Catatan Pringgo—Pontianak
SORE itu sekelompok anak muda terlihat tengah asyik berjalan-jalan di sebuah Mall. Dari kejauhan, mendadak datang beberapa orang gadis belia menghampiri. Dengan tanpa risih sedikitpun, si gadis yang kala itu mengenakan kaos oblong plus celana pendek model masa kini langsung cipika cipiki kepada rekan prianya.
Tak lama berselang, melintas seorang pria setengah baya. Kumpulan muda-mudi itu sepertinya kenal betul dengan sosok pria yang dimaksud. Tanpa rasa sungkan sedikitpun, salah seorang dari mereka langsung menyapa sembari mengangkat tangan. Dengan penuh keakraban dia berkata “apa kabar pak”.
Pemandangan seperti itu bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan mungkin terbilang biasa. Malah sebagian orang menilai kalau hal itu adalah bagian dari gaya hidup modern. Cara pandang yang demikian menurut Drs Erwandi MSi, Humas Poli Teknik Negeri Pontianak jelas salah. Pasalnya, mereka (gerenasi muda) telah lupa akan jati dirinya sebagai bangsa Timur yang selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kesopanan, khususnya etika bergaul.
Dirinya menilai, aksi cipika cipiki yang ‘lazim’ dilakukan para anak muda itu besar kemungkinan terinspirasi dari pergaulan generasi muda di Barat yang tayangan televisi. Mereka sepertinya lupa bahwa hal yang demikian berseberangan dengan adat istiadat yang ada di tanah air.
Sedikit mengingatkan, dahulu ketika seseorang hendak berpamitan, si muda selalu mecium tangan mereka yang di tuakan. Ini merupakan sebagai bentuk tanda hormat. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang di hampir semua keluarga. Ketika sang anak akan berangkat ke sekolah, ia selalu mencium tangan orangtuanya. Saat suami hendak pergi ke kantor, dengan penuh kasih sayang sang istri kerap mencium tangan suaminya sebagai tanda bakti.
Tapi sekarang semuanya berbeda. Sejak budaya Westernisasi menyerbu Indonesia, hal-hal kecil yang demikian mulai hilang. Di kalangan muda mudi, yang popular malah kebiasaan cipika cipiki. Bila sudah begini kelakuan anak bangsa, lantas bagaimana masa depan bangsa ini. “Saya merasa prihatin. Dimata mereka tradisi cium tangan kepada orang yang di tuakan sepertinya dianggap kuno,” ungkapnya.
Bila sudah demikian, lantas siapa pihak yang patut dipersalahkan. Jawabannya tentu semua pihak. Mengapa? Karena tugas untuk mengajarkan etika, budi pekerti serta sopan santu dalam hidup dan kehidupan merupakan tanggungjawab dari semua pihak, baik itu orangtua, guru maupun masyarakat yang ada di sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar