Minggu, 28 Juni 2009

Pengendali Rayap dari Fakultas Kehutanan Untan

Siapa sangka rayap mampu menghantarkan Dr Farah Diba, SHut, M.Si ke Istana Merdeka, Jakarta serta Keraton Surakarta Hadinigrat. Dan siapa yang mengira pula kalau rayap bisa menjadikan dosen di Fakultas Kehutanan Untan ini terbang menjelajahi Eropa dan Jepang dalam mempresentasikan makanan rayap. Sulit dipercaya memang, tapi begitulah kenyataannya. Bagaimana kisahnya?

Catatan Pinggo—Pontianak

KETERTARIKAN Farah terhadap rayap bermula saat dirinya mengadakan penelitian di IPB. Saat itu dosen pembimbingnya, Prof Dr Dodi Nandika, MS, menyarankan kepadanya untuk meneliti rayap. Menurut dose pembimbingnya, ratu dan raja rayap memiliki umur panjang. Benarkah demikian? Untuk membuktikannya, Farah pun melakukan penelitian.

Dan benar saja, raja rayap ternyta dapat hidup selama 5 – 10 tahun, sementara ratu rayap dapat bertahan hidup selama 20 – 50 tahun. Sang ratu rayap akan menghasilkan telur dan terus menghasilkan telur sampai akhir hidupnya. Ia memiliki kantung sperma, yang disebut spermatheca, yang berfungsi sebagai bank sperma, sehingga ratu dapat terus menghasilkan telur walaupun raja rayap mati.

Tubuh ratu akan bertambah besar, sehingga dia tidak dapat bergerak. Ratu dan raja hidup dalam sebuah singgasana kecil yang terletak di bagian tengah sarang rayap. Singgasana ini disebut dengan queen chamber, yang memiliki permukaan tanah yang sangat halus. Bagaimana ratu dapat bertahan hidup kalau dia tidak dapat bergerak? Ternyata seluruh kebutuhan ratu dan raja akan dilayani oleh pekerja rayap.

Prajurit merupakan anggota koloni yang berfungsi sebagai penjaga keamanan koloni rayap dari gangguan musuh. Prajurit memiliki mandibel dan bentuk kepala yang besar dan tebal (sclerotization), yang digunakan sebagai alat untuk bertempur menghadapi musuh. Seekor prajurit akan maju menyerang musuh, menancapkan mandibelnya pada tubuh musuh dan tidak melepaskannya sampai musuh mengalami kematian.

Pekerja rayap merupakan anggota koloni yang terbesar, tidak kurang dari 80% populasi dalam koloni rayap merupakan individu-individu kasta pekerja. Kasta pekerja berfungsi mengambil telur yang dikeluarkan ratu rayap, meletakkan telur di tempatnya, mencari makan, membangun sarang, membersihkan badan ratu, memberi makan ratu dan raja serta prajurit rayap. Sifat rayap yang saling memberi makan disebut dengan trofalaksis. Pekerja rayap mengatur efektivitas dari koloni dengan jalan membunuh dan memakan individu-individu yang lemah, ‘malas bekerja’ atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Sifat ini disebut dengan necrofagy.

Pada beberapa spesies rayap seperti Macrotermes, Odontotermes, dan Microtermes anggota dari Famili Termitidae, serta beberapa spesies anggota dari Famili Rhinoter- mitidae, seperti Schedorhinotermes, kasta prajurit memiliki dua ukuran yang berbeda, yaitu: prajurit berukuran besar (prajurit major) dan prajurit berukuran kecil (prajurit minor). Mandibel yang keras membuat prajurit tidak dapat menggigit dan mengunyah makanan, sehingga ia disuapi makanan yang telah dihaluskan oleh pekerja rayap. Karena sifat hidupnya yang berkoloni, rayap selalu bekerja secara gotongroyong.

Dari hasil penelitiannya tentang rayap, Farah berhasil menemukan obat pembasmi rayap yang di namai ‘makanan rayap’. Disebut demikian cara kerjanya adalah memberi rayap umpan makanan yang mengandung zat khusus yang berfungsi menghambat pertumbuhan kulit rayap. Bila kulit rayap mengalami pertumbuhan yang lambat maka secara alamiah daya tahan tubuhnya akan turun dan berakibat pada kematian.

Makanan rayap ini telah di uji cobakan pada berbagai jenis kayu bersilolusa.

Berkat ilmu rayap ini, Farah dipercaya memperbaiki ruang kerja Megawati Sukarno Putri, saat di amasih menjabat sebagai Presiden, 2003. Setahun berselang, dirinya kembali mendapat kepercayaan mengatasi serangan rayap di Keraton Surakarta Hadinigrat, Solo. Kepercayaan yang sama juga di berikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2005, dirinya didaulat untuk membasmi rayap yang menyerang ruang tunggu tamu pribadi di Istana Merdeka, Jakarta.

Kepiawaiannya dalam mengatasi serbuan rayap juga telah menghantarkannya sebagai pembicara di seminar internasional tetang rayap di Bali pada 2008, di Jepang pada 2009 dan di Singapura pada 2010 mendatang.

Farah Diba, lahir di Pontianak Kalimantan Barat pada tanggal 16 November 1970. Menyelesaikan pendidikan sarjana kehutanan pada tahun 1994 di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, kemudian bekerja sebagai Dosen Fakultas Kehutanan, Departemen Teknologi Hasil Hutan, di Universitas Tanjungpura. Melanjutkan studi Magister Sains dalam bidang Entomologi Hutan di Program Pasca Sarjana IPB pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 1999, melanjutkan studi Doktor dalam bidang yang sama di IPB dan lulus pada bulan Juli 2006. Aktif dalam memberikan training mengenai hama rayap pada perusahaan pengendalian hama di DKI Jakarta, Semarang, dan Surabaya dan menjadi staf ahli untuk satu perusahaan pengendalian hama permukiman di Jakarta. Bersama Prof. Dr. Dodi Nandika,MS dan Ir.Yudi Rismayadi,M.Si telah menerbitkan buku yang berjudul: Rayap : Biologi dan Pengendaliannya, pada tahun 2003.

Tidak ada komentar: