Minggu, 28 Juni 2009

Pikir Dua Kali Untuk Mengkonsumsi Jeroan dan Insang Ikan Air Tawar

Penggemar masakan jeroan dan insang ikan air tawar sebaiknya berpikir dua kali untuk mengkonsumsi masakan kesukaannya itu. Di balik kelezatan cita rasanya yang khas, ternyata jeroan dan insang ikan air tawar menyimpan kandungan racun (toxin) yang amat berbahaya bagi manusia. Salah satunya racun dari logam berat. Benarkah demikian?

Catatan Pringgo—Pontianak

TEMUAN kandungan racun dalam jeroan dan insang ikan air tawar ini terungkap saat DR Ir Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim MSc mengadakan penelitian di hulu Sungai Kapuas, sebelas tahun yang silam. Dalam penelitiannya tersebut, dosen Fakultas Pertanian di Universitas Tanjungpura ini menemukan fenomena yang aneh. Di dalam isi perut serta insang Ikan Mas, Kelabau, Jelawat, serta Gabus yang hidup di hulu Sungai Kapuas di temukan kandungan racum logam berat berbahaya, seperti Mecury (Hg), Crom (Cm), Argentum (Ag), serta Seng (Zn).

Ketika temuan itu di komparasikan dengan jenis ikan yang sama namun hidup di perairan gambut, maka hasilnya sangat bertolak belakang. Ikan air tawar yang hidup di perairan gambut ternyata tidak terkontaminasi dengan racun dari logam berat. Kalau pun ada, prosentasenya sangat kecil. Mengapa bisa demikian?

Berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan, air gambut ternyata memiliki kemampuan untuk menguraikan racun logam mulia. Beberapa zat organic yang bisa melakukan penguraian dengan baik adalah Asam Fulfat, Asam Humate (Humic Acid) dan Asam Humin. Zat asam itu hasilkan oleh akar-akaran, dedaunan serta kayu yang membusuk. Hasil penelitian tentang racun logam berat pada jeroan serta insang ikan air tawar itu telah mengantarkan Mardan meraih gelar doktor di Universitas of New Brunswik, Kanada, 1998.

Temuan tentang keberadaan logam berat ini secara tidak langsung telah mengilhami lahirnya standarisasi Ecolabelling di Indonesia. Ecolabelling perikanan sendiri bukan sebuah gagasan yang baru di tingkat nasional dan internasional. Pada tahun 1998, sebuah koalisi organisasi konservasi, industri akuarium, sealife centers, dan kelompok konsumen hobbyist mendorong terbentuknya Marine Aquarium Council (MAC).

Tujuan dari MAC adalah menjamin adanya perdagangan akuarium laut (ikan hias) yang bertanggung jawab dan berkelanjutan melalui sebuah sistem bersertifikat. Misi yang diemban MAC adalah menjaga kelestarian terumbu karang dan ekosistem laut, dengan cara menyediakan standar serta mendidik dan menyertifikasi semua pihak yang terlibat dalam penangkapan, pemeliharaan organisme akuarium (ikan hias), mulai dari habitatnya di terumbu karang sampai pedagang pengecer.

MAC menetapkan tiga standar dan best practice. Pertama, standar pengelolaan ekosistem, daerah penangkapan, dan konservasi. Kedua standar pengumpulan, cara penangkapan/pengambilan, keselamatan nelayan, dokumentasi, dan pemilihan jenis ikan. Ketiga standar penanganan yang meliputi pemeliharaan, pengemasan, dan transportasi di seluruh rantai perdagangan.

Dalam lingkup internasional, sertifikat ekolabel produk perikanan (eco-labell fish food) juga telah dikembangkan Marine Steward Council (MSC). Di mana saat ini sistem sertifikat MSC telah banyak dipakai oleh nelayan pengumpul dan eksportir di Australia dan Inggris.

Bagaimana dengan nelayan Indonesia, khususnya Kalimantan Barat menyikpai ecolabel? Secara umum sampai saat ini nelayan local belum mengintegrasi produk perikanan yang ramah lingkungan, terutama yang bersertifikat dalam perdagangan ikan. Akibatnya, daya saing produk perikanan Indonesia di pasar menjadi labil. Posisi tawar harga ikan pun menjadi rendah. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka potensi perikanan laut, sungai dan darat di Kalimantan Barat tentu akan sulit di terima oleh pasar Eropa, Amerika, Jepang dan Singapura.

Selain tertarik untuk meneliti kandungan racun logam berat pada ikan air tawar, Raja Mempawah yang bergelar Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim ini rajin meneliti pengaruh makanan terhadap ketahanan tubuh manusia. Kesimpulannya ternyata cukup mengagetkan, yakni makan merupakan salah satu sumber racun.

Tanpa disadari, makan dan minum yang sehari-hari di konsumsi membawa bahan racun (toxin). Selama bertahun-tahun lamanya, jumlah racun yang mengendap dalam tubuh manusia akan terakumulasi menjadi racun yang sangat berbahaya. Akumulasi senyawa racun seperti ini merupakan bom waktu bagi bangkitnya berbagai penyakit berbahaya. Cepat dan lambat, racun-racun tersebut akan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

Beberapa racun yang terbawa oleh makanan dan minuman bisa datang dari lima hal, yaitu

pertama, secara alami terdapat di dalam makanan itu sendiri, seperti antitripsin pada kedele, asam jengkolat pada jengkol, dan hemaglutinin pada kacang-kacangan mentah. Kedua, akibat reaksi-reaksi kimia dari komponen pangan yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan. Ketiga, akibat penambahan senyawa tertentu selama proses pengolahan pangan, misalnya penggunaan bahan tambahan pangan (food additives) secara berlebih atau penggunaan senyawa kimia yang beracun.

Keempat, akibat migrasi senyawa beracun dari wadah/kemasan ke dalam makanan, misalnya monomer dari plastik atau logam best dari koran bekas. Dan kelima, akibat kontaminasi dari lingkungan yang tidak sehat, berupa kontaminasi senyawa kimia yang beracun atau mikroba penghasil racun.

Untuk mengurangi dampak dari racun yang ada di dalam tubuh, ada baiknya jika melakukan puasa. Dengan berpuasa, bahan-bahan beracun yang bisa menganggu sel, jaringan dan organ dalam tubuh dapat terlepas.Beberapa kajian ilmiah menunjukkan bukti bahwa puasa terbukti aman bagi siapa saja.

Puasa sangat efektif untuk tujuan membersihkan bagian dalam tubuh, regenerasi sel, dan peremajaan tubuh. Karena itu, puasa sebaiknya dilakukan secara teratur dan berkala. Dengan berpuasa, secara otomatis kita telah mengurangi asupan makanan berlemak dan makanan tinggi kalori, nikotin, alkohol, kafein, gala, susu, daging, dan telur. Selain itu, berpuasa juga akan membatasi pemasukan garam dan bumbu yang mengandung monosodium glutamat (MSG), zat pemanis buatan, zat pewarna sintetik, zat pengawet kimia, bahan-bahan lain yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.

DR Ir Mardan Adijaya Kusuma Ibrahim MSc adalah dosen di Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pada tahun 1985, pria kelahiran Pontianak, 19 Maret 1960 ini berhasil menamatkan kuliah di IPB jurusan perikanan perairan. Pada tahun 1994, dia melanjutkan studi S-2 di Universitas of New Brunswik, Kanada. Disana ia mendapat gelar master biologi bidang menejemen kualitas air. Di tahun 1998, pada univeritas yang sama dia sukes membawa pulang gelar doctor di bidang eco toxicology.

Tidak ada komentar: