasan tersebut memainkan kembang api.
Apalagi warga Kota Pontianak menjadikan tontonan kembang api seperti sebuah agenda rutin tahunan. Tak pelak, di jalan itu suasana begitu meriah dan semarak. Perang petasan dan kembang api mewarnai malam menyambut Imlek 2560.
Warga Tionghoa Kota Pontianak rela merogoh kocek puluhan hingga ratusan juta rupiah hanya untuk menyambut kedatangan hari istimewa tersebut. Bagi warga Tionghoa yang berada di level ekonomi rata-rata juga tak ketinggalan. Tradisi memainkan kembang api di kalangan warga Tionghoa sepertinya menjadi sebuah keharusan, meskipun sebenarnya tidak.
Letupan-letupan dilangit Kota Khatulistiwa yang pada malam itu terlihat begitu cerah sudah mulai terdengar sejak sore hingga malam hari. Puncaknya sekitar pukul 22.00 WIB. Hampir setiap rumah dan toko di ruas jalan-jalan utama hingga ke pelosok memainkan kembang api.
Di rumah kediaman Gubernur Kalbar pun turut demikian. Datangnya Tahun Imlek 2560 ditandai dengan suara letupan kembang api. Cukup menarik sebab selama ini, kegiatan seperti itu, jarang sekali bisa disaksikan di Pendopo Gubernur Kalbar.
Permainan kembang api, menurut tokoh masyarakat Tionghoa Adhie Rumbee menjadi sebuah tradisi masyarakat Tionghoa. Namun, kata dia, permainan tersebut bukanlah suatu kewajiban. Bagi yang mampu dan memiliki uang lebih, menurutnya sah-sah saja. ”Permainan kembang api atau petasan bukan kewajiban. Ini hanya sebagai tradisi yang menandakan datangnya tahun baru, datang pula rezeki baru. Rezeki tersebut bisa meledak seperti kembang api dan petasan di tahun ini,” katanya.
Memang sebuah tradisi yang cukup unik. Tapi masyarakat Tionghoa menganggapnya sebagai warisan dari nenek moyang mereka. Tradisi membakar petasan dan kembang api, telah terjadi sejak beberapa abad silam. Tradisi tersebut terus mengakar dan tetap dimainkan oleh warga Tionghoa di belahan bumi manapun.
Alin seorang warga Tionghoa yang tinggal di kawasan Jalan Putri Candra Midi mengatakan, tradisi membakar petasan dan kembang api tetap dilakoni keluarganya setiap tahun pada malam tahun baru Imlek. ”Imlek Tahun Ini lebih meriah. Saya menyisihkan sekitar lima juta buat untuk beli petasan dan kembang api. Semoga rezeki keluarga kami semakin baik di tahun ini,” harap owner Bengkel Mobil Tronik tersebut. (go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar