Catatan Pringgo—Pontianak
PERASAAN Yuliana terasa tidak karuan saat kakinya melangkah memasuki ruang pertemuan di Istana Negara. Dari kejauhan, dirinya melihat puluhan pejabat tinggi Negara antre untuk bersalaman dengan kepala Negara. Setelah beberapa saat menanti, tiba gilirannya untuk bersalaman dengan Presiden RI.
“Oh ini rupanya pengusaha asal Kalimantan Barat yang sukses mengolah lidah buaya,” kata presiden sambil menjabat tangan Yuliana. Dengan mantap, Yuliana pun langsung menjawab “benar Pak Presiden, sayalah orangnya”. Setelah melewati sesi seremoni, Yuliana pun di di perkenankan untuk mengikuti acara ramah tamah dengan para pengusaha mikro, kecil dan menengah yang berprestasi.
Saat pembawa acara mempersilahkan Yuliana untuk memperkenalkan diri, mendadak lidah Yuliana terasa keluh. Dirinya merasa bingung harus memulai dari mana. Perasaan di hatinya mulai terasa sedikit nyaman ketika dirinya mulai ingat bahwa keberadaannya di Istana Negara adalah untuk menerima anugerah Upakarti. “Momen itu menjadi saat yang tak terlupakan bagi saya. Tak di sangka tak di nyana, saya yang rakyat biasa ini bisa hadir ke Istana Negara untuk menerima penghargaan dari presiden. Ini merupakan anugerah tak ternilai dari Tuhan Yang Maha Esa,” tuturnya kepada Pontianak Post.
Saat di temui di tempat usahanya di Jalan Tanjung Sari, Pontianak, secara terbuka Yuliana alias Liau Moi Cin ini berkenan mencerita kisah kesuksesannya dalam merintis usaha. Di kisahkan olehnya, jauh sebelum kreatifitas mengolah panganan dari lidah buaya muncul Yuliana sebenarnya telah memiliki usaha makanan yang lain. Usaha itu adalah penjualan donat kentang dan pisang goreng Pontianak. Kedua usaha bisnisnya ini telah berkembang dengan pesat. Bahkan, untuk usaha donat kentangnya saja Yuliana telah berhasil membuka delapan outlet di delapan mall besar yang ada di Jakarta.
Sukses di bisnis donat kentang dan pisang goreng Pontianak ini ternyata tidak membuat ibu dari empat anak ini cepat berpuas hati. Lewat pegalaman yang dimilikinya, Yuliana terus melakukan pengembangan usaha. Adapun jenis usaha yang ia pilih adalah membuat aneka produk makanan dari bahan lidah buaya.
Pilihan Jatuh Pada Lidah Buaya
Jawaban dari pertanyaan ini menurut Yuliana sangatlah panjang. Tiga tahun yang lalu, secara tidak sengaja Kien Chung, putra kedua Yuliana, sibuk mengolah lidah buaya untuk dijadikan dodol. Sarjana lulusan salah satu perguruan tinggi swasta di Malaysia ini mencoba berbisnis dodol lidah buaya. Melihat aktivitas putra tercintanya itu, tak terasa bulir-bulir air mata menetes di pipi Yuliana. Kepada putranya Yuliana sempat mengatakan “nak, kalau hanya menjadi pembuat dodol, mengapa harus buang uang kuliah di luar negeri”.
Setelah di nasehati, Kien Chung pun merasa terharu. Pemuda itu pun akhirnya meninggalkan bisnis dodol lidah buayanya. Atas saran sang bunda, dia pun mencoba mengadu keberuntungan di Jakarta. Di sana, dia tinggal bersama sang kakak. Hari berganti hari, pekan berganti pekan. Kepergian Kien Chung ke Jakarta ternyata membawa hikmah tersendiri bagi Yuliana.
Dalam sebuah kesendiriannya, Yuliana berfikir bahwa seorang sarjana membuat dodol lidah buaya tentu ada sebab akibatnya. Setelah sekian lama merenung, akhirnya Yuliana memutuskan untuk mengulang jejak usaha putranya. Berbagai literatur yang berhubungan dengan teknis pengolahan aneka pangana dari lidah buaya kemudian di kumpulkan. Dari kumpulan buku yang dibelinya, Yuliana baru menyadari bahwa lidah buaya ternyata menyimpan sejuta manfaat bagi kesehatan. Wawasannya juga bertambah luas saat mengetahui kalau lidah buaya tidak hanya bisa di konsumsi sebagai minuman saja, tetapi juga bisa di olah menjadi aneka jenis panganan yang lezat. Sadar akan besarnya peluang ekonomi tersebut, Yuliana pun mencoba untuk mengolah lidah buaya. Produk pertama yang di buatnya kala itu adalah dodol lidah buaya. Panganan ringan ini kemudian di kemas sedemikian rupa dan di jajakan di sejumlah toko. Hasilnya ternyata sangat menjanjikan.
Tawaran Bantuan Mengalir
Meski hasil penjualannya terhitung lumayan, namun Yuliana masih mengalami kesulitan di bidang pengembangan usaha. Kesulitan itu terletak pada persoalan permodalan dan pemasaran. Beruntung pada saat sulit seperti itu dirinya mendapat tawaran dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Provinsi Kalimantan Barat.
Pemerintah daerah melalui Disperindag mengajak Yuliana untuk mengikuti program on company level. Setelah sepekan lebih mengikuti program tersebut, wawasan serta pengetahuan tentang menejerial Yulianti semakin bertambah luas. Tak hanya itu saja, Deperindag memberikan bantuan modal kerja berupa peralatan produksi, senilai Rp 5 juta. Dengan modal kerja yang ada, Yuliana mencoba untuk melakukan kreasi baru. Ide-ide baru untuk menciptakan aneka makanan dari lidah buaya terus bermuncul setelah dirinya mengikuti sejumlah pameran.
Hasil dari pembelajaran tersebut ternyata sangat luar biasa. Dalam waktu singkat, aneka produk makanan olahan dari bahan baku lidah buaya pun tercipta, seperti minuman segar, teh, kerupuk, dan puding. Untuk bisa memproduksi beragam jenis makanan itu, rata-rata per bulan Yuliana menghabiskan 1-2 ton lidah buaya segar.bahan baku utama ini di peroleh dari beberapa petani lidah buaya yang ada di kota Pontianak. “Saya merasa bersyukur, usaha kecil ini bisa menghidupi banyak orang, termasuk para petani lidah buaya,” ungkapnya.
Selain memperoleh pembinaan dari Disperindag, usaha pengolahan lidah buaya Yuliana juga mendapat perhatian dari PT Pupuk Kaltim. Perusahaan besar itu tertarik untuk menjadikan Yuliana sebagai mitra binaan. Untuk meningkatkan mutu serta kualitas produk, usaha kecil ini di beri bantuan permodalan sebesar Rp 20 juta. Oleh Yuliana, modal tersebut di gunakan untuk memperluas tempat usaha serta menambah alat produksi. Dari hasil pengembangan usaha ini, kini Yuliana telah berhasil mendirikan usaha pengolahan makanan dari lidah buaya yang dinamani Rotiku Hidup.
Usaha produksi aneka panganan dari lidah buaya kian lama kian berkembang pesat. Produknya semakin dikenal saat Rotiku HIdup mengikuti berbagai pameran produk-produk usaha mikro, kecil dan menengah, baik yang di di gelar di Pontianak, Jakarta, Bandung dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia.
Berkat kerajinannya mengikuti berbagai kegiatan ekspos produk, kini Rotiku HIdup kebanjiran order. Pesanan tidak hanya datang dari pasar regional, tetapi juga datang dari pasar internasional. Jika di hitung-hitung, rata-rata setiap bulannya Yuliana meraup omzet puluhan juta rupiah. Meski keberhasilan demi keberhasilan telah berhasil di raihnya, namun Yuliana tetap berupaya rendah diri. Sebagai ummat, dirinya tetap bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. “Dalam doa saya selalu berujar kepada Tuhan agar selalu memurahkan rezeki-Nya kepada kami sekeluarga. Terimakasih Tuhan, terimakasih Kien,” ungkapnya dengan nada lirih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar