Rabu, 04 April 2012
Menuju Profesionalisme Aparatur Negara
MEMPAWAH, HUMAS---Penandatanganan pakta integritas di lingkungan pemerintah kabupaten Pontianak, Senin (2/4) kemarin merupakan momentum tepat dalam perbaikan kinerja aparatur pemerintah. Sifatnya yang mengikat diharapkan mampu menangkal praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Amanah hukum ini termaktub secara tegas dalam Pasal 1 butir No. 21 Keppres No.80/2003.
Seperti dikatakan Plt Kabag Humas dan Protokol Setdakab Pontianak Suroto, yang dimaksud pakta integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan KKN dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Dijelaskan Suroto, pakta integritas ini di peruntukan bagi petugas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilingkungan pemerintahan. Kala itu tujuan utamanya adalah untuk memberikan keyakinan kepada publik bahwa proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah dapat berjalan dengan lancar dan transparan. Seiring dengan perkembangan waktu, pemerintah memandang perlu perluasan cakupan penerapan pakta integritas. Tidak hanya di sektor pengadaan barang/jasa, tetapi di semua lini sektor pembangunan lainnya.
Ditinjau dari perspektif pembangunan modern, pakta integritas merupakan salah satu alat (tool) yang dikembangkan transparency international. Tujuannya adalah menyediakan sarana bagi pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama dalam kontrak-kontrak pemerintah (public contracting). Konsep, prinsip dan metode Pakta Integritas ini telah dikembangkan di berbagai negara dengan penyesuaian dan modifikasi seperlunya.
Hasilnya diakui oleh berbagai lembaga dunia seperti Bank Dunia, UNDP, ADB, dapat mempersempit peluang korupsi dan menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam kontrak-kontrak pemerintah, seperti pengadaan barang dan jasa (public procurement), privatisasi, lelang bagi lisensi maupun konsesi dan sebagainya. Untuk lingkup Indonesia, penandatanganan pakta integritas ini merupakan komitmen nyata para pejabat negara dalam penerapan nilai-nilai kejujuran dalam pelaksanaan tugas negara. “Sebaik apapun sebuah sistem, jika yang menggerakkan sistem itu tidak baik, maka tidak akan menghasilkan out put atau out come yang baik,” ungkapnya.
Dilihat dari segi hukum, Suroto menerangkan pakta integritas memiliki landasan hukum yang jelas. Adapun dasar hukum pakta integritas di Indonesia adalah TAP MPR NO. VIII/2001 tentang Keterbukaan informasi bagi masyarakat dalam rangka partisipasi masyarakat dalam pemberantasan Korupsi; UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No.18/1999 tentang Pengembangan Industri Jasa Konstruksi; UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 07 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convenion Against Corruption 2003 (Konvensi PBB anti Korupsi 2003); UU No. 03 tahun 2010 Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Kepres No. 80/2003 Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (sudah dicabut oleh Pepres No.54/2010); dan Pepres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang Jasa/Pemerintah.(go/hms)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar