Satu persatu korban dari gigitan maut nyamuk Aedes Agepty mulai berjatuhan. Puluhan bahkan mungkin ratusan korbannya kini terbaring lemas tak berdaya di sejumlah rumah sakit. Yang lebih memilukan lagi, beberapa dari mereka meninggal dunia akibat tak kuasa menahan keganasan virus Dengue. Seperti apa kisah dibalik serangan DBD ini, berikut ceritanya.
Catatan Pringgo—Pontianak
SEJAK beberapa hari terakhir ini Anwar Teddy terlihat murung. Pikirannya menerawang jauh ketika mendengar kabar bahwa Demam Berdarah Dengue kini mulai merebak di kota Pontianak. Ingatannya seolah kembali ke peristiwa pilu yang terjadi di pecan pertama, November 2008 silam. Ketika itu almarhum Eka Indriani Putri (10), putri sulungnya, terbaring lemas karena mengalami demam yang cukup tinggi.
Masih segar dalam ingatan Anwar saat pertama kali cahaya matanya mengeluh sakit. Kepada dirinya, almarhum mengatakan bahwa bagian ulu hatinya terasa sakit bukan kepalang. Kepala terasa pusing dan sulit buang air kecil. Selang beberapa jam kemudian, demam tinggi pun menyerang. Mendengar keluhan yang demikian, Anwar bersama istrinya, Lusiyana, berupaya untuk memberi pertolongan pertama dengan membawanya ke dokter.
Setelah menjalani pemeriksaan, dokter pun mengatakan bahwa Eka hanya mengalami demam biasa. Sebelum pulang berobat, dokter berpesan agar segera membawa kembali Eka jika dalam dua atau tiga hari demamnya tidak turun. “Ucapan dokter waktu itu sem-pat membuat hati kami sekeluarga lega. Resep obat yang diberikan dokter pun kami tebus dengan satu harapan, Eka bisa segera sembuh,” tuturnya haru.
Selang dua hari kemudian, kesehatan Eka berangsur pulih. Demam tingginya mulai mereda. Pada satu malam, mendadak Eka mengalami kejang. Khawatir akan keselamatan si buah hati, Anwar pun bergegas membawa Eka untuk berobat. Sayang, usahanya itu tidak berhasil. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Eka menghembuskan nafas terakhirnya. Tak ayal lagi, tangis pilu pun langsung membahana. “Kami sekeluarga hanya bisa menangisi kepergian Eka,” ungkap Anwar dengan mata berkaca-kaca.
Sepeninggal putri tercintanya, Anwar sekeluarga merasa sangat kehilangan. Masih terngiang di telinganya tawa canda Eka saat asyik bermain dengan Mahendra dan Riho, dua putranya yang lain. “Saya tak habis pikir, dimana kira-kira Eka terkena gigitan nyamuk demam berdarah. Kalau di rumah, rasanya hampir tidak mungkin. Pasalnya, saya sering menaburkan serbuk abate di tempat penampungan air dan selalu menyalakan racun nyamuk bakar di pagi dan malam hari,” paparnya.
Dilihat dari sifat hidup nyamuk Aedes aegypti yang senang berkembang biak di tempat penampungan air yang bersih, Anwar menduga Eka terkena gigitan nyamuk mematikan itu saat sedang bermain di luar rumah. Di alam terbuka, serangan nyamuk hitam putih itu tentu saja dapat terjadi sewaktu-waktu.
Kuat dugaan, nyamuk elit tersebut berkembang biak secara bebas di tempat penampungan air yang ada di rumah-rumah walet. Maklum, sejak beberapa tahun terakhir pertambahan rumah walet di kota Pontianak terasa sangat pesat. Rumah walet menjadi surganya nyamuk Aedes aegypti karena suhu udara disana lembab, gelap dan terdapat genangan air bersih. “Terlepas dugaan ini benar atau tidak, sepertinya sudah saatnya pemerintah kota Pontianak melakukan penertiban rumah walet,” sarannya.
Selain memberantas jentik dan nyamuk Aedes aegypti yang disinyalir kuat bersarang di rumah walet, Anwar juga menyarankan kepada masyarakat luas untuk aktif melakukan gerakan 3M Plus, yakni menutup wadah penampungan air, mengubur atau membakar barangbarang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan menguras atau mengganti air di penampungan air. Agar lebih sempurna, gunakan racun anti nyamuk oles setiap kali akan beraktivitas di ruangan terbuka. “Jangan lupa, taburkan bubuk abate di setiap tempat penampungan air bersih,” sarannya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar