PONTIANAK---Tidak imbangnya jumlah calon legislatif DPRD Kabupaten/Kota se-Kalimantan Barat dengan kuota yang tersedia di parlemen jelas menimbulkan efek psikologis yang besar bagi para caleg. Tanda-tanda adanya gangguan kejiwaan itu sekarang malah sudah bisa terlihat nyata.
Menurut Romi Arif Rianto S.Psi, Pimpinan Biro Konsultasi Psikologi Persona, dalam tataran ringan biasanya orang yang mengalami stres akan menunjukkan tanda-tanda seperti sulit tidur, penurunan tingkat aktivitas, serta gemar berkeluh kesah. Intensitas stres secara perlahan akan meningkat seiring dengan semakin dekatnya hari pengumuman perolehan suara.
Saat KPU mengeluarkan hasil resmi perhitungan suara, tingkat stres yang dialami oleh para caleg di prediksi akan mencapai titik klimaks. Bagi caleg yang tidak terpilih, dampak dari gangguan kejiwaan tersebut tentu akan terasa begitu hebat. Pada tarap ini, caleg yang tidak terpilih akan mengalami kesulitan untuk tidur, perasaannya lebih sensitive dan kontrol emosional menjadi terganggu. “Biasanya, mereka yang keseimbangan jiwanya terganggu itu lebih senang menyendiri,” katanya kepada Pontianak Post, Jumat (14/3) kemarin.
Di lihat dari faktor penyebabnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penerapan sistem suara terbanyak, di pemilu 9 April mendatang, sedikit banyak turut melatar belakangi. Bagai mana tidak. Dalam aturan itu di sebutkan bahwa caleg bernomor urut banyak memiliki peluang yang sama dengan caleg yang bernomor urut kecil. Karena memiliki peluang yang sama, maka tingkat persaingan di lingkup internal dan eksternal partai pun menjadi tinggi.
Bagi partai lama yang di awaki figure-figur yang familiar, perubahan system pemilu itu jelas tidak berpengaruh besar. Sebaliknya, bagi partai baru yang notebene mengusung wajah-wajah baru hal itu tentu menjadi persoalan serius. Dalam kondisi seperti ini, parpol dan caleg harus berjuang ekstra untuk memperkenalkan diri kepada massa konstituen. Untuk bisa menuai dukungan dari masyarakat, sudah pasti diperlukan biaya, strategi serta pemikiran yang besar. “Ongkos politik yang begitu besar ini tentu akan memaksa caleg untuk merogoh lebih dalam lagi koceknya. Tidak menutup kemungkinan, ada caleg yang berhutang demi mewujudkan ambisinya,” terangnya.
Untuk menghindari keadaan yang serba sulit tersebut, Romi menyarankan kepada para caleg untuk pandai-pandai dalam mengukur potensi serta kemapuan diri. Dalam menggapai cita-cita, para caleg hendaknya mampu berpikir secara realistis dan tidak terlalu percaya diri. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tingkat stres seseorang dapat di minimalisir melalui berdoa kepada Tuhan YME. Dengan berserah diri kepada-Nya, maka segala macam persoalan dunia akan teratasi dengan baik. “Manusia itu hanya bisa berusaha dan berupaya. Soal hasil, sebaiknya kita serahkan kepada-Nya,” ujarnya.
Bagaimana jika caleg tidak terpilih? Dalam Pemilu 9 April 2009 nanti, ada 9.932 caleg yang akan berjuang memperebutkan 550 kursi di DPRD provinsi dan kabupaten/kota se-Kalimantan Barat. Mengingat selisihnya yang begitu besar, maka ada 9.382 caleg yang akan tersingkirkan dari pentas pemilu.
Tipisnya peluang untuk menduduki kursi wakil rakyat itu ternyata tidak membuat surut semangat juang para caleg. Sebagai calon wakil rakyat, tiap-tiap caleg ternyata memiliki tak tik dan strategi tersendiri untuk merebut kuota yang tersedia. Dan kalau pun tidak terpilih, sejumlah caleg mengaku telah mempersiapkan mental.
H Ilham Sanusi, misalnya. Caleg nomor 1 untuk DPR-RI dari Partai Mereka ini menyatakan telah siap lahir dan batin dalam menerima kenyataan yang ada. Sebagai insan yang beragama, dirinya mengaku tawakal terhadap perjuangan yang telah dilakukan.
Bagi Ilham, terpilih atau tidak sebagai caleg DPR-RI bukan merupakan hal yang utama. Disebut demikian karena menjadi anggota dewan bukanlah hal yang utama. Yang terpenting baginya adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat.
“Karena niat saya adalah membangun Kalimantan Barat, maka saya akan tampil all out untuk itu. Kalau pun saya tidak terpilih, saya tidak akan berkecil hati. Tidak ada dalam kamus hidup saya untuk duduk bermuram durja sembari merenungi nasib. Yang benar adalah terus berjuang menyampaian saran serta masukan kepada kawan-kawan dewan terpilih, melalui saluran-saluran resmi dengan cara yang elegan,terhormat dan bermartabat,” kata Ilham Sanusi yang juga Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalbar.
Pendapat yang sama di sampaikan pula oleh Endang Tirta Kurniawan S.Sos, caleg nomor 1 untuk DPRD Provinsi Kalbar dari PDP. Menurutnya, terpilih atau tidak sebagai caleg dalam pemilu merupakan bentuk dari konsekuensi demokrasi. Apa pun keputusannya, semua pihak harus menghormati. Lagi pula, jauh hari sebelum seorang caleg mencalonkan diri, yang bersangkutan tentu sudah memperhitungkan untung dan ruginya.
Sebagai calon wakil rakyat dari sebuah partai baru, secara pribadi Tirta mengaku banyak memiliki keterbatasan. Kendati demikian, hal itu tidak menjadi halangan untuk terus memperjuangkan aspirasi rakyat yang di wakilinya. ”Perlu kita sadari bahwa system pemilu sekarang ini berbeda dengan system pemilu sebelumnya. Disini, semua caleg memiliki peluang yang sama,” pungkasnya.(go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar