Siapa yang mengangka jika kompleks proyek Kasih Kalimas sekarang berjalan dengan sukses. Berkat kesabaran serta keuletan dari warganya, Kalimas telah di ubah menjadi kali atau sungai emas. Salah seorang warga yang berhasil mewujudkan impian hidupnya di proyek Kasih Kalimas itu adalah Lim Tiam Luk (60). Lelaki paruh baya ini mengaku menemukan jodoh dan rejekinya di Kalimas. Seperti apa kisah hidupnya?
Catatan Pringgo—Kalimas.
USIA boleh bertambah tua. Rambut pun bisa saja memutih. Tapi yang namanya semangat juang, sampai kapan pun tidak pernah surut. Tekad baja ini menjadi penyemangat hidup bagi Lim Tiam Luk. Lekaki yang kesehariannya bekerja sebagai petani ini dulunya merupakan warga Roban, Singkawang.
Lim ingat betul, saat orangtuanya memilih untuk ikut program resettlement ke Kalimas. Kala itu Lim masih berusia 18 tahun. Bersama 7 saudaranya, Lim terpaksa meninggalkan kampung halaman demi satu alasan, yakni ingin tetap hidup selamat. “Bagi saya awal era tahun 70-an merupakan masa-masa sulit. Saya beserta seluruh anggota keluarga lainnya pergi meninggalkan Roban dengan hanya berbekal baju di badan,” terangnya.
Setibanya di Kalimas, Lim muda sempat merasa ciut nyalinya. Kalimas yang dibayangkan ternyata tidak sesuai harapan. Sepanjang mata memandang, yang terlihat kala itu hanya hamparan hutan belantara. Suasana di sepanjang sungai, menuju Kalimas waktu itu terasa begitu menakutkan. Warna airnya hitam kecoklatan.
Setelah beberapa hari beradap tasi, akhirnya keluarga Lim mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengolah lahan pertanian seluas satu hektar. Sebagai anak seorang petani, Lim tentu saja tidak tinggal diam melihat orangtuanya membanting tulang dalam mengolah lahan. Dengan tenaga yang di miliki, Lim mencoba mengadu peruntungan dengan alam.
Kerja keras Lim dalam mengolah lahan pertanian ini ternyata mengundang kekaguman tersendiri dari Sui Ngo. Dalam berbagai kesempatan, gadis belia itu kerap menemui Lim. Kehadiran dara manis itu tentu saja menjadi penyemangat bagi Lim. Seiring berjalannya waktu, Lim pun membranikan diri untuk melamar Sui. Lamaran Lim ternyata di sambut baik oleh orangtua Sui. Selang beberapa hari kemudian, pesta pernikahan antara Lim dan Sui pun di gelar. “Hati ini terasa sangat bahagia sekali. Rasanya seperti mimpi bisa menemukan jodoh di Kalimas,” ungkap Lim tersenyum.
Layaknya pasangan pengantin baru, Lim dan Sui pun menikmati masa-masa manis. Tapi sayang, hal itu tidak berlangsung lama. Mau tidak mau pasangan muda ini harus menghadapi tantangan hidup yang keras di Kalimas. Berbekal jatah beras dan bulgur yang diperoleh selama setahun, perlengkapan pertanian dan bibit padi dan sayur mayur, Lim berupaya keras mengubah belantara hutan menjadi ladang berlian.
Upaya L:im dalam mewujudkan impian itu ternyata tidaklah mudah. Menjelang masa panen sayur mayur tiba, ladang pertaniannya sempat di serang oleh segerombol kera hutan. Tnpa rasa takut, kera-kera liar itu memakan hasil pertanian milik Lim. Untuk mengusir kera-kera tersebut, Lim dan Sui mencoba untuk memukul-mukulkan kayu ke tanah. “Sampai sekarang kayu bekas mengusir kera itu masih kami simpan di rumah. Kayu itu sengaja kami simpan untuk kenang-kenangan,” imbuh Lim.
Tahun-tahun sulit kini telah berhasil dilalui Lim dengan penuh suka dan duka. Secara perlahan namun pasti kehidupan ekonomi keluarga Lim mulai membaik. Anak-anak tercinta kini telah berhasil menjadi orang yang mapan. Setiap bulan, anak-anak selalu memberi bantuan kepadanya. “Kini saya merasa amat bahagia. Dihari tua ini, saya tinggal menikmati buah dari hasil kerja keras di masa muda. Terimakasih kami ucapkan kepada dr Muherman Harun yang telah membuka program resettlement pengungsian Kalimas, 40 tahun yang silam,” ungkapnya penuh haru.
1 komentar:
Mohon kontak dari penulis blog ini. Trimakasih.
Posting Komentar