Senin, 04 Juni 2012

Pohon sukun dan ilham Pancasila

Pohon sukun itu berdiri di atas sebuah bukit kecil menghadap ke teluk. Hampir saban hari selama pembuangan di Ende, Flores, Soekarno selalu mengunjungi pohon itu untuk sekadar memandanginya selama berjam-jam. "Suatu kekuatan gaib memaksaku ke tempat itu hari demi hari," kata Soekarno yang dibuang pemerintah Belanda ke pulau sunyi itu dari 1934 sampai 1938. Dalam otobiografinya 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia', sang proklamator menganggap pohon itu bukan sekadar pohon. Tetapi juga pemberi ilham menggali Pancasila. Soal ilham pohon bernama latin Artocarpus communis itu pernah diungkapkan Bung Karno di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, atau tepat 67 tahun lalu. "Di Pulau Flores yang sepi, di mana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku, merenungkan ilham yang diturunkan oleh Tuhan, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila," cetus Bung Karno. Bung Karno mengatakan, apa yang dia kerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi dan tradisi-tradisi nusantara sendiri. "Dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah," ujarnya. Lima mutiara itu adalah berharga itu adalah: Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan inilah yang kemudian menjadi Pancasila sekarang. "Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan Indonesia tulen, yaitu perkataan gotong-royong," kata Bung Karno. Tidak jelas bagaimana pohon Sukun itu bisa memunculkan ilham Pancasila. Namun, konon lima dasar bernegara dan berbangsa itu terinspirasi dari jumlah lima dahannya. Pohon itu kini telah tumbang termakan usia. Namun, tunasnya telah ditanam kembali dan memunculkan pohon baru yang kemudian dinamakan Pohon Pancasila. Lapangan tempat pohon ditanam, yang dulu merupakan bukit, kini juga dinamakan Lapangan Pancasila.

Tidak ada komentar: