PONTIANAK---Untuk bisa terpilih menjadi Ketua DPD Partai Golkar Kalbar, pengalaman memimpin organisasi kemasyarakatan merupakan nilai lebih. Kepiawaian dalam menjalin dan membangun hubungan kerja, baik kedalam maupun keluar organisasi, merupakan modal utama bagi melanjutkan perjuangan Partai Golkar kedepan.
Di kedepankannya syarat pengalaman berorganisasi ini menurut Gusti Suryansah, pengamat politik dari Fisip Untan, sangat bermanfaat dalam pengembalian kejayaan Partai Golkar. Belajar dari pengalaman dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah, pemilihan legislative serta pemilihan presiden, masih banyak pemilih setia Partai Golkar yang belum memberikan hak suaranya secara optimal.
“Kedepannya kondisi seperti ini harus segera di perbaiki. Caranya adalah dengan melakukan konsolidasi kader. Sosok yang bisa menggerakkan kekuatan kader tentulah pemimpin partai. Dan Golkar saat ini butuh figure yang seperti itu,” katanya.
Ketua DPD Partai Golkar Kalbar, periode 2009-2014, hendaknya merupakan sosok pemimpin yang mampu menjalankan system manajemen SWOT, yaitu Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunity (Peluang) dan Threath (Hambatan). Strength dan weakness berhubungan dengan kondisi intenal kepartaian, sedangkan opportunity dan threath berhubungan dengan kondisi eksternal.
SWOT merupakan sebuah teknik analisis untuk mengetahui bagaimana kondisi organisasi yang bersangkutan saat ini, serta bagaimana pula kondisi yang akan dihadapinya ke depan. Analisa organisasi tentunya dibuat dengan mempertimbangkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman/hambatan.
SWOT lazim digunakan untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat organisasi, meningkatkan pemahaman terhadap kondisi organisasi dan supaya perencanaan tindakan jadi lebih mudah dan tepat sasaran. “Kepiawaian dalam menjalankan system manajemen SWOT ini sepertinya telah teruji pada Morkes Effendi dan Abang Tambul Husin,” ungkap Suryansah.
Ditilik dari hal pengalaman dalam memimpin, kedua kader senior Partai Golkar itu sama-sama memiliki pengalaman yang matang. Hal ini dapat di buktikan dari terpilihnya mereka sebagai kepala daerah selama dua periode kepemimpinan. Morkes merupakan bupati Ketapang, sedangkan Tambul adalah bupati Kapuas Hulu. Dalam urusan kepartaian, keduanya juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar di daerahnya masing-masing. Di bawah kepemimpinan mereka, Golkar tumbuh menjadi partai yang besar.
Tapi, diantara kesamaan yang ada ternyata Morkes lebih banyak menyimpan sejumlah potensi keunggulan diri. Di jalur organisasi budaya, misalnya. Morkes yang juga Sekjen Lembaga Adat Melayu Serantau (LAMS) ternyata berhasil membuat network di lingkup kabupaten/kota se-Kalbar, nusantara bahkan dunia internasional. Hal yang sama juga di kembangkan Morkes dalam memimpin Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Ketapang. Dibawah kepemimpinannya, MABM mampu tampil sebagai pemersatu puak Melayu.
Selain aktif di organisasi social dan budaya, kemampuan memimpin Morkes juga terasah dengan baik saat dipercaya sebagai anggota Dewan Penasehat PP FKPPI (Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri) dan anggota Dewan Penasehat Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPPP) Kabupaten Ketapang. Di kedua organisasi ini, Morkes berhasil membangun hubungan emosional yang baik dengan segenap unsur keluarga besar TNI dan Polri. “Dari sudut pandang komunikasi politik, pengalaman dalam berorganisasi tersebut jelas menguntungkan Golkar. Dengan pengaruh yang dimiliki Morkes, saya yakin Golkar akan mampu mengulang kembali masa kejayaannya,” terang Suryansah.
Beranjak dari catatan pengalaman organisasi yang dimiliki Morkes, ada baiknya jika segenap unsur pimpinan DPD Golkar kabupaten/kota se-Kalbar, pengurus DPP, pimpinan organisasi sayap (AMPG dan KPPG), pimpinan ormas yang mendirikan Golkar (Kosgoro, MKGR, Soksi) serta ormas yang didirkan Golkar (AMPI, AWK, MDI, dan Laskar Ulama), mampu menjadikannya sebagai bahan referensi dalam pemilihan Ketua DPD Partai Golkar Kalbar, periode 2009-2014.(go)