Demikian di ungkapkan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Prof Dr Ir H Abdurrani Muin MS. Menurutnya, cerucuk merupakan cikal bakal dari tumbuhnya pohon besar. Untuk bisa tumbuh besar, cerucuk memerlukan waktu puluhan tahun. Jika penebangan cerucuk terus dilakukan dengan tanpa perhitungan, maka dapat dipastikan pepohonan di hutan akan musnah. Dan ini tentu sangat tidak baik bagi keseimbangan alam.
Kayu cerucuk sebenarnya aman untuk di gunakan asalkan ditebang sesuai dengan aturan. Kayu cerucuk yang boleh di tebang adalah kayu cerucuk yang hidup di bawah rindangan pohon indukan. Sangat tidak disarankan untuk menebang kayu cerucuk yang hidup tanpa ada pohon indukan. “Pohon indukan itu berfungsi sebagai produsen bibit cerucuk. Buahnya yang jatuh ketanah merupakan cikal bakal dari tumbuhnya tanaman baru. Bila pohon indukan di tebang, maka putuslah daur hidup tanaman di hutan,” ujar Abdurrani.
Di wilayah Kalimantan, umumnya jenis kayu cerucuk yang sering di manfaatkan bagi pembangunan jenisnya adalah Bintangor. Tanaman ini banyak di temukan di hutan rawa bergambut. Jika di klasifikasikan, umumnya kayu cerucuk yang di tebang berdiameter 10-20 sentimeter (Pole) dan 5-10 sentimeter (Sapling).
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, cerucuk yang banyak di gunakan masuk dalam katagori Pole. Tapi itu tidak murni Pole. Sebab, dilapangan masih banyak ditemukan penggunaan kayu cerucuk berukuran kurang dari 10 sentimeter.
Bagaimana dengan penggunaan bambu sebagai pengganti kayu cerucuk dalam kegiatan pembangunan? Pilihan itu, kata Abdurrani, sangatlah tepat. Selain harganya murah, bambu juga mudah di dapat. Lagi pula, di lihat dari siklus tumbuhnya, bambu terbilang tanaman yang mudah untuk tumbuh dan berkembang. Bambu itu tumbuhnya dengan cara bertunas. “Utuk mengetahu sejauh mana tingkat kekuatan tahanan yang dimiliki bambu dan jenis bambu seperti apa yang baik untuk kepentingan pondasi, jawabannya hanya bisa di peroleh melalui penelitian khusus,” terangnya.(go)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar