Catatan Pringgo—
PENELUSURAN jejak sepuluh pejuang Kalimantan Barat dalam mengobarkan semangat anti colonial Belanda tidaklah mudah. Butuh kecermatan serta ketelian untuk menggali informasi. Beruntung Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak memiliki catatan yang cukup lengkap yang mengkisahkan semangat heroic dari kesepuluh pejuang Kalimantan Barat tersebut.
Seperti di ungkapkan Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Drs Lisyawati Nurcahyani MSi, pergerakan pemuda di Kalimantan Barat ini dimulai dari terbentuknya Serikan Islam (SI) di Ngabang pada tahun 1914. Pada masanya, organisasi berbasis keagamaan ini berhasil menuai simpati dari masyarakat.
Saat sedang jaya-jayanya, tiba-tiba saja pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perintah untuk membekukan seluruh kegiatan SI. Kebijakan ini diambil sebagai tindak lanjut dari maraknya pemberontakan anggota SI di Jawa Barat dan Sumatera. “Karana ruang geraknya terbatasi, sepulangnya dari
Kehadiran PSI di tanah
Bersama Gusti Sulung Lelanang, kesembilan tokoh SI Kalimantan Barat itu berjuang mengobarkan semangat kemerdekaan. Alhasil, dalam waktu yang tidak terlalu lama, jumlah pendukung setia PSI di Kalimantan Barat bertambah banyak. Sayang, semangat mereka yang menggelora itu ternyata tidak di dukung oleh visi dan misi PSI yang kala itu berhaluan kiri. “Khawatir akan terjadinya pemberontakan, penguasa tanah
Atas saran serta masukan yang diterima, akhirnya Gubernur Jenderal Belanda, di Batavia memerintahkan pemerintah Hindia Belanda yang ada di tanah Borneo untuk membubarkan PSI. Tidak hanya itu saja, dengan kuasa yang dimiliki pemerintah Hindia Belanda kemudian mengasingkan sepuluh tokoh pergerakan Kalimantan Barat tersebut ke “Tanah Merah” di Boven Digoel, Irian Barat.
Pada masa penjajahan Belanda, Boven Digul dahulunya dikenal sebagai tempat pembuangan pejuang kemerdekaan. Boven Digul terbagi atas beberapa bagian, yakni Digul Atas, Tanah Merah, Gunung Arang (tempat penyimpanan batu bara), zone militer yang juga menjadi tempat petugas pemerintah), dan Tanah Tinggi.
Digul Atas, terletak di tepi Sungai Digul Hilir, Tanah Papua bagian selatan. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4, disebutkan Boven Digoel dipersiapkan dengan tergesa-gesa oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menampung tawanan “pemberontakan November 1926″. Boven Digul kemudian digunakan pula sebagai tempat pembuangan pemimpin-pemimpin pergerakan nasional. Jumlah tawanannya tercatat 1.308 orang.
Beberapa tokoh pergerakan nasional yang pernah dibuang ke
Untuk mengenang perjuangan kesepuluh pejuang Kalimantan Barat yang diasingkan di Boven Digul, pemerintah Kalimantan Barat membuat monument perjuangan. Bangunan berbentuk bambu runcing itu terletak persis di tengah Jalan A Yani Pontianak. Kebanyakn orang mengenalnya dengan sebutan Bundaran Untan.