Sikap selektif dalam emmilih motif daerah yang akan di kenakan di pakaian dinas PNS Kalbar ini sangat penting untuk di kedepankan karena mayoritas penduduka Kalbar terdiri dari tiga etnis, yakni Dayak, Melayu dan Tionghoa. Agar tidak terjadi kecemburun antara etnis satu dengan yang lain, motif pakaian hendaknya bisa menggambarkan keberadaan dari ketiga etnis tersebut.
Pada tataran ini, peran desainer busana sangatlah memegang peranan penting. Dengan segenap kemampuan serta kreatifitas yang ada, mereka di minta untuk menciptakan sebuah model kreasi busana kerja PNS yang baru, bermotif nasionalis.
“Konsep seperti ini telah lama diterapkan di Pemprov Kepulauan Riau. Disana, setiap hari Jumat, hampir semua warga masyarakatnya mengenakan busana Teluk Belanga, untuk yang pria, dan Baju Kurung, untuk yang wanitanya. Pada hari Senin, PNS disana mengenakan baju batik bermotif Melayu Riau,” terang Abdi kepada Pontianak Post, Rabu (19/8) kemarin.
Untuk konteks Kalbar, hal yang demikian tentu tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Sebagai gantinya, Pemprov bisa mewajidkan setiap PNS untuk mengenakan baju dinas bermotif multi etnis. Dengan mengedepankan konsep multi etnis, masyarakat luar daerah tentu akan memandang kebijakan tersebut sebagai bagian dari kearifan local.
Kebijakan yang sama dapat pula di terapkan kepada para pelajar di tingkat SD, SMP maupun SMA. Pada hari Senin dan Kamis, mereka di minta untuk mengenakan seragam sekolah bermotif multi etnis. Dengan mewajibkan para pelajar mengenakan seragam sekolah bermotif multi etnis, di harapkan akan tumbuh rasa bangga atas budaya daerahnya sendiri.(go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar