Kamis, 30 Agustus 2012
Selasa, 28 Agustus 2012
Disunahkan
Sunnah Rasulullah s.a.w. bagi pasangan yang baru berkahwin. Suami meletakkan tangan di ubun kepala isteri, dan berdoa:
" Ya ALLAH, aku memohon kepada-Mu kebaikannya, dan kebaikan segala yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan segala keburukan yang Engkau ciptakan pada dirinya" (Riwayat Abu Daud no.1260)
Adalah juga disunnahkan juga suami berbuat demikian sebelum meniduri isteri.. semoga amalan yang dikerjakan dirahmati dan diberkati Allah s.w.t.
Jelang Ajal
Bagaimana sikap kita dengan KEMATIAN kita? Sebuah kondisi yang melebihi kondisi sakit penyakit asma atau bahkan penyakit yang paling parah sekalipun. Sudah seberapa besar persiapan kita untuk KEMATIAN kita? Sudah seberapa peduli keluarga kita untuk mengingatkan dan membantu mempersiapkan diri kita menghadapi KEMATIAN kita?
Apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi sesuatu yang pasti tersebut. Tidak semua orang mengalami penyakit asma, namun tidak satupun orang yang akan luput dari KEMATIANNYA sendiri. Pintu gerbang menuju tempat yang abadi dan panjang untuk kita jalani. Nerakakah atau Surgakah tempat kembali kita nanti? Hanya 2 tempat itu yang akan jadi muara segala kegiatan kehidupan kita sekarang ini dan alangkah naifnya apabila seorang manusia hanya mempunyai satu tujuan muara kehidupannya, dunia.
Dunia tidak lebih sebagai tempat nongkrong yang tidak berguna yang berisi candaan dan gurauan semata. Allah swt mengingatkan kita akan hal itu dalam surat Al An’am:32.
“Dan tidaklah Dunia ini selain permainan dan senda gurau belaka.”
Yup! Canda dan gurau belaka KECUALI bagi orang-orang beriman yang mempergunakannya untuk mempersiapkan bekal dengan berbagai kegiatan ibadah, berbagi kebaikan, sedekah dan amal jariyah lainnya. Lalu coba korelasikan ayat di atas dengan ayat lain pada surat Ali Imran: 185 berikut ini:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Bila kita kembalikan pada arti mainstream sebuah milad atau ulang tahun, milad biasa dirayakan dengan canda tawa, pesta meski kecil-kecilan, berbagi senyum dan bahkan berbagi do’a yang terkesan basa basi karena doa-doa yang dipanjatkan tidak menyebutkan nama Allah dalam pengharapannya. Dikatakan “Semoga panjang umur” dan bukan ”Semoga Allah memanjangkan umur kamu penuh keberkahan”…dikatakan “Semoga Sukses selalu” dan bukan “Semoga Allah memberikan kesuksesan kepada kamu”.
Hargai Waktu
Imam Al Ghazali mengatakan bahwa waktu
“Yang terjauh dari diri seorang manusia adalah MASA LALUnya”.
Dari Al Ghazali
Nasihat Iman Al Ghazali: “Yang terdekat dari seorang manusia adalah KEMATIANnya sendiri”. Betapa sebuah nasihat yang luar biasa bermakna, sangat menyentuh dan tentunya sarat dengan ilmu illahi yang sangat dalam untuk digali lebih lanjut. Sebuah perjalanan panjang yang akan saya hadapi nanti, anda juga akan menghadapinya. Pertanyaannya, Are you ready? Ready gak ready yaah musti ready-laah…
Demi Masa
Kita harus menggunakan waktu dengan bijaksana dan selamanya menyadari bahwa waktu selalu matang untuk melakukan yang benar.
Adakah Waktu Tersisa?
Ketika norma peradatan, terpilih sebagai alasan
Mereka ciptakan jurang antara kita
Sampai saat akhir nanti, kita berusaha bertahan
Sebab cinta datang untuk mengoyak perbedaan (KLA Project: Waktu Tersisa, 1996)
Pesan
Nak, hidup memang tak mudah, tapi selama kamu tak menyerah, setiap air mata dan tawa akan jadikanmu pribadi yang lebih bijaksana. (buat putra-putriku semua)
Apa Kabar Sahabat
Assalaamualaikum wa rahmatullaahi wa barkaatuhu. "SubhanAllah, sahabatku, tiada yg membuatku sangat lapar & haus selain nasehat agama, tiada yg membuatku sibuk selain mencari rizki yg halal, tiada yg membuatku sedih selain terbayang keadaan umat nabi Muhammad dizholimi, tiada yg membuatku asyik selain menuntut ilmu, tiada yg membuatku sungguh2 selain mengejar ridhoNya, tiada yg membuatku sgt gembira selain hari ini lebih baik dari kemarin, tiada yg membuatku sgt bahagia selain duduk bercanda mesra dg bidadari2ku yg sholehah & anak2ku yg sholeh sholehah, tiada yg membuatku mudah menangis selain doa dipenghujung malam, tiada yg membuatku sgt takut selain bangga pd diri sendiri, tiada yg membuat marah selain pd mrk yg memerangi umat Nabi Muhammmad, tiada yg membuatku benci selain kpd kekufuran & kemusyrikan, tiada yg membuatku semangat selain berdakwah, tiada yg membuatku rindu tersenyum selain berjumpa dg kalian sahabat. Sungguh aku selalu senang bisa menulis hikmah di blog sederhana ini krn sayangku pd kalian krn Allah, tentu dg segala kekurangan & kesalahanku. (Soesatriyo Pringgo Digdo)
Selasa, 14 Agustus 2012
Selembar Foto 4x6
Seperti hari-hari kemarin,Tetap saja ada perasaan sedih yang menghantui relung hati
Hamzah. Ayah berumur 29 tahun itu terlihat sering murung. Sedihnya Hamzah, bukan karena
persoalan besar, bukan juga permasalahan ekonomi keluarga. Namun, kesedihannya karena
satu pertanyaan yang dilontarkan pemateri ketika mengikuti acara Smart Parenting.
”Bagaimana caranya untuk mengetahui kalo anak berumur 1-5 tahun menyayangi orang
tuannya” ? Ya, pertanyaan itulah yang manjadi beban pikiran dirinya saat ini. Meskipun juga
Hamzah mengakui kalo dirinya bukanlah ayah yang baik. Marah adalah hal yang wajar
terjadi. Namun, marah ketika terlihat oleh anak berusia 2 tahun adalah perkara yang
berbahaya untuk perkembangan emosionalnya. Dan Hamzah mengakui hal itu. Mulai hari itu
ia bertekad untuk menjadi ayah yang lebih baik lagi untuk anaknya.
Mulai saat itu, setiap hari Hamzah pulang kantor dengan tergesa-gesa. Sebab hanya
satu tujuannya. Bagaimana mendapatkan jawaban dari Ridwan anaknya ! Bermain dan
bercengkerama dengan anaknya lebih lama adalah solusi yang tepat untuk mendapatkan
jawaban kata ”Iya”. Hari itu Hamzah membeli bola berukuran besar. Lebih besar dari ukuran
tubuh Ridwan. Mereka bermain lebih lama. Hamzah rela menjadi penjaga gawang yang
berpura-pura jatuh ketika menangkap bola. Dan itu terjadi berulang-ulang hingga
mengundang tawa Ridwan. Hingga mereka letih bermain.
Hamzah mengajak Ridwan duduk sebentar. Hamzah mengambikan segelas air minum yang akan diminum berdua. Pikiran Hamzah, Ini saat yang tepat menanyakannya. ”Nak, Ridwan sayang sama abi ga ?” Kali ini Ridwan menatap wajah Hamzah. Hamzah menanti…..tiba-tiba Ridwan berkata ”Abi, ayo main bola lagi !…. Hamzah terdiam, mungkin pertanyaan itu ditanyakan ketika suasana tidak tepat pikirnya.
Malam harinya, Hamzah membacakan buku ”Akhlaq Islami” kepada anaknya. Kali
ini Hamzah membacanya dengan sabar dan lebih lama dari biasanya. Malam itu 9 buku
dibacanya sampai habis. Hingga ketika anaknya terlihat mengantuk, Hamzah berinisiatif
untuk menyeka punggung Ridwan. Ketika usapan demi usapan dilakukannya, terbesit
keingginan untuk menanyakan kepada anaknya ”Nak, Ridwan sayang ka sama abi?”…
Ridwan terdiam, ternyata Ridwan keburu tidur sebelum ditanya. Hmm….biarlah, mungkin ia
letih bermain tadi siang. Sambil mengusap punggung, dipandanginya wajah anaknya.
Hamzah berkata di telingga anaknya. ”Nak, maafkan abi jika ternyata abi bukanlah ayah yang
baik untukmu. Hingga engkau sulit mengatakan kata ”Iya”. Tapi biarlah, abi akan berusaha
menjadi ayah yang baik”.
Malam pun berlalu, tanpa jawaban yang diimpikannya….
Sepulang shalat subuh, dompetnya berserakan! Ridwan ternyata telah bangun ketika
Hamzah ke masjid. Foto dan tanda pengenal berceceran kemana-mana. Dengan sabar
Hamzah mengambilnya dan memperbaikinya kembali. Hamzah berkata ke anaknya”Jangan
dibuka dompet abi ya, disini banyak tanda pengenal yang penting. Nanti kalo hilang
bagaimana ? ” Ridwan mengangguk tanda setuju. ”Oke! Ayo kita toss dulu” kata Hamzah.
Dan Ridwan pun mengangkat dan membuka jarinya untuk toss dan tersenyum.
”Ok ummi, ayo berangkat” kata Hamzah.
Waktu menunjukkan pukul 06.50. Eeh,ternyata Ridwan tak mau ganti baju. Bajunya yang dipake tidur tidak mau digantinya. Baju 49 bermotif mobil traktor dengan saku di depan itu terlihat kumal. Tapi Ridwan tetap tak mau ganti baju. Bahkan sampai menangis ketika bajunya mau dilepas. Karena takut terlambat ke kantor, maka biarlah Ridwan tidak mandi dan tak mau ganti baju.
Sore itu, Hamzah pulang tak lagi tergesa-gesa. Toh Ridwan tak menunjukkan itikad
mengucapkan kata-kata ”Iya” untuk dirinya. Maka kali ini Hamzah melakukan aktifitas
seperti biasa. Menjemput Ridwan di rumah nenek yang ternyata memakai baju yang sama
dengan baju tadi pagi. Kata nenek ”Ridwan ngak mau ganti baju, dia jingkar ( Menangis
hebat ) kalo bajunya mau dilepas”
Malam itu Hamzah tak ingin bermain bola bersama anaknya. Hamzah menggiring
Ridwan untuk tidur lebih awal. Maka diiringilah tidur Ridwan dengan tilawah.Setelah
terlelap tidur. Hamzah meminta istrinya untuk mengganti baju Ridwan yang kumal karena
besok pagi giliran Hamzah yang mencuci baju.
Sepulang shalat subuh, Ridwan belum bangun. Tumpukan baju satu persatu
dicucinya. Hingga tiba pada baju bermotif traktor Ridwan. Baju yang dipake seharian. Ketika
mencuci, Hamzah menemukan foto 4×6 dirinya di saku baju Ridwan…Dan hal itulah yang
membuat Ridwan tersenyum dan berkata dalam hati ”Tak usahlah engkau berkata ”Iya” Nak.
Abi sudah tahu jawabannya”…… (kisah buat ananda Rezky, Chaca, Bimbim, Wulan dan Seno)
Petuah Mendidik Anak
Jika anak di besarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak di besarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak di besarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika anak di besarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika anak di besarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
Jika anak di besarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak di besarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak di besarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak di besarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak di besarkan dengan penerimaan, ia belajar mencinta.
Jika anak di besarkan dengan dukungan, ia belajar menenangi diri.
Jika anak di besarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
Jika anak di besarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan.
Jika anak di besarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.
Jika anak di besarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak di besarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika anak di besarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.
Selasa, 07 Agustus 2012
Mesjid Suka-Suka
Apa nama surau dan masjid di kampung anda? At-Taqwa? Al-Hidayah? Al-Muslimun? Al-Jihad? Biasa nama masjid selalu demikian; mengandung makna ketaqwaan dan ibadah kepada Allah Swt.
Namun ada sebuah masjid di Turki yang memiliki nama aneh, yaitu “Serasa saya sudah makan” (Sanki Yedim). Penamaan masjid yang terletak di distrik Fatih, Istanbul ini memiliki latar belakang unik dan mengesankan hingga dinamakan demikian. Bagaimana sejarahnya?
Syahdan, dahulu kala di Turki, ada seorang pria bersahaja bernama Khairuddin Afandi. Ia bukan seorang ulama, bukan seorang Syaikh, bukan seorang terpandang. Ia hanya pria biasa yang hidup warak, apa adanya dan penuh ketulusan.
Cita-cita Fakhruddin adalah membangun sebuah masjid di sekitar rumah tempat tinggalnya. Sebab, masjid yang ada cukup jauh sehingga ia dan warga sekitarnya kesulitan sholat berjamaah. Tapi cita-citanya itu ia pendam dan tidak diceritakannya kepada orang lain. Ia sadar bahwa dirinya hanya rakyat biasa yang berkekurangan.
Masjid Sanki Yedim
Menyadari dirinya bukan orang kaya, Fakhruddin pun menabung uang sedikit demi sedikit. Syahdan, setiap kali pergi ke pasar, Fakhruddin selalu membawa kotak tabungannya. Lalu, ketika ia melihat makanan yang membangkit selera, Fakhruddin mengeluarkan uang dari kantongnya dan langsung memasukkan uang itu ke kotak tabungannya seraya berkata: “Serasa saya sudah makan itu…”. (dalam bahasa Turki: Sanki Yedim).
Ketika ia melewati tukang daging, ia mengluarkan uang dari kantongnya dan memasukkannya ke kotak tabungan seraya berkata: “Serasa saya sudah memakan daging itu…”.
Begitulah seterusnya, ketika Fakhruddin melewati tukang buah, ia pun melakukan hal yang sama. Fakhruddin menahan selera dan mengkhayalkan dirinya sudah memakan makanan-makanan yang lezat tersebut.
Beberapa tahun kemudian, Fakhruddin pun membuka tabungannya. Ia terkejut, ternyata uang yang sudah ia kumpulkan ternyata banyak sekali, sudah cukup untuk membangun sebuah masjid kecil.
Dengan uang tersebut, Fakhruddin lalu membangun masjid yang sudah ia impikan sejak lama.
Masyarakat yang mengetahui Fakhruddin merasa takjub. Mereka heran, bagaimana orang seperti Fakhruddin bisa membangun masjid. Namun ternyata, beberapa orang mengetahui rahasia Fakhruddin selama ini, terutama para pedagang makanan yang sering mendengar kata-kata “Serasa saya sudah makan…” dari mulut Fakhruddin.
Akhirnya, mereka menamakan masjid itu dengan nama “Masjid Sanki Yedim” (Masjid Serasa Saya Sudah Makan / Sanki Yedim Camii). Dan masjid tersebut masih berdiri kokoh di Turki hingga hari ini.
Kisah Fakhruddin ini diabadikan oleh Arokhan Mohamet Ali dalam bukunya Min Rawa’i al-Tarikh al-’Utsmani.
Masjid Sanki Yedim
Hingga kini, masjid tersebut masih berdiri kokoh, meski sempat porak poranda akibat perang dunia pertama. Awalnya, masjid ini hanya bisa memuat 200 orang jemaah. Namun sekarang sudah diperbesar dan menjadi megah. Jadi, kalau anda berkunjung ke Turki, tidak ada salahnya melawat rumah Allah yang satu ini. Semoga ada ibrahnya bagi kita semua. Amin…
17 Agustus di Ramadhan
Sebagian pembaca juga sudah tahu (dan sebagian yang lain mungkin belum tahu), proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut bertepatan dengan bulan Ramadhan. Sebuah kebetulan yang patut disyukuri. Namun tahukah pembaca, momentum proklamasi itu ternyata jatuh pada hari Jum’at bertepatan dengan 17 Ramadhan!
Hari dan tanggal tersebut amat dimuliakan umat Islam. Terlebih lagi umat Islam di Indonesia ini sebagai penduduk muslim terbesar di dunia hingga saat ini. Lantaran hari Jum’at merupakan hari “ibadat” khusus kaum Muslim, karena pada hari itu kaum muslim berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan Shalat Jum’at secara berjamaah. Untuk bersilaturahmi sekaligus mendengarkan pesan-pesan kebajikan khatib yang salah satunya pesan wajib berupa ajakan agar manusia senantiasa bertaqwa.
Sementara itu malam 17 Ramadhan bagi umat Islam dikenal sebagai Nuzulul Qur’an, yakni malam turunnya wahyu pertama Kitab Suci Al-Qur’an.
Sebagai pengingat-ingat, pemerintah Indonesia dalam rangka memperingati momentum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus membangun masjid megah dengan nama Masjid Istiqlal, yang berarti kemerdekaan. Bahkan ada cerita bahwa tinggi menara Masjid Istiqlal sama dengan ayat dalam Al-Quran yang berkenaan dengan peristiwa Nuzulul Quran pada 17 Ramadhan.
Pembaca juga tidak akan pernah mendapatkan data penting soal persitiwa 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan 17 Ramadhan di buku-buku sejarah kontemporer Indonesia manapun. Salah satu contohnya yang saya miliki, buku karya M.C. Ricklefs “Sejarah Indonesia Modern 1200-2008” yang diterbitkan PT Serambi Ilmu Semesta Cetakan I: November 2008. Momentum menjelang dan pelaksanaan proklamasi 17 Agustus 1945 pada halaman 444 dan 445 hanya ditulis ala kadarnya.
Alih-alih Ricklefs penulisnya menyinggung soal kebetulan (accidental) proklamasi tersebut yang bertepatan dengan hari Jum’at dan 17 Ramadhan dimaksud. Kita lupakan saja soal Ricklefs itu. Selanjutnya, pesan penting apa yang dapat kita petik dengan momentum proklamasi 17 Agustus 1945 yang jatuh pada 17 Ramadhan tersebut?
Sejatinya hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 tepat pada 17 Ramadhan memiliki nilai intrinsik yang harus dipahami sebagai sebuah peristiwa kebetulan. Namun, yang demikian itu harus juga diyakini sebagai hal yang sudah menjadi rencana Tuhan. Sebagai sebuah grand design-Nya.
Prof DR Nurcholish Madjid, dalam sebuah tulisannya mengemukakan bahwa hal-hal yang bersifat kebetulan dalam kacamata manusia, namun sebenarnya merupakan rencana Tuhan, banyak terjadi sepanjang sejarah manusia, seperti peristiwa dibuangnya Nabi Ismail a.s bersama ibunya Siti Hajar ke Mekkah, yang kemudian menemukan sumur Zam-Zam.
Sumur itu ternyata dibuat oleh Nabi Adam dan Siti Hawa. Dengan demikian, kejadian tersebut merupakan kejadian yang bersifat kebetulan, namun memiliki arti karena sebenarnya sudah menjadi rencana Tuhan –seperti nilai kesinambungan risalah Illahi (lihat Nurcholish Madjid, 30 Sajian Ruhani: Renungan di Bulan Ramadhan, Penerbit Mizan Cetakan I, Ramadhan 1419/Desember 1998)
Sebagaimana kita ketahui wahyu pertama kepada Nabi SAW yang turun pada malam 17 Ramadhan tersebut yakni Surat (96) Al-‘Alaq ayat 1-5, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu teramat Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (baca tulis). Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Oleh karena itu, pesan penting secara tersirat dari momentum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan 17 Ramadhan atau peristiwa Nuzulul Qur’an di atas, yaitu agar bangsa Indonesia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar ia bisa mengejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju sebelumnya.
Kata “bacalah” dari Surat 96 Al-Qur’an itu bisa kita tafsirkan sebagai perintah kepada manusia agar “membaca” segala sesuatu hal-hal dari yang tidak diketahui sebelumnya. Ia bisa ditafsirkan pula sebagai perintah agar manusia melakukan penelaahan terhadap setiap fenomena yang terjadi dan mengambil manfaat darinya demi kemaslahatan bersama.
Merujuk kepada pernyataan Nurcholish Madjid di atas, bahwa hal-hal yang bersifat kebetulan dalam kacamata manusia, namun sebenarnya merupakan rencana Tuhan. Dengan demikian sebuah “pesan tersembunyi” momen 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan 17 Ramadhan itu yakni agar bangsa Indonesia dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia ini tampil sebagai bangsa yang disegani dan mercusuar bagi bangsa-bangsa lain lantaran penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Semoga saja.
Langganan:
Postingan (Atom)