Senin, 12 Oktober 2009

Selamatkan Warisan Budaya Yang Masih Tersisa


Kepuasan itu sulit diukur. Keberadaannya hanya bisa dirasakan tanpa bisa di ungkapkan. Filosofi sederhana ini ternyata banyak di rasakan oleh para pehobies sepeda ontel. Saking cintanya terhadap sepeda antic, mereka rela melakukan perburuan hingga ke pelosok desa terpencil. Demi memuaskan hasratnya, tak jarang para pehobies sepeda ontel ini merogoh kocek cukup dalam hanya untuk memiliki barang idamannya.

Catatan Pringgo—Pontianak

ADA banyak ragam pemikiran yang menjadikan seorang menjadi pehobies sepeda ontel. Ada yang ingin mengulang nostalgia, sekedar ikut-ikutan kawan atau bahkan bertujuan menaikkan gengsi. Berbeda dengan orang kebanyakan, Eka Kurniawan sepertinya lebih senang mengoleksi sepeda ontel dengan tujuan ingin menyelamatkan warisan budaya bangsa yang masih tersisa.

Demi mewujudkan cita-citanya itu, pria yang akrab disapa Bang Eka ini rela keluar masuk kampong hanya untuk mencari sepeda ontel idamannya. Dari hasil perburuannya selama menyita banyak waktu, biaya serta tenaga tersebut, kini dirinya berhasil mengoleksi lebih dari 40 sepeda ontel dari beragam merek dan model. Rata-rata usia sepeda ontel itu diatas tiga puluh tahun, bahkan lebih.

Beberapa merek sepeda ontel yang kini menjadi koleksi pribadi Bang Eka antara lain Simplex, Burgers, Raleigh, Humber, Rudge, Batavus, serta Gazelle. Ukuran rangkanya juga beragam, ada yang 57 sentimeter, 61 sentimeter, dan 66 sentimeter. “Tingkat originalitas dari koleksi sepeda ontel milik saya berkisar antara 65 sampai 85 persen. Dari sekian banyak sepeda ontel yang ada, sepertinya Humber dan Gazelle menjadi sepeda terfavorit,” ungkap Eka yang kini aktif sebagai penasehat di komunitas Sepeda Onte (Sepok) Kalbar.

Tidak mudah untuk memdapatkan dua sepeda antic itu. Untuk bisa memilikinya, Eka rela menemui seorang sahabat yang kebetulan tinggal di salah satu daerah pedalaman, di kabupaten Sintang. Menurut cerita dari sang sahabat, sepeda Humber itu dulunya kerap di gunakan oleh para tukang pos dalam mengantar barang kiriman dari kampung ke kampong. Karena peruntukannya itu, jaman dulu sepeda Humber dilengkapi dengan keranjang yang di tempatkan di bagian depan.

Berbeda dengan kisah sepeda Humber, sepeda Gazelle milik Bang Eka ternyata juga memiliki kisahnya sendiri. Berdasarkan cerita dari seorang sahabat, sepeda itu dulunya merupakan kendaraan dinas dari para misionaris. Bagi Humber maupun Gazelle, kondisi sadel, pedal, serta velgnya masih orisinil dan terawat baik. “Karena pertimbangan factor usia, kedua sepeda itu hanya saya gunakan pada momen-monen tertentu saja,” ujar legislator dari PDI Perjuangan di DPRD Kota Pontianak ini.

Seiring dengan semakin banyaknya para pecinta sepeda ontel, secara pribadi Eka merasa ikut bangga. Mengapa? Karena semakin banyak warga yang mengenakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari, maka secara tidak langsung mereka telah ikut meminimalisir ancaman global warming. Tak hanya itu saja, lewat penggunaan sepeda warga turut melakukan penghematan dalam penggunaan bahan bakar fosil. “Kini public tidak lagi menganggap remeh para pengguna sepeda ontel. Jika dulunya bersepeda ontel dianggap kampungan, maka sekarang hal itu malah menjadi bagian dari gaya hidup sehat yang ramah lingkungan,” imbuh Bang Eka.

Tidak ada komentar: