Jika dilihat dari sejarah berdirinya LAMS, organisasi ini berbeda dengan organisasi ke-Melayu-an yang lain. LAMS memiliki tujuan yang jelas, yakni ingin menjadi jembatan bagi dunia Melayu. Meski focus perjuangannya memajukan eksistensi puak Melayu di seluruh dunia, bukan berarti LAMS ingin mengeksklusifkan diri dari suku bangsa lain. Justru sebaliknya, LAMS ingin bermitra dengan semua suku bangsa yang ada di dunia.
Seperti apa puak Melayu dunia saat ini? Secara umum kondisinya sangat memprihatinkan. Oleh budaya asing, Melayu di kotak-kotakkan dalam sub-sub suku tertentu. Tindakan seperti itu jelas bertentangan dengan semangat dari suku bangsa Melayu, yakni gemar menjalin ukuwah islamiyah. “Dampak dari pengkotakan ini selama berpuluh-puluh tahun ini menyebabkan puak Melayu tidak saling kenal dengan puak Melayu yang ada di belahan dunia yang lain. Alhasil, wawasan dari puak Melayu menjadi bersifat lokalistik,” ungkapnya kepada Pontianak Post, Rabu (27/5) kemarin.
Sadar akan adanya kerugian yang teramat besar, akhirnya sejumlah unsure pimpinan puak Melayu mencoba untuk merangkai puak-puak Melayu yang ada di negeri rantau. Hasil kerja keras mereka ini tertuang dalam LAMS. Bukti nyata dari luasnya jalinan kekerabatan antar puak Melayu serantau ini sudah banyak terlihat. Salah satunya adalah adanya hubungan pertalian darah antara Perdana Menteri (PM) Malaysia Datuk Sri Mohd Najib Tun Abdul Razak dengan keturunan Raja Gowa ke-19, dengan gelar I Mappadulung Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Djalil Tumenanga ri Lakiung. “Ini adalah bukti nyata kalau puak Melayu itu tersebar di seluruh penjuru dunia,” tegas Sabran.
Sedikit mengutip buah pemikiran dari DR (HC) H Tengku Nazaruddin Said Effendi (HC) atau Tenas Effendi yang di muat dalam situs melayuonline.com, disana tertulis bahwa untuk bisa menghadapi ,asa depan yang penuh dengan cabaran dan tantangan diperlukan budaya yang tangguh. Guna menyikapi tantangan jaman tersebut, budaya Melayu yang Islami dan telah menjadi jatidiri. Nilai-nilai budaya Melayu ini mampu mengangkat marwah, harkat dan martabat ke-Melayu-an dalam arti luas. Dalam resam Melayu, nilai-nilai itu di paterikan ke dalam ungkapan-ungkapan adat yang lazim di sebut “Sifat Yang Duapuluh Lima” atau “Pakaian Yang Duapuluh Lima”. Jika sifat atau pakaian ini dijadikan sebagai jati diri, tentu insane akan menjadi sempurna lahir dan batin.(go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar