Pernyataan ini disampaikan Kimha dalam acara evaluasi implementasi peraturan perundangan di bidang konservasi sumber daya alam. Kegiatan ini digelar Kamis (16/4) kemarin, di Hotel Mahkota. Tampil sebagai pembicara I Made Subadia, Staf Ahli Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
Beberapa peraturan yang di kaji antara lain revisi PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa; PP Nomor 68 Tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam; dan PP Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Usai mengikuti sesi focus group discussion dengan sejumlah pejabat serta tokoh masyarakat, kepada Pontianak Post dia mengungkapkan selama ini keberadaan masyarakat adapt yang tinggal disekitar hutan selalu termarjinalkan. Rata-rata kehidupan mereka masih jauh dari kata sejahtera. Keadaan tampak semakin memprihatinkan manakala hak ulayat dari masyarakat adat di ‘rampas’. Hutan yang sejak lama menjadi tumpuan hidup masyarakat adat beralih fungsi menjadi areal perkebunan.
Akibat perlakukan yang tidak adil ini, masyarakat adat di buat seperti tamu di daerahnya sendiri. Pola seperti inilah yang menciptakan ketidakadilan dalam masyarakat yang akhirnya dapat memicu konflik horizontal dan vertikal. “Kami berharap kedepannya pola kerja yang demikian harus di ubah. Melalui revisi peraturan perundangan yang kita bahas bersama ini, kami berharap kehidupan masyarakat adat dapat semakin baik,” ungkapnya.(go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar